26.7 C
Jakarta
25 November 2024, 3:12 AM WIB

Fraksi Indonesia Raya Gianyar Tetap Usul Buka Tajen

GIANYAR – Sesuai janji, Ketua Fraksi Indonesia Raya DPRD Gianyar, Ngakan Ketut Putra, mengusulkan pembukaan tajen di forum resmi. Saat sidang paripurna, Selasa (18/10), Ngakan berharap tajen atau sabung ayam bisa dilegalkan di Bali.

“Sesuai dengan janji kami Fraksi Indonesia Raya dalam upaya untuk memperjuangkan tajen agar dilegalkan, tajen merupakan tradisi secara turun temurun dan salah kearifan lokal yang harus di pertahankan,” ujarnya, disambut sorakan dan aplaus ringan hadirin sidang.

Menurutnya, kenapa tajen harus dilegalkan di Bali? Kata Ngakan  karena terjadi perputaran ekonomi di daerah.“Artinya dalam satu arena tajen ada banyak menggantungkan hidupnya di dalamnya. Seperti penggalian dana adat untuk pembangunan infrastruktur adat,” ujar politisi asal Kecamatan Gianyar itu.

Selain  itu, ada perputaran ekonomi pedagang kuliner tradisional. “Seperti nasi lawar, babi guling dan sebagainya. Bahkan masyarakat kelas menengah ke bawah yang tidak memiliki skill di bidang industri juga bisa menggantungkan kelangsungan hidupnya dari arena tajen,” jelasnya.

Lanjut Ngakan Putra, masyarakat juga bisa berjualan ayam aduan, menjadi tukang asah taji dan tukang pasang taji.

Lebih lanjut dikatakan, dulu Pemerintah Propinsi Bali pernah mengeluarkan penyelenggaraan sabungan ayam.Melalui instruksi bersama Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Bali dan Pangdak XV Bali Nomor Pem.348/1/C/69. Nomor Pol. 13/9/1242/971/Res/69 tertanggal 4 Oktober 1969, terkait izin penyelenggaraan sabungan ayam dalam rangka pembangunan.

“Walaupun instruksi bersama tersebut sudah dicabut, hendaknya Pemerintah saat ini jangan melihat dari satu sudut pandang hukum, tetapi di sini suatu kekhususan diberikan terhadap Bali berkaitan tajen,” terangnya.

Selain itu, ada Bisama Sukawana dan Bisama Batuan,  mengenai penyelenggaraan ritual  tabuh rah. “Untuk itulah kami berharap pada forum Forkompinda Gianyar untuk bersama mempertahankan dan melegalkan tajen sebagai warisan budaya Bali,” pintanya.

Dia juga meminta Forkompinda Gianyar menyampaikan kepada Forkompinda Bali.  “Kiranya dapat mewujudkan hal tersebut, dimana arak Bali saja bisa dilegalkan kenapa tajen tidak dapat dilegalkan juga sebagai atraksi budaya,” ungkapnya.

Usai sidang, bupati Gianyar Made Mahayastra yang hadir menyatakan soal tajen adalah ranah yudikatif. “Karena penegakan adalah di ranah kepolisian. Namun ini buah pikiran, jangan dipandang positif negatif. Kalau direspons oleh pakar hukum, akademisi silakan,” ujar Mahayastra.

Lalu apa bedanya dengan turnamen maceki yang kerap diadakan di desa-desa? “Beda. Maceki adalah olahraga rekreasi, di bawah KONI. Ada poin, menang dapat hadiah. Sama dengan voli, sepakbola, ada piala,” ujarnya.

Di tempat terpisah, Ketua Garda Pejuang Penegak Aspirasi Rakyat (Gappar) Gianyar Ngakan Made Rai menyebut tajen sudah ada sebelum Indonesia merdeka. “Tidak ada yang melarang tabuh rah. Kecuali diselipi dengan judi,” ujar Rai.

