TABANAN- Ada saja cara warga menyampaikan aspirasi soal ketidakbecusan pengelolaan sampah. Seperti yang terlihat di Banjar Adat Bengkel Kawan, Desa Bengkel, Kecamatan Kediri, Minggu (5/6). Warga memasang baliho bertuliskan kritik pedas.
Dalam baliho tersebut, warga menyindir soal pengelolaan sampah. Baliho itu berisi pesan duka cita terhadap mobil truk pengangkut sampah.
Pesan dalam baliho itu lengkapnya seperti ini, “Banjar Adat Bengkel Kawan Mengucapkan TURUT BERDUKA CITA ATAS MENINGGALNYA MOBIL SAMPAH INI.”
Kemudian, pesan duka cita itu disertai dengan doa. “Semoga amal baiknya dulu rutin mengangkut sampah dan menjaga kebersihan Banjar di terima Masyarakat dan mudah-mudahan dengan mukjizat Tuhan, Astungkara harapan kita segera diganti dengan Mobil Baru”.
Tak sampai disitu tulisan pesan dalam baliho diperjelas kembali. “APAKAH INI MIMPI !!? HANYA TUHAN YANG TAHU.
Soal muncul baliho yang mengkritisi pengelolaan sampah tersebut, Perbekel Bendesa Bengkel, I Nyoman Wahya Biantara membenarkan adanya baliho tersebut. “Memang benar ada. Tapi maksudnya kami tidak tahu,” ucapnya.
Wahya Biantara mengaku pengelolaan sampah di Desa Bengkel melalui Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R) sudah berjalan. “Cuma kami tidak memaksa warga untuk mengikuti layanannya. Tetapi kami terus mengedukasi masyarakat agar paham bahwa sekarang pengelolaan sampah berbasis sumber,” ujarnya.
Pengelolaan sampah yang dimaksud Wahya itu merujuk pada Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 47 Tahun 2019. Dengan berlakunya aturan ini, pengelolaan sampah tidak lagi diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA).
“Yang sudah ikut itu 70 dari 496 dapur. Kami baru jalan tiga bulan dengan model pengangkutan yang baru sesuai Pergub. Sudah hampir 20 persen selama tiga bulan,” jelas Wahya seraya menyebutkan bahwa pengangkutan sampah memanfaatkan angkutan motor bak.
Ia menjelaskan, layanan TPS3R di Desa Bengkel terdiri dari lima layanan dengan pola insentif dan disentif. “Bagi yang mau memilah bayarnya lebih murah. Yang tidak punya waktu memilah (sampah) bayarnya lebih mahal,” jelas Wahya.
Lima layanan tersebut, lanjutnya, bergantung dari jenis sampah yang dijemput petugas TPS3R. Misalnya, warga yang sudah memanfaatkan sampah organiknya di rumah, baik sampah dapur dan sampah halaman, hanya perlu buang residu.
“Untuk yang ikut paket residu saja dia bayar 15 ribu perbulan. Itu sama Rp 500 perhari. Kalau dia buang salah satu jenis sampah organik, misalnya organik basah atau kering, serta residu, dia bayar Rp 25 ribu perbulan. Kalau dia buang sampah organik basah, organik kering, dan residu, dia bayar Rp 30 ribu perbulan,” pungkasnya. (uli)