DENPASAR – Upaya Gubernur Bali Wayan Koster melegalisasi arak harus melewati banyak tahapan.
Salah satunya harus mendapat sertifikasi untuk mendapatkan izin edar dari Balai Badan Pengawas dan Obat Makanan (BBPOM) Denpasar.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Denpasar I Gusti Ayu Adhi Aryapatni mengatakan, BBPOM ikut dalam tim menjadi bagian dari registrasi produk dan sertifikasi.
“Legalisasi arak, kami ikut tim disana. Artinya fokus di izin edar. Kalau arak ini petani nanti akan dikumpulkan menjadi bahan baku di industri
di GMP (Good Manufacturing Practices) memenuhi syarat memiliki izin nanti didaftarkan produk lokal,” ucapnya.
Menurutnya, BBPOM bertugas dalam bagian registrasi produk, serta sertifikasi tak bisa di Dinas kesehatan seperti rumah tangga.
Ditekankan minuman alkohol wajib memunhi persyaratan CPMB (Cara Produksi Makanan Yang Baik).
Jadi, dalam produksi arak ini petani hanya berperan membuat bahan baku bukan pemegang izin edar.
Untuk izin edar itu satu sebagai wadah, jadi dia yang mengumpulkan bahan baku dari para petani.
“Kan ada bapak asuh (perantara) di petani arak,” ucapnya. Namun, di sisi lain bisa saja petani memiliki izin edar jika memiliki alat-alat produksi dan memenuhi syarat dari BBPOM.
“Kalau memenuhi syarat nggak masalah mampu nggak menyediakan alat produksi. Saat mereka didaftarkan sebagai produk.
Entah namanya apa. Bahan baku petani arak dikumpulkan. Izin edarnya didaftarkan produknya dia,” ujarnya.
Sebelum dilontarkan legalisasi arak, BBPOM sudah pernah menguji arak di tiga kabupaten di Bali, yaitu di Buleleng, Karangasem dan Tabanan.
Jumlah sampelnya sekitar 20. Untuk hasilnya tidak ditemukan arak mengandung metanol. Hanya saja kadar alkohol yang berbeda. “Kadar alkohol beda-beda kemudian metanol tidak ada,” pungkasnya.