SINGARAJA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Buleleng terus menggenjot proses investigasi terkait keterlambatan distribusi logistik Pemilu yang terjadi di Kabupaten Buleleng.
Kemarin (29/4) Bawaslu Buleleng memeriksa tiga orang komisioner KPU Buleleng berikut Sekretaris KPU Buleleng.
Mereka diperiksa terkait keterlambatan distribusi logistik, yang berdampak pada keterlambatan proses pungut hitung di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Mereka yang diperiksa adalah Divisi Data Nyoman Gede Cakra Budaya, Divisi Sosialisasi dan SDM Gede Bandem Samudra, Divisi Hukum dan Pengawasan Made Sumertana, serta Sekretaris KPU Buleleng I Putu Aswina.
Mereka diperiksa dalam waktu yang berbeda. Aswina dan Cakra diperiksa pagi hari, sementara Bandem dan Sumertana diperiksa pada siang hari.
Ketua Bawaslu Buleleng Putu Sugi Ardana mengatakan, Bawaslu masih merasa perlu meminta keterangan dari KPU Buleleng.
Termasuk di antaranya para komisioner dan kepala kesekretariatan. Sehingga Bawaslu bisa menemukan kendala utama yang memicu keterlambatan distribusi logistik pada saat pemilu.
“Kami investigasi dulu. Keterlambatan distribusi itu sebenarnya terkendala apa, oleh apa. Sebab tidak semua keterlambatan itu masuk kategori pelanggaran.
Ini masih bagian investigasi, karena untuk jadi temuan itu paling tidak kami harus memiliki dua alat bukti yang cukup,” kata Sugi.
Meski tiga komisioner lainnya tidak terkait secara langsung dengan urusan logistik, Sugi memandang perlu meminta penjelasan pada para komisioner.
“Mereka itu kan kolektif kolegial. Jadi secara kelembagaan itu ikut bertanggungjawab,” imbuhnya.
Sementara itu Sekretaris KPU Buleleng I Putu Aswina yang dikonfirmasi terpisah mengaku sekretariat tidak berniat menghambat proses distribusi logistik.
Ia menyebut memang terjadi beberapa kendala yang di luar prediksi awal. Terutama dalam hal pengadaan logistik.
Mengingat pada pemilu ini, KPU kabupaten/kota tak memiliki kewenangan melakukan pengadaan.
“Kelengkapan itu harus didatangkan dari KPU provinsi dan KPU RI. Misalnya tinta. Mestinya per kotak suara itu ada dua botol tinta. Tapi karena kurang, kami berikan satu botol per kotak suara.
Ini kan bisa dilakukan dan tidak memengaruhi. Kami sengaja lakukan biar tidak terjadi keterlambatan secara massif,” kata Aswina.
Sementara kekurangan formulir serta plano, Aswina menyebut KPU Buleleng terpaksa melakukan pencetakan setelah menggeser anggaran.
Sebab formulir dan plano sangat dibutuhkan dalam proses rekapitulasi suara. “Keterlambatan ini tidak terjadi di seluruh TPS, hanya beberapa TPS di wilayah kota.
Sebenarnya kami sudah tambah 30 orang tenaga relawan. Tapi kalau kelengkapannya memang kurang, ya itu tidak menyelesaikan masalah. Kami sudah berupaya semaksimal mungkin,” ujar Aswina.