27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 7:44 AM WIB

NEWS UPDATE! Diuruk Batu Kapur, Warga Peminge Blokade Hotel Kempinski

NUSA DUA – Puluhan warga Desa Adat Peminge, Nusa Dua, melakukan blokade hotel baru bernama Apurva Kempinski yang berdiri di wilayah mereka, Jumat (30/11) siang.

Warga Peminge menutup pintu masuk hotel dengan batu kapur. Usai melakukan aksi, warga memilih bertahan.

Mereka duduk-duduk sambil menunggu keputusan dari pihak manajemen hotel terkait kuota tenaga kerja khusus untuk warga Desa Adat Peminge.

Desa Adat Peminge sendiri terdiri dari dua banjar, yakni Banjar Peminge dan Sawangan. Bendesa Adat Peminge I Made Warsa kepada Jawa Pos Radar Bali mengatakan,

aksi ini dilakukan lantaran tuntutan krama desa adat terhadap pihak hotel, tidak sesuai harapan. “Kami minta 30 persen, itu adalah hak masyarakat lokal Desa Adat Peminge,” kata Warsa.

Namun di sejumlah pertemuan, pihak desa adat tidak mendapat kepastian dari pihak manajemen hotel. Disebut-sebut, manajemen hotel tidak mempunyai bisnis plan ke depan.

“Makanya kami mempertanyakan sikap manajemen. Untuk apa mereka ada disini (Desa Adat Peminge)? Apalagi manajemen pengelola hotel notabene berskala internasional,” tuturnya.

Pihak desa ingin ada kepastian. Namun, sampai pertemuan terakhir, pihak hotel belum bisa memberikan kepastian untuk hal tersebut.

“Kami tidak bisa membendung masyarakat, karena masyarakat ingin kepastian kelanjutan hotel ini dan juga rekrutmen karyawan yang akan dipakai di hotel ini,” terangnya.

Pihaknya juga ingin tidak membicarakan persoalan outsoursing atau pihak ketiga. “Kami ini adalah masyarakat yang hidup di kawasan pariwisata, yang dulunya kami adalah petani laut.

Namun, kami mengikhlaskan tanah kami berdiri hotel, dengan harapan masyarakat kami bisa bekerja, mengais rezeki di hotel ini,” pungkasnya.

NUSA DUA – Puluhan warga Desa Adat Peminge, Nusa Dua, melakukan blokade hotel baru bernama Apurva Kempinski yang berdiri di wilayah mereka, Jumat (30/11) siang.

Warga Peminge menutup pintu masuk hotel dengan batu kapur. Usai melakukan aksi, warga memilih bertahan.

Mereka duduk-duduk sambil menunggu keputusan dari pihak manajemen hotel terkait kuota tenaga kerja khusus untuk warga Desa Adat Peminge.

Desa Adat Peminge sendiri terdiri dari dua banjar, yakni Banjar Peminge dan Sawangan. Bendesa Adat Peminge I Made Warsa kepada Jawa Pos Radar Bali mengatakan,

aksi ini dilakukan lantaran tuntutan krama desa adat terhadap pihak hotel, tidak sesuai harapan. “Kami minta 30 persen, itu adalah hak masyarakat lokal Desa Adat Peminge,” kata Warsa.

Namun di sejumlah pertemuan, pihak desa adat tidak mendapat kepastian dari pihak manajemen hotel. Disebut-sebut, manajemen hotel tidak mempunyai bisnis plan ke depan.

“Makanya kami mempertanyakan sikap manajemen. Untuk apa mereka ada disini (Desa Adat Peminge)? Apalagi manajemen pengelola hotel notabene berskala internasional,” tuturnya.

Pihak desa ingin ada kepastian. Namun, sampai pertemuan terakhir, pihak hotel belum bisa memberikan kepastian untuk hal tersebut.

“Kami tidak bisa membendung masyarakat, karena masyarakat ingin kepastian kelanjutan hotel ini dan juga rekrutmen karyawan yang akan dipakai di hotel ini,” terangnya.

Pihaknya juga ingin tidak membicarakan persoalan outsoursing atau pihak ketiga. “Kami ini adalah masyarakat yang hidup di kawasan pariwisata, yang dulunya kami adalah petani laut.

Namun, kami mengikhlaskan tanah kami berdiri hotel, dengan harapan masyarakat kami bisa bekerja, mengais rezeki di hotel ini,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/