27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 6:55 AM WIB

Data Kemiskinan Amburadul, Dinsos Buleleng Buat Puskessos

SINGARAJA – Dinas Sosial Buleleng memilih membentuk Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskessos). Lembaga adhoc ini dibentuk untuk menyikapi masalah amburadulnya data kemiskinan di desa. Data yang amburadul itu pun berdampak pada penyaluran bantuan yang tak tepat sasaran.

Sebenarnya pemerintah telah membuka peluang pembaruan data kemiskinan. Peluang itu bahkan dibuka sebanyak empat kali dalam setahun. Namun faktanya data kemiskinan di desa tak kunjung valid.

Kepala Dinas Sosial Buleleng I Putu Kariaman Putra mengatakan, Kementerian Sosial sudah membuka peluang verifikasi dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebanyak 4 kali dalam setahun. DTKS itu pula yang menjadi basis data kemiskinan rujukan pemerintah. Sehingga saat ada bantuan yang dikucurkan oleh pemerintah, maka penerimanya adalah warga yang tercantum dalam DTKS.

Meski telah diberi kesempatan melakukan verifikasi dan validasi data sebanyak 4 kali dalam setahun, data masih saja amburadul. “Ya mestinya kan valid. Tapi faktanya baru 35 persen saja yang diverifikasi secara berkala. Sisanya itu masih data lama (data tahun 2011),” kata Kariaman saat ditemui di Wantilan Praja Winangun Kantor Bupati Buleleng, Kamis (1/10).

Kariaman menyebut data yang tidak valid, tak pelak menimbulkan masalah sosial di masyarakat. Terutama pada masa pandemi ini. Masyarakat kerap pakrimik (bisik-bisik) karena penerima bantuan tak tepat sasaran. Padahal bantuan itu memang menyasar warga yang tercantum dalam DTKS. Sementara data itu bersumber dari proses verifikasi dan validasi aparat di desa maupun kelurahan.

Karena sistem itu tak berjalan, Dinsos memilih membentuk lembaga Puskessos. “Lembaga ini akan membantu proses verifikasi dan validasi data. Di sana ada pendamping PKH dan TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan). Manakala desa kesulitan melakukan pembaruan data, maka ini akan dibantu. Supaya masyarakat yang miskin dan rentan miskin benar-benar masuk dalam data kemiskinan ini,” tegasnya.

Ia pun meminta agar desa dan kelurahan benar-benar melangsungkan musyawarah di desa. Musyawarah dilakukan secara berkala tiap tiga bulan sekali. Selain itu disiapkan pula Sistem Layanan Rujukan Terpadu. Sehingga keluhan masyarakat terkait masalah kesejahteraan sosial bisa segera disikapi.

Sementara itu Sekkab Buleleng Gede Suyasa tak menampik bahwa data kemiskinan masih menjadi masalah. Suyasa menyebut ada warga miskin yang tidak masuk dalam DTKS. Selain itu ada warga yang sudah tak lagi miskin, namun masih berada dalam DTKS.

“Ini kan berdampak pada bantuan yang diberikan pada pemerintah. Contohnya bantuan KIS. Kalau DTKS ini bersih dan rapi, warga miskin bisa kami alihkan kepesertaannya ke bantuan APBN. Sehingga tidak terlalu membebani keuangan daerah. Intinya kalau DTKS ini sudah kuat, semua bantuan bisa disalurkan tepat sasaran,” tukas Suyasa.

SINGARAJA – Dinas Sosial Buleleng memilih membentuk Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskessos). Lembaga adhoc ini dibentuk untuk menyikapi masalah amburadulnya data kemiskinan di desa. Data yang amburadul itu pun berdampak pada penyaluran bantuan yang tak tepat sasaran.

Sebenarnya pemerintah telah membuka peluang pembaruan data kemiskinan. Peluang itu bahkan dibuka sebanyak empat kali dalam setahun. Namun faktanya data kemiskinan di desa tak kunjung valid.

Kepala Dinas Sosial Buleleng I Putu Kariaman Putra mengatakan, Kementerian Sosial sudah membuka peluang verifikasi dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebanyak 4 kali dalam setahun. DTKS itu pula yang menjadi basis data kemiskinan rujukan pemerintah. Sehingga saat ada bantuan yang dikucurkan oleh pemerintah, maka penerimanya adalah warga yang tercantum dalam DTKS.

Meski telah diberi kesempatan melakukan verifikasi dan validasi data sebanyak 4 kali dalam setahun, data masih saja amburadul. “Ya mestinya kan valid. Tapi faktanya baru 35 persen saja yang diverifikasi secara berkala. Sisanya itu masih data lama (data tahun 2011),” kata Kariaman saat ditemui di Wantilan Praja Winangun Kantor Bupati Buleleng, Kamis (1/10).

Kariaman menyebut data yang tidak valid, tak pelak menimbulkan masalah sosial di masyarakat. Terutama pada masa pandemi ini. Masyarakat kerap pakrimik (bisik-bisik) karena penerima bantuan tak tepat sasaran. Padahal bantuan itu memang menyasar warga yang tercantum dalam DTKS. Sementara data itu bersumber dari proses verifikasi dan validasi aparat di desa maupun kelurahan.

Karena sistem itu tak berjalan, Dinsos memilih membentuk lembaga Puskessos. “Lembaga ini akan membantu proses verifikasi dan validasi data. Di sana ada pendamping PKH dan TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan). Manakala desa kesulitan melakukan pembaruan data, maka ini akan dibantu. Supaya masyarakat yang miskin dan rentan miskin benar-benar masuk dalam data kemiskinan ini,” tegasnya.

Ia pun meminta agar desa dan kelurahan benar-benar melangsungkan musyawarah di desa. Musyawarah dilakukan secara berkala tiap tiga bulan sekali. Selain itu disiapkan pula Sistem Layanan Rujukan Terpadu. Sehingga keluhan masyarakat terkait masalah kesejahteraan sosial bisa segera disikapi.

Sementara itu Sekkab Buleleng Gede Suyasa tak menampik bahwa data kemiskinan masih menjadi masalah. Suyasa menyebut ada warga miskin yang tidak masuk dalam DTKS. Selain itu ada warga yang sudah tak lagi miskin, namun masih berada dalam DTKS.

“Ini kan berdampak pada bantuan yang diberikan pada pemerintah. Contohnya bantuan KIS. Kalau DTKS ini bersih dan rapi, warga miskin bisa kami alihkan kepesertaannya ke bantuan APBN. Sehingga tidak terlalu membebani keuangan daerah. Intinya kalau DTKS ini sudah kuat, semua bantuan bisa disalurkan tepat sasaran,” tukas Suyasa.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/