Sudah menjadi tradisi bagi warga Desa Pandak Gede, Kecamatan Kediri Tabanan menyambut Hari Raya Galungan dan Kuningan. Nampah kebo atau potong hewan kerbau rutin dilakukan meski saat ini perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan di tengah kondisi Pandemi Covid-19.
___
JULIADI, Tabanan
___
SUASANA suka cita menyambut Hari Raya Galungan dan Kuningan tampak terasa di Desa Pandak Gede, Kediri, Kabupaten Tabanan. Cara warga di sana menyambut Hari Raya Galungan agak berbeda.
Biasanya Umat Hindu di Bali memiliki menu utama olahan daging babi untuk dibuat berbagai macam olahan makanan. Seperti lawar, tum dan olahan makanan lainnya. Namun warga Desa Pandak Gede wajib harus menggunakan daging kerbau sebagai olahan makanan mereka. Daging kerbau juga dijadikan sebagai sarana banten saat persembahyangan Hari Raya Galungan digelar.
Warga Pandak Gede dua hari berturut (Minggu dan Senin) telah melakukan pemotongan hewan kerbau. Pemotongan secara ramai-ramai dilakukan di tanah lapang oleh warga. Usai dilakukan pemotongan kerbau selanjutnya daging kerbau dipotong-potong dibagikan kepada warga desa setempat.
Kepala Desa Pendak Gede I Gusti Ketut Artayasa mengaku nampah kebo jelang Hari Raya Galungan memang sudah menjadi kewajiban warga untuk terus-menerus merawat tradisi leluhur turun-temurun ini. Nampah kebo ini sudah ada puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu.
“Jadi kalau warga di sini (Pandak Gede), tanpa daging kebo tidak merasa Hari Raya Galungan. Di samping itu daging kebo juga dipakai warga sebagai banten, karena daging kerbau lebih suci dari babi. Itu kepercayaan daripada warga,” ungkapnya, saat dikonfirmasi, Selasa (13/4).
Dia melanjutkan tradisi nampah kerbau juga menurut warga lLantaran di desa pernah ada suatu kejadian yang aneh. Dulunya leluhur saat dalam Upacara Yadnya di desa warga memotong sapi.
Namun ketika itu warga yang mengkomsumsi daging sapi dengan berbagai olahan bukan dibuat sehat bugar, melainkan warga jatuh sakit. Mulai dari sakit perut hingga demam tinggi. Sehingga dari sanalah warga Pandak diwajibkan untuk memotong kerbau.
“Tradisi ini hingga saat ini terus dipertahankan warga desa. Dan menjauhkan warga untuk memotong sapi,” ujarnya.
Dia melanjutkan kendati pandemi Covid-19 tidak ada perbedaan nampah kebo. Nyaris sama dengan tahun sebelum pandemi. Warga tetap antusias untuk melaksanakan ini. Dari sisi jumlah kerbau yang dipotong tetap sebanyak 6 ekor. Dengan berat kerbau rata-rata per ekornya mencapai 500 kilogram.
Sejatinya untuk membeli 6 ekor kerbau dengan harga Rp 25-30 juta per ekornya mungkin saat pandemi ini warga tak mampu membeli. Lantaran harga yang begitu mahal. Akan tetapi menyiasati hal demikian jauh-jauh hari sebelum Hari Galungan warga urunan dengan masing-masing kepala keluarga (KK) mengeluarkan uang sebesar Rp 300 ribu. Uang Rp 300 ribu untuk kemudian dibayar dengan cara dicicil warga. Setelah terkumpul barulah dibeli kerbau.
“Karena dibayar degan cara dicicil sehingga tak memberatkan warga. Maka tak heran dari 8 banjar dinas yang ada di Desa Pandak Gede mampu membeli kerbau yang harganya puluhan juta rupiah tersebut. Dengan warga mendapat bagian daging kerbau 5-6 kilogram,” ungkapnya.
Momentum Hari Raya Galungan dan Kuningan yang juga bertepatan dengan Hari Bulan Suci Ramadhan secara umum warga berharap kondisi pulih normal kembali. Kemudian tradisi nampah kebo ini juga dapat dilestarikan oleh generasi berikutnya.