SINGARAJA– Insiden pembakaran rumah pecah di Desa Julah, Kecamatan Tejakula. Aksi kerja bakti yang tadinya berjalan damai, mendadak ricuh dan berujung pada pembakaran rumah. Aparat gabungan dari kepolisian dan TNI pun langsung membubarkan massa. Mencegah terjadinya rusuh lanjutan.
Kamis (9/6) pagi, krama Desa Adat Julah memang berencana melakukan kerja bakti di wilayah Banjar Dinas Batu Gambir. Tepatnya di atas tanah milik adat. Kerja bakti itu dipimpin Bendesa Adat Julah, Ketut Sidemen. Selain melakukan kerja bakti, mereka juga memasang pagar tanaman di sana.
Aksi itu sengaja dilakukan di wilayah tersebut. Lantaran tanah masuk dalam proses sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar pada 2020 lalu. Sebanyak dua orang warga, yakni I Made Sidia dan Wayan Darsana meminta agar pengadilan membatalkan 12 lembar Sertifikat Hak Milik (SHM) Desa Adat Julah, yang diterbitkan Kantor Pertanahan Buleleng. Sertifikat yang digugat adalah SHM Nomor 01263-01268, serta SHM Nomor 01295-01300.
Dalam perkara itu penggugat I Made Sidia dan Wayan Darsana kalah pada tingkat PTUN Denpasar, Pengadilan Tinggi TUN Surabaya, dan Mahkamah Agung. Kini keduanya tengah mengajukan proses peninjauan kembali (PK).
Nah, pada pagi hari krama melakukan pembersihan di sana. Awalnya mereka melakukan persembahyangan. Selanjutnya Bendesa Adat membacakan silsilah kepemilikan lahan tersebut dari sisi adat.
Bendesa Ketut Sidemen menyatakan tanah tersebut merupakan tanah tegak jro milik Desa Adat Julah. Hal itu dikuatkan dengan sejarah prasasti pada tahun 1923. Belakangan tanah itu didaftarkan sebagai SHM komunal pada tahun 2018. Ia juga menyatakan PTUN telah menolak permohonan yang diajukan penggugat.
Namun belum selesai silsilah dibacakan, tiba-tiba suasana sudah ricuh.
Sejumlah oknum melemparkan batu ke rumah yang dihuni Sahrudin, 26. Dia adalah petani penggarap yang dipekerjakan I Made Sidia. Selain dilempari batu, rumah juga dibakar. Selain itu kandang sapi juga dirusak. Sebanyak tiga ekor sapi milik I Made Sidia dilepaskan.
Saat dikonfirmasi, Bendesa Adat Julah Ketut Sidemen mengaku tak mengetahui pasti peristiwa perusakan itu. “Saya tidak tahu persis kejadiannya. Tiba-tiba sudah ada suara lemparan, kemudian sudah terbakar. Massa sudah ramai,” kata Sidemen.
Menurutnya tanah itu sejak dulu dikuasai desa adat. Sejak tahun 1997, tanah dikelola oleh seorang petani penggarap bernama Ahsan Ahsari yang tinggal di wilayah Batu Gambir. Tiap tahun dia selalu menyetorkan hasil bumi pada desa adat. Belakangan Ahsan Ahsari meninggal dunia, sehingga pengelolaan terhenti.
“Kemudian datang orang yang baru tinggal di Batu Gambir. Saya tidak tahu asal usulnya seperti apa. Katanya tanah itu milik dia,” kata Sidemen.
Saat itu pihaknya tak ambil pusing. Karena telah mengantongi SHM. Pada 2020, desa adat dipanggil memenuhi sidang di PTUN Denpasar. Dalam berbagai tingkat persidangan, pengadilan menolak gugatan tersebut. “Jadi tetap dinyatakan itu tanah adat. Itu tanah bersejarah,” tegasnya.
Sementara itu, Kapolsek Tejakula AKP Ida Bagus Astawa mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait hal tersebut. Polisi menyatakan telah menerima laporan dari Syahrudin yang menjadi korban perusakan rumah.
“Tadi kami sudah lakukan pengamanan di lokasi. Laporan sudah diterima. Rencananya kasus akan kami limpahkan ke polres,” kata Astawa. (eps)