31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 11:32 AM WIB

Buat Sabun Mandi dari Sampah Organik, Bahannya hanya Buah-buahan

Kelompok masyarakat yang menamakan diri Kubu Ahong, di Desa Panji, berhasil mengembangkan produk unik dari sampah organik. Mulai dari pupuk organik cair, pestisida, hingga produk perawatan kulit.

 

Eka Prasetya, Buleleng

 

Gusti Ketut Arinadi, Ketua Kelompok Kubu Ahong menuturkan, produk perawatan itu harus dipilah sejak dari sumber. Hanya sampah organik berupa buah saja yang digunakan sebagai bahan baku. Biasanya berupa buah pisang, apel, dan jeruk. Buah-buahan itu mudah didapat, karena kerap digunakan sebagai banten.

 

Sampah kemudian melalui proses fermentasi selama 3 bulan. Setelah berfermentasi, sampah organik dicampur dengan beberapa bahan lain. Salah satunya lidah buaya.

 

“Ada beberapa bahan yang kami campur. Misalnya untuk sabun batang, biar mau padat dan berbuih, itu ada campurannya. Begitu juga biar ada aroma,” katanya.

Hingga kini ada beberapa produk perawatan yang dihasilkan. Di antaranya sabun batang, toner untuk penyegar wajah, serta sabun wajah.

 

Produk-produk itu diklaim lebih ramah lingkungan. Karena bahan dasarnya organik. Limbah yang dihasilkan pun masih bermanfaat untuk menyuburkan tanah.

 

“Misalnya sabun, air basuhan itu bukan memicu pencemaran. Malah bagus untuk kesuburan tanah. Selain itu cocok juga untuk kulit sensitive. Karena bahan dasar kami organik semua,” jelas Arinadi.’

 

Produk yang dibuat Kubu Ahong, kini dijual seharga Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per produk. Harga itu tergantung dari ukuran. Arinadi mengklaim harga itu lebih murah bila dibandingkan dengan produk-produk lain.

 

“Produk yang paling banyak dicari itu sabun wajah dan toner. Selain di Bali, produknya sudah kami pasarkan ke Jakarta dan Lombok,” imbuhnya.

 

Hingga kini, Arinadi mengklaim omzet yang dihasilkan mencapai Rp 45 juta sebulan. Ia mengaku capaian itu bukan hal yang mudah. Sebab belum banyak masyarakat yang bersedia menggunakan produk tersebut. Calon pembeli biasanya mundur teratur bila tahu produknya berbahan dasar dari sampah. Padahal bahan dasar yang digunakan adalah bahan pilihan.

 

“Kalau yang sudah paham, biasanya membeli. Karena untuk produk kecantikan, kami tidak mau main-main dengan bahan dasar. Supaya manfaatnya juga maksimal,” kata Arinadi.

 

Perbekel Panji, Made Mangku Ariawan mengatakan, saat ini ada beberapa komunitas yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan dan pengelolaan sampah. Kelompok Kubu Ahong merupakan salah satunya.

 

“Kami tahu betul, mereka jatuh bangun dalam pengembangan produk. Apalagi saat merintis itu. Kami bersyukur mereka bisa sudah bisa bergerak maju. Sehingga mereka juga ikut berkontribusi mengurangi timbunan sampah di desa, utamanya sampah organik. Karena dikelola untuk pupuk, pestisida, sampai produk kecantikan,” kata pria yang akrab disapa Mangku Panji itu.

 

Sementara itu, Regional CEO BRI Denpasar, Rudy Andimono mengungkapkan, BRI selalu mendukung UMKM untuk tumbuh dan berkembang. Terutama UMKM yang melakukan proses pelestarian dan daur ulang.

