DENPASAR – Permasalahan sampah tak pernah selesai di Kota Denpasar. Pemkot Denpasar pun dituding tak becus mengatasi masalah ini.
Hal tersebut dibahas pada rapat Komisi III DPRD Kota Denpasar bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), dan Dinas Perhubungan Kota Denpasar di ruang sidang DPRD Kota Denpasar, Kamis (18/2).
Rapat dipimpin Ketua Komisi III DPRD Kota Denpasar, Eko Supriadi bersama Wakil Ketua II DPRD Kota Denpasar, I Wayan Mariyana Wandhira. Eko mempertanyakan komitmen Pemkot Denpasar dalam mengentaskan sampah. Terlebih belum ada program nyata menangani hal tersebut.
Sebagai contoh yang ditanyakan dewan adalah berapa ada TPS sementara dan TPS 3R di Kota Denpasar. Apalagi ada penetapan pada 1 Januari lalu masyarakat Kota Denpasar wajib memilah sampah sebelum dibuang ke tempat penampungan sampah (TPS). Sampah yang dibawa ke TPS hanya sampah non organik, sedangkan tempat sampah organik harus dikelola menjadi kompos.
Hadir dalam rapat tersebut Plt Kepala Dinas LHK Kota Denpasar, IB Putra Wirabawa, Kepala Dinas PUPR, I Nyoman Ngurah Jimmy Sidharta, dan Kepala Dinas Perhubungan Kota Denpasar, I Ketut Sriawan. Hadir juga saat rapat Ketua Komisi I DPRD Kota Denpasar, I Ketut Suteja Kumara.
Menurut Eko penerapan swakelola sampah yang dimiliki desa/ kelurahan tidak membuat masalah jadi selesai. Katanya sampah bukan hanya tanggung jawab desa saja melainkan Pemerintah Kota Denpasar juga ikut andil mencari solusi.
Lebih lanjut Politikus PDIP ini mempertanyakan bagaimana kesiapan sarana dan prasarana yang dilakukan Dinas LHK sebelum menerapkan swakelola. “Apakah sudah dikaji belum sarana dan prasaranya? Karena dari ide dengan realisasi di lapangan ini tidak sama. Sebab, swakelola bisa diterapkan di semua desa. Imbasnya pada penumpukan sampah seperti contohnya di Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Utara,” jelas Eko.
Dia mencontohkan Desa Pemecutan Kaja belum siap karena belum memiliki swakelola, sedangkan bak sampah sudah diangkut duluan, sehingga warga membuang sampah di trotoar.
Dia mengatakan, selama ini DLHK hanya menempatkan petugas kebersihan yang hanya dianggap hanya sekadar formalitas tanpa ada realisasi pekerjaan yang dilakukan. “Dinas LHK selama ini hanya menumpang dan mengerahkan 25 tenaga tapi tidak bekerja di sana. Jangan sampai warga di Pemecutan Kaja yang bekerja, tapi petugas bapak ini tidak ada bekerja,” ucapnya.
Anggota Komisi III lainnya dari Fraksi Demokrat, AA Susruta Ngurah Putra menambahkan, Dinas LHK terkait dengan swakelola harusnya sudah menyiapkan infrastrukturnya dalam melakukan swakelola. Harusnya menurut dia, sebelum menerapkan swakelola sampah, pemerintah menerapkan di beberapa desa terlebih dahulu sebagai percontohan.
“Ini harusnya sudah siap, dan disiapkan desa ke desa. Bukannya menerapkan sekaligus ke 43 desa/ kelurahan. Jadi kemampuannya ini kan berbeda-beda di setiap desa. Diterapkan sekaligus apakah mampu? Harusnya ada jadwalnya agar mematangkan perencanaan dan realisasinya juga bagus,” ungkapnya.
Terkait dengan pungutan juga belum ada standar pemerataan. Saat ini, setiap desa masih memungut biaya yang berbeda. Susruta mengingatkan jangan sampai setiap desa memungut biaya sampah semena-mena. Aturan ini harus segera dibahas oleh pemerintah ke depannya.
Menanggapi hal itu, Plt Dinas LHK Kota Denpasar, IB Putra Wirabawa mengatakan, untuk swakelola, pihaknya khusus penanganan sampah dari DLHK ke desa lurah sudah dilakukan sesuai surat edaran sejak 1 Januari 2021. Yang mana desa/ lurah wajib memiliki swakelola. Diakuinya masih ada kekurangan dalam pelaksanaan dan akan melakukan evaluasi kembali.
“Namun, apabila desa lurah belum bisa melaksanakan Dinas LHK masih menyediakan kontainer dan TPSS di Kota Denpasar,” ungkapnya.
Sementara untuk pengelolaan sampah saat ini, pemerintah masih berupaya melaksanakan Pergub Nomor 47 bahwa pengolahan sampah saat ini dilakukan di sumber (rumah tangga). Saat ini, kata dia, sudah dilakukan beberapa desa di Kota Denpasar. Sehingga ke depannya sampah yang dibuang ke TPA hanya sampah residu.