27.8 C
Jakarta
14 Desember 2024, 5:24 AM WIB

Upaya Desa Galungan di Kecamatan Sawan, Buleleng Mengelola Ekowisata

Desa di Kabupaten Buleleng kini berlomba-lomba mengoptimalkan sektor pariwisata. Desa Galungan salah satunya. Aparatur di pemerintahan desa, kini tengah menggali potensi wisata air terjun di wilayah mereka. Kunjungan ke wilayah itu akan dilakukan dengan pola ekowisata.

 

Eka Prasetya, Buleleng

 

DESA Galungan selama ini dikenal sebagai desa agraris. Nyaris 80 persen penduduknya adalah petani. Ada yang menggarap sawah, ada pula yang menggarap lahan perkebunan cengkih.

 

Di tengah kehidupan agraris itu, masyarakat kini mengintip peluang baru. Yakni sektor pariwisata. Sektor ini diharapkan dapat memberikan dorongan ekonomi bagi desa.

 

Pariwisata yang digarapan adalah pariwisata berbasis alam. Yakni wisata Air Terjun Tanah Putih. Air terjun ini sebenarnya sudah dikenal oleh masyarakat setempat. Hanya saja tak pernah dipromosikan pada masyarakat luas di luar desa.

 

Air terjun itu terletak di dalam kawasan hutan. Hanya beberapa masyarakat yang mengetahui keberadaan air terjun tersebut. Biasanya masyarakat yang kerap masuk hutan guna berburu madu, telah mengenali lokasinya.

 

Sejak 2010, pihak desa mengajukan permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD). Akhirnya Kementerian Kehutanan memberikan izin pengelolaan hutan desa seluas 712 hektare. Di dalam kawasan hutan desa itu, terdapat air terjun.

 

Untuk menuju Air Terjun Tanah Putih, pengunjung harus berjalan sejauh sekitar 4 kilometer. Tidak ada akses bagi kendaraan bermotor. Akses sengaja dibuat untuk jalur pejalan kaki. Sehingga pengunjung bisa melakukan tracking. Sekaligus menikmati suasana persawahan dan perkebunan.

 

“Kami sudah promosikan dari 4 tahun yang lalu. Memang lokasi ini untuk wisata minat khusus. Karena berada di dalam kawasan hutan. Jadi harus diakses dengan jalan kaki. Sudah ada jalur yang disiapkan ke sana,” kata Perbekel Galungan, I Nyoman Suksema.

 

Saat awal dikenalkan, kunjungan ke lokasi tersebut sangat diminati wisatawan mancanegara. Di mata wisatawan, kunjungan itu ibarat sambil menyelam minum air.

 

“Mereka dapat sensasi tracking dan melihat pemandangan desa, kemudian garis akhirnya itu di air terjun. Sudah ada puluhan wisatawan mancanegara yang ke sini. Tapi karena pandemi, akhrinya mandeg,” ungkapnya.

 

Masa pandemi, kata Suksema, menjadi momentum bagi pemerintahan desa melakukan penataan. Selama setahun terakhir, pihak desa mulai melakukan penataan infrastruktur jalan serta telajakan di sepanjang jalan. Sehingga pengunjung lebih nyaman.

 

Lebih lanjut Suksema menuturkan, ada sejumlah pantangan yang harus diperhatikan pengunjung saat berwisata ke sana. Pengunjung harus memperhatikan norma kesopanan. Selain itu pengunjung yang sedang dalam kondisi sebel dan cuntaka, tidak diizinkan berkunjung ke sana.

 

“Di sana lokasi sakral. Ada pura yang sangat dijaga masyarakat kami. Sebelum masuk air terjun, pengunjung harus sembahyang dulu. Kalau keyakinannya berbeda, bisa mengajak pemandu dari warga setempat. Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” katanya.

