KUTA SELATAN – Aparat pemerintah dan masyarakat Bali tampaknya belum “satu jalur” terkait mekanisme penanganan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang baru pulang dari luar negeri.
Imbasnya, gesekan antara PMI dan masyarakat kembali terjadi, Rabu (20/5) malam. Pekerja Kapal Pesiar Norwegian Joy, Ketut Sartika merasa kecewa dengan perlakuan Ketua Perumahan Raya Kampial yang menolak kedatangannya.
Meski berbekal Surat Keterangan Karantina dari Satpol PP Pemkab Buleleng bernomor 448/Satpol PP/V/2020 yang menyatakan telah menjalani
karantina di Denpasar dan menjalani pemeriksaan Real Time PCR Covid-19 di laboratorium sebanyak dua kali dengan hasil negatif, sang PMI tetap ditolak.
Istri PMI, Dwi Chandra Dewi menjelaskan suaminya bermaksud pulang ke kediamannya di Perumahan Raya Kampial Blok R, No. 5, Nusa Dua Badung pada Rabu (20/5) malam.
Sang PMI yang datang dengan menaiki taksi online melapor ke Posko Satgas Covid-19. Karena petugas di posko tak ada yang berani bertanggung jawab, PMI diarahkan ke rumah Ketua Lingkungan Perumahan.
Buntutnya, PMI Ketut Sartika diminta balik ke Buleleng sesuai dengan alamat yang tercantum di dalam KTP-nya.
“Suami saya disuruh balik lagi ke Buleleng dan saya juga tidak dikasih menjelaskan. Tidak juga dikasih menunjukan surat apapun.
Bahkan, ketika saya mau menelpon, Ketua Perumahan tidak mau nerimanya. Dengan alasan bukan masalah izin,” kata Dwi Chandra Dewi.
Akibat penolakan tersebut, Dwi mengajak suaminya pulang ke rumah bajangnya di Jalan Peninjoan Kampial, Badung.
“Sekarang saya ajak suami saya ke rumah bajang saya. Kebetulan tidak terlalu jauh dari perumahan tersebut,” tandasnya.
Sementara itu, pekerja migran Ketut Sartika menjelaskan, dirinya tiba di Bali pada Sabtu (16/5) lalu. Pukul 22.43 pihaknya langsung menuju ke Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Renon, Denpasar.
Dia datang untuk menjalani karantina selama tiga hari mulai tanggal 16-19 Mei 2020. Selanjutnya dipindahkan ke Hotel Quest di Jalan Mahendradata Denpasar selama dua hari.
Karena dua kali hasil Swab menunjukkan hasil negatif, dirinya disuruh melanjutkan karantina mandiri di rumah.
“Hasil Swab selama dua kali hasilnya negatif. Pertama hasil dari provinsi sudah keluar. Lalu dilempar ke kabupaten. Kemudian di cek lagi dan hasilnya keluar baru saya disuruh karantina mandiri,” jelasnya.
Keluarga PMI Ketut Sartika, Eka W. Sanjaya menyayangkan penolakan tersebut. Kepada RadarBali.id, ia menyebut Sartika idealnya diberikan kesempatan menjalani karantina mandiri di rumahnya sesuai dengan rekomendasi dari pihak yang berkompeten.
“Rencana awal Sartika akan melakukan karantina di rumahnya seorang diri. Istri dan anak-anaknya yang masih bayi sudah di rumah saya, Jalan Peninjoan Kampial.
Untuk karantina mandiri ke Buleleng juga bukan opsi baik sebab di sana banyak keluarga orang yang sudah berumur.
Makanya opsi untuk di perum sendirilah yang dianggap terbaik untuk menyelesaikan 9 hari karantina mandiri setelah dinyatakan negatif di Quest Hotel Denpasar,” ucapnya.
Sanjaya berharap tidak ada lagi penolakan PMI di mana pun. Lebih-lebih PMI tersebut sudah jelas dinyatakan negatif Covid-19 dan sehat berdasar beberapa kali tes.
Dirinya juga berharap keberadaan posko-posko pemeriksa di gerbang setiap perumahan tidak diskriminatif.
“Pengalaman pribadi saya, beberapa kali melintas di posko Perum Raya Kampial khususnya, hanya ada sejumlah orang berjaga. Tanpa ada pemeriksaan sama sekali.
Tapi adik saya yang mau jujur melaporkan diri malah tidak mendapat kesempatan untuk menjelaskan bahkan tidak ada kesempatan menunjukkan surat-surat dari pihak berwenang dan berkompeten,” tegasnya.