Menurutnya, sepanjang tajen berafiliasi dengan judi akan berbenturan dengan Undang-undang atau peraturan di pusat. “Kalau misalnya akan dibuatkan Perda, atau ingin tajen dilegalkan, tidak boleh ada taruhan. Praktiknya selama ini kan tajen ada taruhan,” ujar LSM bidang hukum itu. (ib indra prasetia/radar bali)

 

GIANYAR – Sesuai janji, Ketua Fraksi Indonesia Raya DPRD Gianyar, Ngakan Ketut Putra, mengusulkan pembukaan tajen di forum resmi. Saat sidang paripurna, Selasa (18/10), Ngakan berharap tajen atau sabung ayam bisa dilegalkan di Bali.

“Sesuai dengan janji kami Fraksi Indonesia Raya dalam upaya untuk memperjuangkan tajen agar dilegalkan, tajen merupakan tradisi secara turun temurun dan salah kearifan lokal yang harus di pertahankan,” ujarnya, disambut sorakan dan aplaus ringan hadirin sidang.

Menurutnya, kenapa tajen harus dilegalkan di Bali? Kata Ngakan  karena terjadi perputaran ekonomi di daerah.“Artinya dalam satu arena tajen ada banyak menggantungkan hidupnya di dalamnya. Seperti penggalian dana adat untuk pembangunan infrastruktur adat,” ujar politisi asal Kecamatan Gianyar itu.

Selain  itu, ada perputaran ekonomi pedagang kuliner tradisional. “Seperti nasi lawar, babi guling dan sebagainya. Bahkan masyarakat kelas menengah ke bawah yang tidak memiliki skill di bidang industri juga bisa menggantungkan kelangsungan hidupnya dari arena tajen,” jelasnya.

Lanjut Ngakan Putra, masyarakat juga bisa berjualan ayam aduan, menjadi tukang asah taji dan tukang pasang taji.

Lebih lanjut dikatakan, dulu Pemerintah Propinsi Bali pernah mengeluarkan penyelenggaraan sabungan ayam.Melalui instruksi bersama Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Bali dan Pangdak XV Bali Nomor Pem.348/1/C/69. Nomor Pol. 13/9/1242/971/Res/69 tertanggal 4 Oktober 1969, terkait izin penyelenggaraan sabungan ayam dalam rangka pembangunan.

“Walaupun instruksi bersama tersebut sudah dicabut, hendaknya Pemerintah saat ini jangan melihat dari satu sudut pandang hukum, tetapi di sini suatu kekhususan diberikan terhadap Bali berkaitan tajen,” terangnya.

Selain itu, ada Bisama Sukawana dan Bisama Batuan,  mengenai penyelenggaraan ritual  tabuh rah. “Untuk itulah kami berharap pada forum Forkompinda Gianyar untuk bersama mempertahankan dan melegalkan tajen sebagai warisan budaya Bali,” pintanya.

Dia juga meminta Forkompinda Gianyar menyampaikan kepada Forkompinda Bali.  “Kiranya dapat mewujudkan hal tersebut, dimana arak Bali saja bisa dilegalkan kenapa tajen tidak dapat dilegalkan juga sebagai atraksi budaya,” ungkapnya.

Usai sidang, bupati Gianyar Made Mahayastra yang hadir menyatakan soal tajen adalah ranah yudikatif. “Karena penegakan adalah di ranah kepolisian. Namun ini buah pikiran, jangan dipandang positif negatif. Kalau direspons oleh pakar hukum, akademisi silakan,” ujar Mahayastra.

Lalu apa bedanya dengan turnamen maceki yang kerap diadakan di desa-desa? “Beda. Maceki adalah olahraga rekreasi, di bawah KONI. Ada poin, menang dapat hadiah. Sama dengan voli, sepakbola, ada piala,” ujarnya.

Di tempat terpisah, Ketua Garda Pejuang Penegak Aspirasi Rakyat (Gappar) Gianyar Ngakan Made Rai menyebut tajen sudah ada sebelum Indonesia merdeka. “Tidak ada yang melarang tabuh rah. Kecuali diselipi dengan judi,” ujar Rai.

Menurutnya, sepanjang tajen berafiliasi dengan judi akan berbenturan dengan Undang-undang atau peraturan di pusat. “Kalau misalnya akan dibuatkan Perda, atau ingin tajen dilegalkan, tidak boleh ada taruhan. Praktiknya selama ini kan tajen ada taruhan,” ujar LSM bidang hukum itu. (ib indra prasetia/radar bali)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/