 

Hingga kini pihak desa belum menentukan tarif masuk ke lokasi air terjun tersebut. Pengunjung hanya ditarik sumbangan sukarela yang diserahkan pada pengelola kawasan. (*)

 

Desa di Kabupaten Buleleng kini berlomba-lomba mengoptimalkan sektor pariwisata. Desa Galungan salah satunya. Aparatur di pemerintahan desa, kini tengah menggali potensi wisata air terjun di wilayah mereka. Kunjungan ke wilayah itu akan dilakukan dengan pola ekowisata.

 

Eka Prasetya, Buleleng

 

DESA Galungan selama ini dikenal sebagai desa agraris. Nyaris 80 persen penduduknya adalah petani. Ada yang menggarap sawah, ada pula yang menggarap lahan perkebunan cengkih.

 

Di tengah kehidupan agraris itu, masyarakat kini mengintip peluang baru. Yakni sektor pariwisata. Sektor ini diharapkan dapat memberikan dorongan ekonomi bagi desa.

 

Pariwisata yang digarapan adalah pariwisata berbasis alam. Yakni wisata Air Terjun Tanah Putih. Air terjun ini sebenarnya sudah dikenal oleh masyarakat setempat. Hanya saja tak pernah dipromosikan pada masyarakat luas di luar desa.

 

Air terjun itu terletak di dalam kawasan hutan. Hanya beberapa masyarakat yang mengetahui keberadaan air terjun tersebut. Biasanya masyarakat yang kerap masuk hutan guna berburu madu, telah mengenali lokasinya.

 

Sejak 2010, pihak desa mengajukan permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD). Akhirnya Kementerian Kehutanan memberikan izin pengelolaan hutan desa seluas 712 hektare. Di dalam kawasan hutan desa itu, terdapat air terjun.

 

Untuk menuju Air Terjun Tanah Putih, pengunjung harus berjalan sejauh sekitar 4 kilometer. Tidak ada akses bagi kendaraan bermotor. Akses sengaja dibuat untuk jalur pejalan kaki. Sehingga pengunjung bisa melakukan tracking. Sekaligus menikmati suasana persawahan dan perkebunan.

 

“Kami sudah promosikan dari 4 tahun yang lalu. Memang lokasi ini untuk wisata minat khusus. Karena berada di dalam kawasan hutan. Jadi harus diakses dengan jalan kaki. Sudah ada jalur yang disiapkan ke sana,” kata Perbekel Galungan, I Nyoman Suksema.

 

Saat awal dikenalkan, kunjungan ke lokasi tersebut sangat diminati wisatawan mancanegara. Di mata wisatawan, kunjungan itu ibarat sambil menyelam minum air.

 

“Mereka dapat sensasi tracking dan melihat pemandangan desa, kemudian garis akhirnya itu di air terjun. Sudah ada puluhan wisatawan mancanegara yang ke sini. Tapi karena pandemi, akhrinya mandeg,” ungkapnya.

 

Masa pandemi, kata Suksema, menjadi momentum bagi pemerintahan desa melakukan penataan. Selama setahun terakhir, pihak desa mulai melakukan penataan infrastruktur jalan serta telajakan di sepanjang jalan. Sehingga pengunjung lebih nyaman.

 

Lebih lanjut Suksema menuturkan, ada sejumlah pantangan yang harus diperhatikan pengunjung saat berwisata ke sana. Pengunjung harus memperhatikan norma kesopanan. Selain itu pengunjung yang sedang dalam kondisi sebel dan cuntaka, tidak diizinkan berkunjung ke sana.

 

“Di sana lokasi sakral. Ada pura yang sangat dijaga masyarakat kami. Sebelum masuk air terjun, pengunjung harus sembahyang dulu. Kalau keyakinannya berbeda, bisa mengajak pemandu dari warga setempat. Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” katanya.

 

Hingga kini pihak desa belum menentukan tarif masuk ke lokasi air terjun tersebut. Pengunjung hanya ditarik sumbangan sukarela yang diserahkan pada pengelola kawasan. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/