34 C
Jakarta
20 April 2024, 16:48 PM WIB

Al Quran Tua Ditulis Keturunan Raja, Sampul dari Kulit Lembu India

Keunikan Masjid Agung Jami’ Singaraja bukan hanya dari sisi arsitektur saja. Di masjid itu juga tersimpan sebuah Al Quran kuno.

Al Quran itu ditulis menggunakan tangan oleh I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi, salah seorang keturunan Raja Buleleng pertama, I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti yang memutuskan menjadi mualaf dan memeluk agama Islam.

 

EKA PRASETYA, Singaraja

AL QURAN itu diduga sudah ditulis pada tahun 1820-an. I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi menulis Al Quran saat menuntut ilmu keagamaan pada gurunya yang bernama Muhammad Yusuf Saleh.

Al Quran itu ditulis secara perlahan tatkala I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi menuntut ilmu di Masjid Keramat Kuno.

Pada masa itu, mendapatkan kertas dan tinta bukan perkara mudah. Kertas untuk menulis ayat-ayat suci, diimpor dari Belanda.

Sementara sampul Al Quran terbuat dari kulit lembu yang diimpor dari India. Sedangkan tinta terbuat dari pepohonan yang saat itu banyak ditemukan di sekitar Masjid Keramat Kuna.

Dengan tekun Jelantik Celagi menulis Al Quran dengan menggunakan tangan. Ayat demi ayat. Surat demi surat. Juz demi juz.

Hingga Al Quran dengan panjang 33 centimeter dan lebar 21,5 centimeter itu tuntas ditulis. Sebanyak 6.236 ayat, 114 surat, dan 30 juz ditulis rapi dengan tangan.

Ketika Masjid Agung Jami’ berdiri, Jelantik Celagi memboyong Al Quran tulisan tangan miliknya ke masjid tersebut. Hingga kini Al Quran itu masih tersimpan rapi di masjid.

Setiap bulan pengurus masjid melakukan perawatan dengan menaburkan bubuk ketumbar. Al Quran itu kini lebih banyak tersimpan dalam kotak kaca, sangat jarang dibaca.

Menurut Humas Ta’mir Masjid Agung Jami’ Singaraja Muhammad Agil, Al Quran dengan tulis tangan itu kini tinggal satu-satunya. Setidaknya di wilayah Kelurahan Kampung Kajanan.

“Kalau jaman dulu banyak ada Al Quran tulisan tangan. Tapi hari ini, setahu saya ya tinggal Al Quran yang disimpan di masjid ini.

Al Quran ini juga istimewa karena ditulis langsung oleh keturunan Raja Buleleng yang memutuskan menjadi mualaf. Sehingga kami merasa ini penting dirawat dan dilestarikan,” ungkapnya.

Agil mengatakan, umat tetap mengenang keberadaan masjid itu sebagai pemberian raja. Hal itu pun tercermin dari nama masjid.

Konon nama Agung diambil dari nama raja I Gusti Ngurah Ketut Jlantik atau Anak Agung Padang yang menghibahkan lahan untuk masjid. Sementara nama Jami’ berarti bersama.

“Bagi kami nama masjid ini bermakna bahwa masjid ini merupakan masjid bersama pemberian raja,” demikian Agil. (*)

 

 

Keunikan Masjid Agung Jami’ Singaraja bukan hanya dari sisi arsitektur saja. Di masjid itu juga tersimpan sebuah Al Quran kuno.

Al Quran itu ditulis menggunakan tangan oleh I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi, salah seorang keturunan Raja Buleleng pertama, I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti yang memutuskan menjadi mualaf dan memeluk agama Islam.

 

EKA PRASETYA, Singaraja

AL QURAN itu diduga sudah ditulis pada tahun 1820-an. I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi menulis Al Quran saat menuntut ilmu keagamaan pada gurunya yang bernama Muhammad Yusuf Saleh.

Al Quran itu ditulis secara perlahan tatkala I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi menuntut ilmu di Masjid Keramat Kuno.

Pada masa itu, mendapatkan kertas dan tinta bukan perkara mudah. Kertas untuk menulis ayat-ayat suci, diimpor dari Belanda.

Sementara sampul Al Quran terbuat dari kulit lembu yang diimpor dari India. Sedangkan tinta terbuat dari pepohonan yang saat itu banyak ditemukan di sekitar Masjid Keramat Kuna.

Dengan tekun Jelantik Celagi menulis Al Quran dengan menggunakan tangan. Ayat demi ayat. Surat demi surat. Juz demi juz.

Hingga Al Quran dengan panjang 33 centimeter dan lebar 21,5 centimeter itu tuntas ditulis. Sebanyak 6.236 ayat, 114 surat, dan 30 juz ditulis rapi dengan tangan.

Ketika Masjid Agung Jami’ berdiri, Jelantik Celagi memboyong Al Quran tulisan tangan miliknya ke masjid tersebut. Hingga kini Al Quran itu masih tersimpan rapi di masjid.

Setiap bulan pengurus masjid melakukan perawatan dengan menaburkan bubuk ketumbar. Al Quran itu kini lebih banyak tersimpan dalam kotak kaca, sangat jarang dibaca.

Menurut Humas Ta’mir Masjid Agung Jami’ Singaraja Muhammad Agil, Al Quran dengan tulis tangan itu kini tinggal satu-satunya. Setidaknya di wilayah Kelurahan Kampung Kajanan.

“Kalau jaman dulu banyak ada Al Quran tulisan tangan. Tapi hari ini, setahu saya ya tinggal Al Quran yang disimpan di masjid ini.

Al Quran ini juga istimewa karena ditulis langsung oleh keturunan Raja Buleleng yang memutuskan menjadi mualaf. Sehingga kami merasa ini penting dirawat dan dilestarikan,” ungkapnya.

Agil mengatakan, umat tetap mengenang keberadaan masjid itu sebagai pemberian raja. Hal itu pun tercermin dari nama masjid.

Konon nama Agung diambil dari nama raja I Gusti Ngurah Ketut Jlantik atau Anak Agung Padang yang menghibahkan lahan untuk masjid. Sementara nama Jami’ berarti bersama.

“Bagi kami nama masjid ini bermakna bahwa masjid ini merupakan masjid bersama pemberian raja,” demikian Agil. (*)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/