SINGARAJA – Permohonan Pemkab Buleleng agar bisa menggunakan lahan baru untuk lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) ke Pemprov Bali yang berlokasi di Desa Patas, Kecamatan Gerokgak akhirnya terjawab. Pemprov Bali menolak permohonan tersebut.
“Jawaban tidak disetujui aset tersebut. Kami dapat dari Bupati Buleleng yang disampaikan secara langsung oleh Sekda Bali,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng Putu Ariadi Pribadi usai meresmikan TPST Kayuputih Asri Desa Kayu Putih, Sukasada Buleleng, (27/8) kemarin.
Diakuinya tanah yang dimohonkan asetnya untuk membangun TPA modern di Desa Patas. Mengingat kondisi TPA Bengkala sudah mengalami overload.
Sebelumnya pihaknya berencana TPA baru di Desa Patas dengan lahannya dua kali lipat lebih luas dari TPA Bengkala, Kubutambahan yang hanya 4,5 hektare. Akan mampu mengcover sampah-sampah Kota Singaraja, Banjar, Seririt dan Gerokgak.
TPA baru tersebut nantinya hanya memproduksi residu sampah saja. Sayang tidak mendapat persetujuan.
Namun, Pemprov Bali punya alasan mengapa menolak permohonan penggunaan tanah seluas 22 hektare yang diajukan Pemkab Buleleng tersebut. Yakni lahan yang dibidik untuk TPA itu masih difungsikan dan digunakan untuk mendukung tugas dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemprov Bali.
Dengan tidak mendapat persetujuan pembangunan TPA baru di Desa Patas. Pihaknya mengambil opsi lainnya agar sampah di TPA Bengkala bisa terkelola dengan baik.
“Opsi kami satu-satu melakukan perluasan TPA Bengkala. Perluasan sekitar 1,7 hektar,” ungkap Ariadi.
Dia menambahkan perluasan TPA Bengkala tetap mengacu pada kondisi keuangan daerah. Perluasan ini coba akan pihaknya usulkan ke Bupati Buleleng dulu. Mudah-mudahan dapat disetujui.
Sembari menunggu keputusan perluasan TPA. Opsi lainnya untuk mengurangi overload sampah di TPA Bengkala. Pihaknya terus berupaya mengoptimalkan dan mengaktifkan kembali TPST dan bank-bank sampah di masing-masing desa. Sehingga setiap sampah yang masih di ke TPA hanya residu saja.
“Ini yang kami dorong saat ini khususnya pada TPST, karena di Buleleng ada sekitar 40 TPST, namun tidak semuanya aktif. Mereka lebih banyak terkendala pada pekerja dan biaya operasional. Dan saat ini itu yang kami carikan jalan keluarnya,” pungkasnya.