32.8 C
Jakarta
21 November 2024, 15:41 PM WIB

Mimih! BBM Bersubsidi Langka di SPBU, Ternyata Melimpah di Eceran

SINGARAJA– Ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Buleleng terus menyusut. Anehnya pasokan BBM bersubsidi, khususnya pertalite, justru lebih mudah ditemukan di pedagang eceran. Kok bisa?

Setelah ditelisik, masyarakat pun menduga ada main mata antara pengelola SPBU dengan pedagang eceran. Diduga BBM bersubsidi diprioritaskan pada pengecer. Dampaknya subsidi energi untuk BBM justru lebih banyak dinikmati oleh pedagang eceran.

Seperti yang terlihat di SPBU simpang Desa Pengastulan. Tiap malam pembeli BBM yang menggunakan jerigen berdatangan memadati areal SPBU. Mereka mengisi bensin bersubsidi menggunakan jerigen berukuran besar. Ditengarai sebagian dari mereka adalah penjual BBM eceran.

Salah seorang warga Seririt, Made Mawa Adnyana mengungkapkan, hal itu lazim terjadi setiap malam. Biasanya mulai jam 20.00 malam antrean akan mengular di SPBU tersebut. Dalam waktu singkat pertalite akan habis. Dampaknya pengguna kendaraan bermotor akan diarahkan membeli Pertamax yang dijual lebih mahal. “Makanya kan aneh. Di eceran pertalite ada, tapi di SPBU itu antreannya panjang sekali. Yang kasihan kan yang memang benar-benar butuh,” katanya.

Hal itu ditengarai berdampak pada nelayan dan petani. Mereka harus membawa jerigen ke SPBU, karena tak mungkin membawa mesin tempel atau mesin traktor ke SPBU. “Habis ada pengiriman, besoknya pasti habis (di SPBU Pengastulan). Akhirnya yang mau beli pertalite tidak bisa, diarahkan beli pertamax. Kalau mau ya beli di eceran. Itu harganya ada yang Rp 11 ribu ada yang sampai Rp 12 ribu,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan I Gede Putra Aryana mengungkapkan, belakangan ini BBM bersubsidi memang terus langka. Dampaknya nelayan kerap mengeluh kesulitan mendapat BBM.

Padahal pihaknya telah menerbitkan rekomendasi pembelian BBM bersubsidi kepada nelayan. Rekomendasi itu terdiri dari 30 kolom yang digunakan untuk 30 kali pembelian, atau setara dengan penggunaan selama sebulan.

“Memang ada keluhan seperti itu. Kalau nelayan dan petani itu seberapa sih pakai BBM. Memang ada yang butuh sampai puluhan liter, karena melautnya jauh. Tapi kan hanya di beberapa tempat saja, seperti di Kubutambahan,” ujarnya.

Ia meminta agar pengelola SPBU memberi prioritas pada para nelayan dan petani. Selain itu pihaknya juga menghimbau agar nelayan dan petani tak menyalahgunakan rekomendasi yang diberikan untuk dijual kembali pada penyedia bensin eceran. (eps)

 

SINGARAJA– Ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Buleleng terus menyusut. Anehnya pasokan BBM bersubsidi, khususnya pertalite, justru lebih mudah ditemukan di pedagang eceran. Kok bisa?

Setelah ditelisik, masyarakat pun menduga ada main mata antara pengelola SPBU dengan pedagang eceran. Diduga BBM bersubsidi diprioritaskan pada pengecer. Dampaknya subsidi energi untuk BBM justru lebih banyak dinikmati oleh pedagang eceran.

Seperti yang terlihat di SPBU simpang Desa Pengastulan. Tiap malam pembeli BBM yang menggunakan jerigen berdatangan memadati areal SPBU. Mereka mengisi bensin bersubsidi menggunakan jerigen berukuran besar. Ditengarai sebagian dari mereka adalah penjual BBM eceran.

Salah seorang warga Seririt, Made Mawa Adnyana mengungkapkan, hal itu lazim terjadi setiap malam. Biasanya mulai jam 20.00 malam antrean akan mengular di SPBU tersebut. Dalam waktu singkat pertalite akan habis. Dampaknya pengguna kendaraan bermotor akan diarahkan membeli Pertamax yang dijual lebih mahal. “Makanya kan aneh. Di eceran pertalite ada, tapi di SPBU itu antreannya panjang sekali. Yang kasihan kan yang memang benar-benar butuh,” katanya.

Hal itu ditengarai berdampak pada nelayan dan petani. Mereka harus membawa jerigen ke SPBU, karena tak mungkin membawa mesin tempel atau mesin traktor ke SPBU. “Habis ada pengiriman, besoknya pasti habis (di SPBU Pengastulan). Akhirnya yang mau beli pertalite tidak bisa, diarahkan beli pertamax. Kalau mau ya beli di eceran. Itu harganya ada yang Rp 11 ribu ada yang sampai Rp 12 ribu,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan I Gede Putra Aryana mengungkapkan, belakangan ini BBM bersubsidi memang terus langka. Dampaknya nelayan kerap mengeluh kesulitan mendapat BBM.

Padahal pihaknya telah menerbitkan rekomendasi pembelian BBM bersubsidi kepada nelayan. Rekomendasi itu terdiri dari 30 kolom yang digunakan untuk 30 kali pembelian, atau setara dengan penggunaan selama sebulan.

“Memang ada keluhan seperti itu. Kalau nelayan dan petani itu seberapa sih pakai BBM. Memang ada yang butuh sampai puluhan liter, karena melautnya jauh. Tapi kan hanya di beberapa tempat saja, seperti di Kubutambahan,” ujarnya.

Ia meminta agar pengelola SPBU memberi prioritas pada para nelayan dan petani. Selain itu pihaknya juga menghimbau agar nelayan dan petani tak menyalahgunakan rekomendasi yang diberikan untuk dijual kembali pada penyedia bensin eceran. (eps)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/