29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:46 AM WIB

Nestapa Mbah Karno, Pejuang Kemerdekaan yang Kini Jadi Pemulung

NEGARA – Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya yang rela berjuang dengan jiwa dan raga.

Namun, sayang tak semua pejuang mendapat penghargaan yang setimpal dari negara. Setidaknya, itulah yang dialami Mbah Karno, 102.

Di penghujung usia, Mbah Karno malah dipaksa berjuang memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan menjadi seorang pemulung.

“Semasa menjadi pejuang, saya tidak pulang. Saya berada di garda depan bersama pejuang yang lain,” ujar Mbah Karno.

Yang membuatnya bangga, Mbah Karno mengaku pernah bertemu Presiden Soekarno. “Saya berjalan bersama Bung Karno saat perjuangan dulu,” imbuhnya.

Saat ini Mbah Karno tinggal di Lingkungan Arum, Gilimanuk. Mbah Karno sendiri lahir di Nusa Penida, Klungkung.

Karena keterbatasan ekonomi dan situasi penjajahan, Mbah Karno yang hidup bersama pamannya karena ibunya menikah lagi tidal pernah mengenyam bangku sekolah.

Saat usianya menginjak 30 tahun, bersama pemuda lainnya dia ikut berjuang mengusir penjajah sebagai seinendan.

Dengan bermodal semangat, Mbah Karno terus berjuang. Dia tidak hanya berjuang di Bali tetapi sampai ke Sumatra, Timor-Timur (kini Timor Leste), dan daerah lain di Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka dan situasi mulai aman, sekitar tahun 1950 Mbah Karno kembali ke Bali dan menetap di Gilimanuk.

Dia kemudian menikah dengan Yatmi, tahun 1956 silam. Dari pernikahanya dengan Yatmi yang kini berusia 85 tahun, mereka memiliki 5 orang anak dan sudah memiliki 20 cucu dan 9 buyut.

Setelah menikah di Gilimanuk Mbah Karno bekerja sebagai tukang panggul barang dan gendong penumpang di Pelabuhan Gilimanuk.

“Dulu saya kuat memikul sekarung kopra dan barang lainnya,” ungkapnya mengenang. Namun, di usia yang semakin renta, Mbah Karno yang hidup dibelit garis kemiskinan hanya bisa bekerja samampunya.

Mbah Karno yang masuk KK Miskin dan sudah pernah mendapat bantuan bedah rumah serta bantuan rasta itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

bersama istrinya bekerja sebagai pemulung di tempat pembuangan sampah sementara yang ada diseberang rumahnya.

“Kalau ada truk yang membuang sampah, saya dan istri memilah sampah itu untuk mencari barang-barang yang bisa dijual,”ungkapnya.

 

NEGARA – Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya yang rela berjuang dengan jiwa dan raga.

Namun, sayang tak semua pejuang mendapat penghargaan yang setimpal dari negara. Setidaknya, itulah yang dialami Mbah Karno, 102.

Di penghujung usia, Mbah Karno malah dipaksa berjuang memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan menjadi seorang pemulung.

“Semasa menjadi pejuang, saya tidak pulang. Saya berada di garda depan bersama pejuang yang lain,” ujar Mbah Karno.

Yang membuatnya bangga, Mbah Karno mengaku pernah bertemu Presiden Soekarno. “Saya berjalan bersama Bung Karno saat perjuangan dulu,” imbuhnya.

Saat ini Mbah Karno tinggal di Lingkungan Arum, Gilimanuk. Mbah Karno sendiri lahir di Nusa Penida, Klungkung.

Karena keterbatasan ekonomi dan situasi penjajahan, Mbah Karno yang hidup bersama pamannya karena ibunya menikah lagi tidal pernah mengenyam bangku sekolah.

Saat usianya menginjak 30 tahun, bersama pemuda lainnya dia ikut berjuang mengusir penjajah sebagai seinendan.

Dengan bermodal semangat, Mbah Karno terus berjuang. Dia tidak hanya berjuang di Bali tetapi sampai ke Sumatra, Timor-Timur (kini Timor Leste), dan daerah lain di Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka dan situasi mulai aman, sekitar tahun 1950 Mbah Karno kembali ke Bali dan menetap di Gilimanuk.

Dia kemudian menikah dengan Yatmi, tahun 1956 silam. Dari pernikahanya dengan Yatmi yang kini berusia 85 tahun, mereka memiliki 5 orang anak dan sudah memiliki 20 cucu dan 9 buyut.

Setelah menikah di Gilimanuk Mbah Karno bekerja sebagai tukang panggul barang dan gendong penumpang di Pelabuhan Gilimanuk.

“Dulu saya kuat memikul sekarung kopra dan barang lainnya,” ungkapnya mengenang. Namun, di usia yang semakin renta, Mbah Karno yang hidup dibelit garis kemiskinan hanya bisa bekerja samampunya.

Mbah Karno yang masuk KK Miskin dan sudah pernah mendapat bantuan bedah rumah serta bantuan rasta itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

bersama istrinya bekerja sebagai pemulung di tempat pembuangan sampah sementara yang ada diseberang rumahnya.

“Kalau ada truk yang membuang sampah, saya dan istri memilah sampah itu untuk mencari barang-barang yang bisa dijual,”ungkapnya.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/