27.2 C
Jakarta
1 Mei 2024, 5:27 AM WIB

Izin Pengembang Pemukiman & Perumahan Rakyat Mandeg, Himperra Protes

SINGARAJA-Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Buleleng melayangkan protes. Penyebabnya proses penerbitan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) terkesan lamban. Selain itu, ada komunikasi yang tersumbat, sehingga penerbitan izin terkesan mandeg.

 

Sejak April lalu, para pengembang mengaku mulai kesulitan mengurus izin PBG. Lazimnya PBG terbit paling lambat 28 hari kerja. Namun, beberapa pengembang mengaku kini sudah 3 bulan izin yang mereka ajukan tak kunjung terbit. Hingga kini ada 20 orang anggota asosiasi yang belum mengantongi izin PBG. Itu belum termasuk permohonan perorangan, yang diperkirakan mencapai 480 buah izin.

 

Ketua DPC Himperra Buleleng, Gede Agus Kristiawan mengatakan, pihaknya kini cukup kesulitan mengurus PBG. Beberapa anggota asosiasi mengadu bahwa izin mereka belum terbit. Ia menduga ada tumpang tindih peta tata ruang. Peta yang dimaksud adalah peta tata ruang kawasan dan peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Sehingga ada beberapa izin yang mandeg.

 

Ia mengaku menemukan beberapa kasus tersebut. “Di SHM yang diterbitkan Kantor Pertanahan, itu sudah boleh untuk pemukiman. Tapi ketika dibawa ke Dinas PU, mereka bilang lahan itu masuk LSD. Ini kan tidak nyambung. Kami juga tidak mau mengembangkan di tempat yang tidak sesuai tata ruang, apalagi sampai membangun perumahan di tanah LSD. Karena itu sama saja kami melabrak regulasi,” kata Agus saat ditemui di Singaraja Senin kemarin (4/7).

 

Ia menyatakan pengembang kini meminta kepastian penerbitan izin. Sebab cukup banyak alasan yang diterima pengembang. Mulai dari alasan server macet, mutasi operator, hingga proses pendidikan operator. Sehingga izin yang diajukan juga terkatung-katung.

 

“Kami minta jangan digantung. Kalau memang ada dokumen kami yang kurang, tolong diberi penjelasan. Supaya kami juga paham apa yang harus dilengkapi. Jangan hanya berhenti pada keterangan masih proses disposisi saja. Kami juga minta peta kawasan itu disosialisasikan, biar tidak ada overlapping peta. Di Pertanahan bilang boleh, di PU bilang tidak boleh,” tegasnya.

 

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng I Putu Adiptha Ekaputra membantah bila proses rekomendasi teknis di instansinya dianggap lamban. Ia mengklaim proses kajian teknis PBG di Buleleng merupakan proses tercepat di Bali. Bahkan masuk dalam jajaran tiga besar di Indonesia.

 

Ia tak menampik bila kini terjadi antrean kajian. Sebab dalam setidaknya ada 100 buah berkas PBG yang dikaji. Alhasil ia harus menambah operator verifikasi, dari semula 3 orang kini menjadi 10 orang.

 

“Kami juga verifikasi harus hati-hati. Apalagi ada regulasi baru soal LSD. Jadi pengusaha tidak boleh mengembangkan perumahan di atas sawah. Kami harus pastikan kondisi faktualnya, kalau sudah baru kami verifikasi. Jadi harus clean and clear dulu,” kata Adiptha.

 

Menurutnya ada beberapa regulasi baru yang harus dipenuhi pengembang dalam pengajuan PBG. Untuk kawasan perumahan misalnya. Harus disahkan oleh arsitek yang mengantongi Surat Keterangan Ahli (SKA). Sementara untuk bangunan gedung bertingkat, harus disahkan oleh ahli mekanikal, kelistrikan, dan perpipaan.

 

Khusus soal peta kawasan, ia mengaku akan membicarakan hal tersebut dengan Kantor Pertanahan Buleleng. “Kami sudah bahas ini dalam forum tata ruang bersama BPN. Prinsipnya kami sepakat agar proses verifikasi teknis harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai ada kekeliruan. Kami juga sebenarnya tidak mau lama-lama melakukan verifikasi. Karena semakin lama, semakin menumpuk permohonan itu,” tukas Adiptha. (eps)

 

SINGARAJA-Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Buleleng melayangkan protes. Penyebabnya proses penerbitan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) terkesan lamban. Selain itu, ada komunikasi yang tersumbat, sehingga penerbitan izin terkesan mandeg.

