AMLAPURA-Pandemi covid-19 yang berlangsung dalam kurun waktu dua tahun lebih, menjadi biang perceraian pasangan suami istri (Pasutri) di Kabupaten Karangasem. Sepanjang 2021, terdapat ratusan kasus perceraian. Pemicunya karena kesulitan ekonomi.
Data yang dimiliki Kelompok Peduli Anak dan Perempuan (KPPA) Karangasem, kasus perceraian terhadap pasutri yang ditangani mencapai 180 kasus sepanjang tahun 2021 lalu. “Itu data kasus perceraian yang kami tangani di Karangasem,” ujar Pengurus Bantuan Hukum KPPA Karangasem, Ni Nyoman Suparmi, Minggu (3/7).
Bahkan imbuh Suparmi, mengawali tahun 2022, pada bulan Januari lalu sudah ada 40 kasus perceraian yang ia tangani. Diakuinya, sejak pandemi covid-19 melanda, angka perceraian di Karangasem melesat sejak tahun 2020 dan 2021 lalu. “Disebabkan karena faktor kesulitan ekonomi akibat pandemi covid-19,” kata Suparmi.
Di tengah masa sulit itu, banyak pasutri yang frustasi akibat kehilangan penghasilan. Dari situ timbul berbagai masalah. Mulai dari perselingkuhan hingga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). “Awalnya curhat di media sosial soal kehidupan rumah tangga. Ketemu kenalan baru akhirnya pacaran. Dan ketahuan selingkuh hingga berujung perceraian,” terangnya.
Disinggung lebih banyak mana yang melakukan gugatan untuk berpisah, Suparmi menyebut hampir sama. Gugatan datang baik dari pihak laki-laki maupun perempuan. Dan itu terjadi hampir merata di semua Kecamatan di Karangasem.
“Memang kalau sudah soal ekonomi itu sensitif. Dan gampang sekali untuk jadi pemicu keretakan rumah tangga. Terlebih di masa pandemi yang serba sulit. Dari yang sebelumnya dapat penghasilan lumayan dan dihadapkan pada situasi sulit dengan penghasilan sangat jauh menurun, adalah pintu masuk masalah dalam rumah tangga,” jelasnya.
Untuk itu, kata dia, seharusnya di masa sulit para pasutri harus ekstra sabar dan mengerti keadaan. Misalnya ketika kondisi kesulitan ekonomi, harusnya bisa memahami. “Harus terbuka, jalin komunikasi yang baik. Apapun itu. Harus dibicarakan. Dan yang pasti tetap berusaha, meski harus bekerja kasar dari sebelumnya. Yang penting kerjanya tidak melanggar hukum. Dan sama-sama mengerti keadaan,” tandasnya. (zul)