25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:24 AM WIB

Tradisi Mejaran-Jaranan Masuk Nominasi, Optimistis Bisa Ditetapkan WBTB Nasional

SINGARAJA – Kabupaten Buleleng dikenal kaya dengan permainan tradisional dan tradisi. Sejumlah tradisi telah ditetapkan sebagai WBTB tingkat nasional. Tahun ini Dinas Kebudayaan Buleleng kembali mengusulkan sejumlah tradisi sebagai WBTB.

Catatan Jawa Pos Radar Bali ada lima tradisi yang diusulkan sebagai WBTB nasional. Yakni meamuk-amukan di Desa Padangbulia, sokok base di Desa Pegayaman, sampi gerumbungan, serta makanan khas gula aren di Desa Pedawa.

Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Bali kemudian melakukan proses kurasi. Dari lima tradisi itu, satu tradisi diantaranya diusulkan pada TACB di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Yakni mejaran-jaranan. Tradisi ini terdapat di Desa Adat Banyuning dan Desa Adat Beratan Samayaji.

Kemarin (28/9) TACB Kemendikbud melakukan sidang penetapan WBTB. Proses sidang itu dilakukan secara daring. Disbud Buleleng mengikuti pertemuan itu di Ruang Rapat Kepala Dinas Kebudayaan.

Dalam proses penetapan itu, relatif tak ada catatan yang disampaikan oleh TACB Kemendikbud. Satu-satunya adalah perubahan nama. Dari semula usulan Tradisi Mejaran-jaranan, menjadi Mejaran-jaranan Buleleng.

Kepala Bidang Sejarah dan Cagar Budaya Komang Widarma mengaku optimistis bila tradisi itu akan ditetapkan sebagai WBTB. “Dalam proses sidang itu tidak ada catatan. Hanya perubahan nama saja. Tadi juga sudah dijawab dan disanggupi oleh Kepala Dinas Kebudayaan Bali,” kata Widarma.

Rasa optimistis itu tumbuh, sebab tak ada catatan krusial yang disampaikan TACB Kemendikbud. “Kami tinggal menunggu pengumuman penetapan saja. Kemungkinan dalam beberapa minggu kedepan sudah ada penetapan dari Kemendikbud,” ujarnya.

Sementara empat usulan WBTB lainnya, masih perlu disempurnakan. Ada beberapa catatan yang harus dibenahi. Diantaranya uraian sejarah, pelaksanaan kegiatan, rangkaian tahapan, serta program nyata pewarisan budaya.

“Jadi empat usulan WBTB yang belum berhasil lolos ke nasional, akan kami usulkan kembali tahun depan. Sekaligus kami lengkapi catatannya,” jelas Widarma.

Sementara itu tokoh masyarakat Desa Adat Banyuning, Nyoman Suardika mengatakan, tradisi mejaran-jaranan dilakukan di Pura Gede Pemayun. Tradisi itu masuk dalam rangkaian piodalan di pura, yang jatuh pada rahina Buda Kliwon Ugu dalam kalender Bali. Biasanya tradisi dilakukan pada akhir dudonan piodalan, sebagai tanda rasa syukur bahwa piodalan sudah berjalan labda karya.

Dalam proses permainan, ada sepuluh orang truna yang dibagi ke dalam dua tim. Masing-masing tim terdiri atas lima orang. Selanjutnya empat orang truna akan mengusung seorang temannya. Selanjutnya orang yang diusung akan berusaha menjatuhkan lawannya. Siapa yang berhasil menjatuhkan, maka dia akan jadi pemenang.

“Permainan ini diambil dari symbol hewan kuda atau jaran. Jadi secara filosofis hewan itu sebagai simbol indria yang harus dikendalikan,” ungkapnya. (eka prasetya/rid)

 

SINGARAJA – Kabupaten Buleleng dikenal kaya dengan permainan tradisional dan tradisi. Sejumlah tradisi telah ditetapkan sebagai WBTB tingkat nasional. Tahun ini Dinas Kebudayaan Buleleng kembali mengusulkan sejumlah tradisi sebagai WBTB.

Catatan Jawa Pos Radar Bali ada lima tradisi yang diusulkan sebagai WBTB nasional. Yakni meamuk-amukan di Desa Padangbulia, sokok base di Desa Pegayaman, sampi gerumbungan, serta makanan khas gula aren di Desa Pedawa.

Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Bali kemudian melakukan proses kurasi. Dari lima tradisi itu, satu tradisi diantaranya diusulkan pada TACB di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Yakni mejaran-jaranan. Tradisi ini terdapat di Desa Adat Banyuning dan Desa Adat Beratan Samayaji.

Kemarin (28/9) TACB Kemendikbud melakukan sidang penetapan WBTB. Proses sidang itu dilakukan secara daring. Disbud Buleleng mengikuti pertemuan itu di Ruang Rapat Kepala Dinas Kebudayaan.

Dalam proses penetapan itu, relatif tak ada catatan yang disampaikan oleh TACB Kemendikbud. Satu-satunya adalah perubahan nama. Dari semula usulan Tradisi Mejaran-jaranan, menjadi Mejaran-jaranan Buleleng.

Kepala Bidang Sejarah dan Cagar Budaya Komang Widarma mengaku optimistis bila tradisi itu akan ditetapkan sebagai WBTB. “Dalam proses sidang itu tidak ada catatan. Hanya perubahan nama saja. Tadi juga sudah dijawab dan disanggupi oleh Kepala Dinas Kebudayaan Bali,” kata Widarma.

Rasa optimistis itu tumbuh, sebab tak ada catatan krusial yang disampaikan TACB Kemendikbud. “Kami tinggal menunggu pengumuman penetapan saja. Kemungkinan dalam beberapa minggu kedepan sudah ada penetapan dari Kemendikbud,” ujarnya.

Sementara empat usulan WBTB lainnya, masih perlu disempurnakan. Ada beberapa catatan yang harus dibenahi. Diantaranya uraian sejarah, pelaksanaan kegiatan, rangkaian tahapan, serta program nyata pewarisan budaya.

“Jadi empat usulan WBTB yang belum berhasil lolos ke nasional, akan kami usulkan kembali tahun depan. Sekaligus kami lengkapi catatannya,” jelas Widarma.

Sementara itu tokoh masyarakat Desa Adat Banyuning, Nyoman Suardika mengatakan, tradisi mejaran-jaranan dilakukan di Pura Gede Pemayun. Tradisi itu masuk dalam rangkaian piodalan di pura, yang jatuh pada rahina Buda Kliwon Ugu dalam kalender Bali. Biasanya tradisi dilakukan pada akhir dudonan piodalan, sebagai tanda rasa syukur bahwa piodalan sudah berjalan labda karya.

Dalam proses permainan, ada sepuluh orang truna yang dibagi ke dalam dua tim. Masing-masing tim terdiri atas lima orang. Selanjutnya empat orang truna akan mengusung seorang temannya. Selanjutnya orang yang diusung akan berusaha menjatuhkan lawannya. Siapa yang berhasil menjatuhkan, maka dia akan jadi pemenang.

“Permainan ini diambil dari symbol hewan kuda atau jaran. Jadi secara filosofis hewan itu sebagai simbol indria yang harus dikendalikan,” ungkapnya. (eka prasetya/rid)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/