29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:24 AM WIB

Catat, Tersangka Santunan Kematian di Jembrana Bertambah

NEGARA – Tersangka kasus dugaan korupsi santunan bertambah. Dugaan korupsi dengan modus pengajuan bantuan santunan fiktif ini tidak berhenti hanya pada tiga orang tersangka, tapi menyeret tersangka lain yang menikmati uang hasil korupsi.

Satu tersangka sudah mendapat putusan pengadilan dan dua tersangka lagi masih dalam proses pengadilan.

Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, penyidik satuan reserse kriminal (Satreskrim) Polres Jembrana mendalami dugaan adanya tersangka lain dalam kasus korupsi yang diselidiki sejak awal tahun 2018 lalu.

Hasil pengembangan penyelidikan, bertambah satu orang lagi yang diseret menjadi tersangka. Pengembangan penyelidikan tersebut, karena belum ada pengembalian kerugian negara.

Padahal, sebelumnya beredar kabar, para pelaku yang sebagian besar merupakan kepala lingkungan atau klian banjar ini sudah mengembalikan uang kerugian negara sebelum polisi menyelidiki.

“Tapi, bukti adanya pengembalian itu tidak ada,” kata sumber. Kasatreskrim Polres Jembrana AKP Yogi Pramagita membenarkan bahwa saat ini masih mengembangkan penyelidikan dugaan korupsi santunan kematian.

Dari hasil pengembangan penyelidikan, memang ada potensi adanya tersangka selain tiga orang yang sudah menjalani proses persidangan.

“Masih kami selidiki. Memang ada potensi penambahan tersangka,” ujarnya. Terpisah, Kasipidsus Kejari Jembrana Ivan Praditya Putra mengatakan,

kasus dugaan korupsi santunan kematian menyeret dua orang terdakwa yang sudah menjalani persidangan sudah memasuki tahapan tuntutan.

Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut dua orang terdakwa dituntut selama 4,5 tahun pidana penjara. “Tinggal nunggu putusannya,” jelasnya.

Ivan menambahkan, pihaknya juga sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polres Jembrana, terkait salah satu kepala lingkungan terkait dugaan santunan kematian.

“Sudah menerima (SPDP),” ujarnya. Namun enggan menyebut nama tersangka yang disebutkan dalam SPDP.

Kasus korupsi santunan kematian tersebut selain menyeret kepala kewilayahan atau klian banjar dan salah seorang PNS, Indah Suryaningsih.

Indah sudah divonis bersalah dan diganjar dengan 4 tahun pidana penjara. Hakim juga membebankan terdakwa dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 171 juta,

namun jaksa masih banding karena denda tidak sesuai dengan tuntutan jaksa menuntut terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 239 juta.

Sementara yang sudah dalam proses persidangan kepala Kewilayahan Banjar Sarikuning Tulungagung I Dewa Ketut Artawan

diduga menerima Rp 75.800.000 dan Kepala Kewilayahan Banjar Munduk Rani Tukadaya I Gede Astawa menerima uang Rp 32.000.000.

Kasus korupsi ini juga diduga melibatkan klian dan perangkat desa lain. Karena dari hasil penyelidikan, terungkap aliran uang santunan kematian fiktif di antaranya kepada

Kepala Lingkungan Asih Gilimanuk Tumari mendapatkan Rp 18.600.000; Kepala Lingkungan Asri Gilimanuk Ni Luh Sridani Rp 29.000.000;

Kepala Lingkungan Jineng Agung Gilimanuk I Komang Budiarta menerima uang Rp 7.700.000. Kaur pemerintahan Desa Baluk I Gede Budhiarsa menerima uang Rp 4.200.000.

Selain kepala kewilayahan dan kaur tersebut, satu orang lagi juga menerima uang sebesar Rp 400.000, bernama Saniyah saat itu sebagai PKK. 

NEGARA – Tersangka kasus dugaan korupsi santunan bertambah. Dugaan korupsi dengan modus pengajuan bantuan santunan fiktif ini tidak berhenti hanya pada tiga orang tersangka, tapi menyeret tersangka lain yang menikmati uang hasil korupsi.

Satu tersangka sudah mendapat putusan pengadilan dan dua tersangka lagi masih dalam proses pengadilan.

Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, penyidik satuan reserse kriminal (Satreskrim) Polres Jembrana mendalami dugaan adanya tersangka lain dalam kasus korupsi yang diselidiki sejak awal tahun 2018 lalu.

Hasil pengembangan penyelidikan, bertambah satu orang lagi yang diseret menjadi tersangka. Pengembangan penyelidikan tersebut, karena belum ada pengembalian kerugian negara.

Padahal, sebelumnya beredar kabar, para pelaku yang sebagian besar merupakan kepala lingkungan atau klian banjar ini sudah mengembalikan uang kerugian negara sebelum polisi menyelidiki.

“Tapi, bukti adanya pengembalian itu tidak ada,” kata sumber. Kasatreskrim Polres Jembrana AKP Yogi Pramagita membenarkan bahwa saat ini masih mengembangkan penyelidikan dugaan korupsi santunan kematian.

Dari hasil pengembangan penyelidikan, memang ada potensi adanya tersangka selain tiga orang yang sudah menjalani proses persidangan.

“Masih kami selidiki. Memang ada potensi penambahan tersangka,” ujarnya. Terpisah, Kasipidsus Kejari Jembrana Ivan Praditya Putra mengatakan,

kasus dugaan korupsi santunan kematian menyeret dua orang terdakwa yang sudah menjalani persidangan sudah memasuki tahapan tuntutan.

Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut dua orang terdakwa dituntut selama 4,5 tahun pidana penjara. “Tinggal nunggu putusannya,” jelasnya.

Ivan menambahkan, pihaknya juga sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polres Jembrana, terkait salah satu kepala lingkungan terkait dugaan santunan kematian.

“Sudah menerima (SPDP),” ujarnya. Namun enggan menyebut nama tersangka yang disebutkan dalam SPDP.

Kasus korupsi santunan kematian tersebut selain menyeret kepala kewilayahan atau klian banjar dan salah seorang PNS, Indah Suryaningsih.

Indah sudah divonis bersalah dan diganjar dengan 4 tahun pidana penjara. Hakim juga membebankan terdakwa dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 171 juta,

namun jaksa masih banding karena denda tidak sesuai dengan tuntutan jaksa menuntut terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 239 juta.

Sementara yang sudah dalam proses persidangan kepala Kewilayahan Banjar Sarikuning Tulungagung I Dewa Ketut Artawan

diduga menerima Rp 75.800.000 dan Kepala Kewilayahan Banjar Munduk Rani Tukadaya I Gede Astawa menerima uang Rp 32.000.000.

Kasus korupsi ini juga diduga melibatkan klian dan perangkat desa lain. Karena dari hasil penyelidikan, terungkap aliran uang santunan kematian fiktif di antaranya kepada

Kepala Lingkungan Asih Gilimanuk Tumari mendapatkan Rp 18.600.000; Kepala Lingkungan Asri Gilimanuk Ni Luh Sridani Rp 29.000.000;

Kepala Lingkungan Jineng Agung Gilimanuk I Komang Budiarta menerima uang Rp 7.700.000. Kaur pemerintahan Desa Baluk I Gede Budhiarsa menerima uang Rp 4.200.000.

Selain kepala kewilayahan dan kaur tersebut, satu orang lagi juga menerima uang sebesar Rp 400.000, bernama Saniyah saat itu sebagai PKK. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/