NEGARA– Harga kedelai mulai naik setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Naiknya harga kedelai ini dikeluhkan pengusaha tempe dan tahu. Tidak hanya bahan baku ini, bahan lain untuk produksi juga naik. Sehingga, harga tempe dan tahu juga naik.
Seperti diungkapkan Nurhadi, salah satu pembuat tahu dan tempe di Kelurahan Lelateng, Jembrana. Harga kedelai awalnya Rp 11 ribu, kini naik menjadi Rp 13 ribu per kilogram. Bahkan sempat menyentuh harga Rp 15 ribu per kilogram. “Harga kedelai naiknya setelah BBM naik,” ungkapnya.
Ia mengatakan, kedelai impor sebagai bahan utama pembuatan tempe dan tahu. Untuk menekan biaya produksi, kedelai lokal yang lebih murah dicampur dengan kedelai impor. Karena jenis kedelai impor merupakan kedelai dengan kualitas bagus, ukuran lebih besar, berbeda dengan kedelai lokal yang lebih kecil.
Menurutnya, pembuatan tempe dan tahu memang yang bagus mencampur antara kedelai lokal dan kedelai impor. “Hasilnya juga cukup bagus. Kalau campur,” imbuhnya.
Hanya karena kenaikan BBM tentu dampak yang lain ikut pula naik. Karena selain kenaikan kedelai sebagai bahan baku, dampak kenaikan BBM juga mengerek harga kebutuhan produksi yang lain. Seperti kayu bakar dan bahan lain untuk kebutuhan produksi juga naik. Bahkan pekerjanya juga berharap upahnya naik, karena kebutuhan rumah tangga yang juga naik.
Gegara kenaikan harga kedelai, produksi setiap harinya dikurangi. Biasanya sehari produksi Rp 80 kilogram tempe dan tahu, karena kedelai mahal dikurangi separuhnya. Saat ini hanya produksi 30 kg hingga 50 kg, baik tempe maupun tahu. “Pasrah saja kenaikan harga kedelai, karena mahal kedelainya produksi tahu dan tempe dikurangi,” jelasnya.
Harga jual tempe dan tahu juga dinaikkan. Namun, hanya bisa menaikkan harga Rp 1.000 setiap kemasan siap jual. Namun dari segi ukuran tempe dan tahu tidak berubah untuk menjaga kualitas. “Tidak berani mengubah ukuran, biar pelanggan tidak kecewa,” tandasnya. (bas)