DENPASAR – Sungguh merana nasib yang dialami buah hati pasangan Nurul Wahyudi, 32 dan Lenni, 26. Lahir prematur di RS Puri Bunda, bayi berjenis kelamin laki-laki itu didiagnosis mengalami infeksi di bagian paru-paru.
Selama dirawat di RS Sanglah pembiayaan rumah sakit sudah mencapai Rp 192 juta. Itu karena bayi Arian Nur Alvin masuk dalam pasien umum.
“Kami sempat mengurus BPJS kesehatan untuk Alvin, namun saya masih bingung dengan aturan BPJS kesehatan dan pihak RS Sanglah. Pasalnya pengurusan BPJS dibatasi selama 3 hari.
Pengurusan BPJS saat itu, sudah kami lakukan. Namun melebihi batas waktu yang ditentukan. Sehingga tidak dapat dilanjutkan.
Sedangkan mengurus dan mendaftar BPJS harus dilakukan Kota Malang karena keluarga kami berasal dari Malang,” papar Lenni, si ibu bayi.
Lenni mengaku telah melakukan berbagai upaya agar buah hatinya diringankan biaya rumah sakit. Keluarga pernah mengajukan permohonan bantuan biaya kepada pemerintah Kota Malang melalui Dinas Sosial.
Sayangnya pemerintah Kota Malang tak menggubris sama sekali mengenai surat permohonan tersebut.
Justru malah memberikan surat pengajuan permohonan bantuan biaya yang diberikan kepada dinas sosial yang ada di Bali.
Lenni kembali mengajukan ke Dinas Sosial di Bali. Memang ada tanggapan. Sayangnya bayinya tidak dapat diberikan bantuan untuk keringanan biaya rumah sakit.
Pasalnya Lenni dan bayinya bukan penduduk asli Bali. “Saya heran dengan pemerintah Kota Malang. Alasannya mengapa tidak dapat memberikan bantuan kepada bayinya,
karena buah hati saya bukan terlahir di rumah sakit yang berada di Kota Malang. Meski saya sendiri dan keluarga merupakan penduduk asal Malang,” tandasnya.
“Sebagai seorang tua, tentu kami sangat sedih dengan alasan yang disampaikan pemerintah Kota Malang. Padahal kami hanya memohon bantuan biaya agar
mendapat keringanan biaya perawatan rumah sakit. Kami saat ini masih membutuhkan biaya perawatan medis ini,” bebernya