 

Sejak April lalu, para pengembang mengaku mulai kesulitan mengurus izin PBG. Lazimnya PBG terbit paling lambat 28 hari kerja. Namun, beberapa pengembang mengaku kini sudah 3 bulan izin yang mereka ajukan tak kunjung terbit. Hingga kini ada 20 orang anggota asosiasi yang belum mengantongi izin PBG. Itu belum termasuk permohonan perorangan, yang diperkirakan mencapai 480 buah izin.

 

Ketua DPC Himperra Buleleng, Gede Agus Kristiawan mengatakan, pihaknya kini cukup kesulitan mengurus PBG. Beberapa anggota asosiasi mengadu bahwa izin mereka belum terbit. Ia menduga ada tumpang tindih peta tata ruang. Peta yang dimaksud adalah peta tata ruang kawasan dan peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Sehingga ada beberapa izin yang mandeg.

 

Ia mengaku menemukan beberapa kasus tersebut. “Di SHM yang diterbitkan Kantor Pertanahan, itu sudah boleh untuk pemukiman. Tapi ketika dibawa ke Dinas PU, mereka bilang lahan itu masuk LSD. Ini kan tidak nyambung. Kami juga tidak mau mengembangkan di tempat yang tidak sesuai tata ruang, apalagi sampai membangun perumahan di tanah LSD. Karena itu sama saja kami melabrak regulasi,” kata Agus saat ditemui di Singaraja Senin kemarin (4/7).

 

Ia menyatakan pengembang kini meminta kepastian penerbitan izin. Sebab cukup banyak alasan yang diterima pengembang. Mulai dari alasan server macet, mutasi operator, hingga proses pendidikan operator. Sehingga izin yang diajukan juga terkatung-katung.

 

“Kami minta jangan digantung. Kalau memang ada dokumen kami yang kurang, tolong diberi penjelasan. Supaya kami juga paham apa yang harus dilengkapi. Jangan hanya berhenti pada keterangan masih proses disposisi saja. Kami juga minta peta kawasan itu disosialisasikan, biar tidak ada overlapping peta. Di Pertanahan bilang boleh, di PU bilang tidak boleh,” tegasnya.

 

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng I Putu Adiptha Ekaputra membantah bila proses rekomendasi teknis di instansinya dianggap lamban. Ia mengklaim proses kajian teknis PBG di Buleleng merupakan proses tercepat di Bali. Bahkan masuk dalam jajaran tiga besar di Indonesia.

 

Ia tak menampik bila kini terjadi antrean kajian. Sebab dalam setidaknya ada 100 buah berkas PBG yang dikaji. Alhasil ia harus menambah operator verifikasi, dari semula 3 orang kini menjadi 10 orang.

 

“Kami juga verifikasi harus hati-hati. Apalagi ada regulasi baru soal LSD. Jadi pengusaha tidak boleh mengembangkan perumahan di atas sawah. Kami harus pastikan kondisi faktualnya, kalau sudah baru kami verifikasi. Jadi harus clean and clear dulu,” kata Adiptha.

 

Menurutnya ada beberapa regulasi baru yang harus dipenuhi pengembang dalam pengajuan PBG. Untuk kawasan perumahan misalnya. Harus disahkan oleh arsitek yang mengantongi Surat Keterangan Ahli (SKA). Sementara untuk bangunan gedung bertingkat, harus disahkan oleh ahli mekanikal, kelistrikan, dan perpipaan.

 

Khusus soal peta kawasan, ia mengaku akan membicarakan hal tersebut dengan Kantor Pertanahan Buleleng. “Kami sudah bahas ini dalam forum tata ruang bersama BPN. Prinsipnya kami sepakat agar proses verifikasi teknis harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai ada kekeliruan. Kami juga sebenarnya tidak mau lama-lama melakukan verifikasi. Karena semakin lama, semakin menumpuk permohonan itu,” tukas Adiptha. (eps)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/