 

“UMKM yang bergerak di bidang ini memberikan dampak ganda. Di satu sisi dapat menggerakkan ekonomi masyarakat, di lain sisi juga menjaga kelestarian lingkungan. Kedepannya kami akan memberikan pendampingan yang lebih intens pada UMKM ini,” ujarnya. (Habis)

Kelompok masyarakat yang menamakan diri Kubu Ahong, di Desa Panji, berhasil mengembangkan produk unik dari sampah organik. Mulai dari pupuk organik cair, pestisida, hingga produk perawatan kulit.

 

Eka Prasetya, Buleleng

 

Gusti Ketut Arinadi, Ketua Kelompok Kubu Ahong menuturkan, produk perawatan itu harus dipilah sejak dari sumber. Hanya sampah organik berupa buah saja yang digunakan sebagai bahan baku. Biasanya berupa buah pisang, apel, dan jeruk. Buah-buahan itu mudah didapat, karena kerap digunakan sebagai banten.

 

Sampah kemudian melalui proses fermentasi selama 3 bulan. Setelah berfermentasi, sampah organik dicampur dengan beberapa bahan lain. Salah satunya lidah buaya.

 

“Ada beberapa bahan yang kami campur. Misalnya untuk sabun batang, biar mau padat dan berbuih, itu ada campurannya. Begitu juga biar ada aroma,” katanya.

Hingga kini ada beberapa produk perawatan yang dihasilkan. Di antaranya sabun batang, toner untuk penyegar wajah, serta sabun wajah.

 

Produk-produk itu diklaim lebih ramah lingkungan. Karena bahan dasarnya organik. Limbah yang dihasilkan pun masih bermanfaat untuk menyuburkan tanah.

 

“Misalnya sabun, air basuhan itu bukan memicu pencemaran. Malah bagus untuk kesuburan tanah. Selain itu cocok juga untuk kulit sensitive. Karena bahan dasar kami organik semua,” jelas Arinadi.’

 

Produk yang dibuat Kubu Ahong, kini dijual seharga Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per produk. Harga itu tergantung dari ukuran. Arinadi mengklaim harga itu lebih murah bila dibandingkan dengan produk-produk lain.

 

“Produk yang paling banyak dicari itu sabun wajah dan toner. Selain di Bali, produknya sudah kami pasarkan ke Jakarta dan Lombok,” imbuhnya.

 

Hingga kini, Arinadi mengklaim omzet yang dihasilkan mencapai Rp 45 juta sebulan. Ia mengaku capaian itu bukan hal yang mudah. Sebab belum banyak masyarakat yang bersedia menggunakan produk tersebut. Calon pembeli biasanya mundur teratur bila tahu produknya berbahan dasar dari sampah. Padahal bahan dasar yang digunakan adalah bahan pilihan.

 

“Kalau yang sudah paham, biasanya membeli. Karena untuk produk kecantikan, kami tidak mau main-main dengan bahan dasar. Supaya manfaatnya juga maksimal,” kata Arinadi.

 

Perbekel Panji, Made Mangku Ariawan mengatakan, saat ini ada beberapa komunitas yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan dan pengelolaan sampah. Kelompok Kubu Ahong merupakan salah satunya.

 

“Kami tahu betul, mereka jatuh bangun dalam pengembangan produk. Apalagi saat merintis itu. Kami bersyukur mereka bisa sudah bisa bergerak maju. Sehingga mereka juga ikut berkontribusi mengurangi timbunan sampah di desa, utamanya sampah organik. Karena dikelola untuk pupuk, pestisida, sampai produk kecantikan,” kata pria yang akrab disapa Mangku Panji itu.

 

Sementara itu, Regional CEO BRI Denpasar, Rudy Andimono mengungkapkan, BRI selalu mendukung UMKM untuk tumbuh dan berkembang. Terutama UMKM yang melakukan proses pelestarian dan daur ulang.

 

“UMKM yang bergerak di bidang ini memberikan dampak ganda. Di satu sisi dapat menggerakkan ekonomi masyarakat, di lain sisi juga menjaga kelestarian lingkungan. Kedepannya kami akan memberikan pendampingan yang lebih intens pada UMKM ini,” ujarnya. (Habis)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/