SINGARAJA– Laju inflasi di Kabupaten Buleleng terus meroket. Apabila tak segera dikendalikan, laju inflasi akan tumbuh lebih besar ketimbang pertumbuhan ekonomi. Sehingga berdampak terhadap kondisi ekonomi masyarakat.
Pada tahun 2022 ini, laju inflasi di Buleleng telah menyentuh angka 2,53 persen. Laju inflasi tertinggi terjadi pada bulan Maret lalu dengan angka 1,27 persen. Angka pertumbuhan inflasi itu sudah melampaui laju inflasi sepanjang 2021, yang hanya 2,39 persen.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Bali, Trisno Nugroho mengatakan, laju inflasi harus segera dikendalikan. Menurutnya ada beberapa komoditas yang menyebabkan inflasi tumbuh tinggi. Yakni komoditas cabai merah, cabai rawit, dan telur ayam.
Trisno mendesak pemerintah segera melakukan operasi pasar untuk mengendalikan harga. Apabila tak dilakukan langkah penanganan, mangka laju inflasi di Buleleng bisa melampaui angka 1 persen pada bulan Juni dan Juli mendatang.
“Bulan ini ada hari raya Galungan. Selain itu bulan Juni dan Juli juga peak season libur sekolah. Otomatis permintaan akan tumbuh. Jadi harus diyakinkan bahwa pasokan tersedia dan harga terkendali,” kata Trisno.
Langkah pengendalian harga dapat melibatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dengan upaya intervensi tersebut, praktis pasokan barang dan harga menjadi lebih terkendali.
Sementara itu Sekkab Buleleng Gede Suyasa mengatakan, pihaknya akan mengerahkan Perumda Pasar Argha Nayottama dan PD Swatantra untuk operasi pasar. Rencananya operasi pasar akan dilakukan pada pekan depan.
“Seandainya 15 persen saja kebutuhan masyarakat dikendalikan BUMD, maka harga bisa terkendali dan inflasi bisa ditekan. Apalagi perumda itu kan orientasinya bukan hanya bisnis, tapi juga menstabilkan ekonomi,” kata Suyasa.
Suyasa menegaskan, BUMD tak perlu khawatir dengan modal. Sebab perbankan siap memfasilitasi pinjaman. Pemerintah juga siap menyuntikkan penyertaan modal. “Saya rasa dari sisi keuangan tidak ada persoalan. Tinggal komitmen dan manajerial saja,” demikian Suyasa. (eps)