SINGARAJA – Seluruh dinas di Kabupaten Buleleng, diminta membuat program pemberdayaan masyarakat yang terintegrasi. Sehingga upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan lebih cepat.
Angka kemiskinan di Buleleng memang mengalami peningkatan. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Buleleng, Pada tahun 2019 lalu angka kemiskinan di Buleleng sebenarnya telah mencapai angka 34.260 jiwa. Namun pada tahun 2020, angka kemiskinan perlahan meningkat. Saat itu angka kemiskinan naik menjadi 35.250 jiwa. Sementara pada tahun 2021, angka kemiskinan kembali meningkat menjadi 40.920 jiwa. Jumlah itu mencakup 6,12 persen dari penduduk Kabupaten Buleleng.
Kemarin (30/6), Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) merumuskan program untuk penanggulangan. Rapat dilangsungkan di Ruang Rapat Unit IV Kantor Bupati Buleleng. Rapat itu dibuka Wakil Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra, Sp.OG.
Sutjidra mengatakan, program penanggulangan kemiskinan tidak bisa dibebankan pada satu instansi semata. Ia meminta ada kerjasama lintas instansi untuk memberdayakan masyarakat. Dengan program yang terintegrasi, ia meyakini pengentasan kemiskinan bisa dilakukan lebih cepat.
Ia memberi contoh program pemberdayaan yang dilakukan di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak. Saat ini ada lima kementerian yang mengucurkan program di sebuah desa. Upaya itu ternyata efektif dalam penanggulangan kemiskinan.
“Upaya di Sumberklampok sangat bagus. Jadi beberapa kementerian kerjasama membawa program. Sehingga ekonominya tumbuh. Nah kita di Buleleng juga harus begitu. Jangan ada sektoral lagi,” kata Sutjidra.
Sementara itu Sekkab Buleleng Gede Suyasa mengatakan, pemerintah akan memetakan program-program pemberdayaan masyarakat. Kini Pemkab Buleleng memiliki pekerjaan rumah. Yakni menuntaskan kemiskinan ekstrem, sebagaimana amanat Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022. Kini di Buleleng ada sebanyak 3.470 keluarga dengan status kemiskinan ekstrem.
Suyasa mengklaim, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kini mulai melakukan identifikasi masalah. Sebab pemicu kemiskinan setiap keluarga sangat berbeda. Dengan identifikasi masalah, ia meyakini program yang akan digelontorkan ke masing-masing keluarga akan lebih tepat. “Pemicu kemiskinannya kan beda. Ada yang masalah hunian, sanitasi, kesehatan, ada juga akses ekonomi. Masalah ini yang harus diidentifikasi. Sehingga program yang diberikan benar-benar tepat sasaran dan bisa memberi daya ungkit agar kondisinya lebih berdaya,” demikian Suyasa. (eps)