28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:20 AM WIB

9 Hektare Rumput Laut di Nusa Penida Diserang Ice-ice

SEMARAPURA – Budidaya rumput laut di Kecamatan Nusa Penida kembali bergairah setelah beberapa tahun terakhir ditinggalkan lantaran serangan ice-ice dan pesatnya perkembangan industri pariwisata di Nusa Penida.

Ada sekitar 200 orang warga Nusa Penida yang menggeluti sektor ini sejak beberapa bulan terakhir.

Hanya saja di tengah kembalinya gairah warga Nusa Penida melakukan budidaya, rumput laut kembali diserang ice-ice dan gulma sehingga tidak bisa berkembang dan busuk.

Ketua Kelompok Petani Rumput Laut Segara Raksa, Desa Lembongan, I Wayan Suwarbawa, menuturkan,

saat ini ada sebanyak 200 orang yang menggeluti budidaya rumput laut di Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida.

Meski hanya menjadi pekerjaan sampingan, luasan budidaya rumput laut di Nusa Ceningan dan Lembongan sekitar 12 hektare dari potensi luasan sekitar 80 hektare.

“Warga yang menggeluti budidaya rumput laut ini masih menjadikan sekotor pariwisata sebagai sumber utama pendapatan.

Sementara budidaya rumput laut dijadikan sebagai pekerjaan sampingan. Untuk antisipasi jika sewaktu-waktu industri pariwisata tidak lagi menggeliat,” terangnya.

Hanya saja, sekitar 75 persen dari total luasan budidaya rumput laut Nusa Ceningan dan Lembongan atau sekitar 9 hektare diserang ice-ice dan gulma sejak Desember 2019 hingga saat ini.

Akibat diserang ice-ice dan gulma, rumput laut yang dibudidayakan tidak berkembang dan juga mengalami kebusukan.

Dengan adanya peristiwa itu, pembudidaya rumput laut mengalami kerugian sekitar Rp 5 juta – Rp 6 juta per 5 are luasan budidaya rumput laut.

“Untuk bibit 5 are luasan budidaya saja sekitar Rp 2 juta. Sementara untuk harga jual rumput laut kering sekitar Rp 18 ribu – Rp 20 ribu per kilogram. Masa panen rumput laut itu sekitar 45 hari,” bebernya.

Meski begitu, pembudidaya rumput laut masih tetap merawat rumput lautnya dengan harapan ice-ice dan gulma berhenti menyerang dan kondisi rumput laut kembali membaik.

Jika berhenti dibudidayakan, pembudidaya harus kembali membeli bibit. “Setidaknya untuk biaya pembelian bibit baru tidak terlalu besar.

Serangan ice-ice dan gulma ini tidak menentu. Namun, lebih sering saat musim hujan,” jelas Suwarbawa.

Lebih lanjut diungkapkannya, rumput laut di Nusa Ceningan dan Lembongan biasanya dijual ke Tiongkok, Surabaya, Amerika dan sejumlah negara lainnya.

Berkaitan dengan wabah virus korona di Tiongkok yang menyebabkan penerbangan dari dan menuju Tiongkok ditutup sementara waktu, menurutnya, harga rumput laut masih normal.

Namun dia mengaku ada rasa kekhawatiran harga jual rumput laut akan turun. Itu lantaran harga jual rumput laut di sejumlah daerah di luar Bali sudah mengalami penurunan menjadi Rp 14 ribu per kilogram.

“Saya khawatir kalau harga jual rumput laut turun, warga Nusa Penida kembali meninggalkan budidaya rumput laut,” tandasnya.

SEMARAPURA – Budidaya rumput laut di Kecamatan Nusa Penida kembali bergairah setelah beberapa tahun terakhir ditinggalkan lantaran serangan ice-ice dan pesatnya perkembangan industri pariwisata di Nusa Penida.

Ada sekitar 200 orang warga Nusa Penida yang menggeluti sektor ini sejak beberapa bulan terakhir.

Hanya saja di tengah kembalinya gairah warga Nusa Penida melakukan budidaya, rumput laut kembali diserang ice-ice dan gulma sehingga tidak bisa berkembang dan busuk.

Ketua Kelompok Petani Rumput Laut Segara Raksa, Desa Lembongan, I Wayan Suwarbawa, menuturkan,

saat ini ada sebanyak 200 orang yang menggeluti budidaya rumput laut di Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida.

Meski hanya menjadi pekerjaan sampingan, luasan budidaya rumput laut di Nusa Ceningan dan Lembongan sekitar 12 hektare dari potensi luasan sekitar 80 hektare.

“Warga yang menggeluti budidaya rumput laut ini masih menjadikan sekotor pariwisata sebagai sumber utama pendapatan.

Sementara budidaya rumput laut dijadikan sebagai pekerjaan sampingan. Untuk antisipasi jika sewaktu-waktu industri pariwisata tidak lagi menggeliat,” terangnya.

Hanya saja, sekitar 75 persen dari total luasan budidaya rumput laut Nusa Ceningan dan Lembongan atau sekitar 9 hektare diserang ice-ice dan gulma sejak Desember 2019 hingga saat ini.

Akibat diserang ice-ice dan gulma, rumput laut yang dibudidayakan tidak berkembang dan juga mengalami kebusukan.

Dengan adanya peristiwa itu, pembudidaya rumput laut mengalami kerugian sekitar Rp 5 juta – Rp 6 juta per 5 are luasan budidaya rumput laut.

“Untuk bibit 5 are luasan budidaya saja sekitar Rp 2 juta. Sementara untuk harga jual rumput laut kering sekitar Rp 18 ribu – Rp 20 ribu per kilogram. Masa panen rumput laut itu sekitar 45 hari,” bebernya.

Meski begitu, pembudidaya rumput laut masih tetap merawat rumput lautnya dengan harapan ice-ice dan gulma berhenti menyerang dan kondisi rumput laut kembali membaik.

Jika berhenti dibudidayakan, pembudidaya harus kembali membeli bibit. “Setidaknya untuk biaya pembelian bibit baru tidak terlalu besar.

Serangan ice-ice dan gulma ini tidak menentu. Namun, lebih sering saat musim hujan,” jelas Suwarbawa.

Lebih lanjut diungkapkannya, rumput laut di Nusa Ceningan dan Lembongan biasanya dijual ke Tiongkok, Surabaya, Amerika dan sejumlah negara lainnya.

Berkaitan dengan wabah virus korona di Tiongkok yang menyebabkan penerbangan dari dan menuju Tiongkok ditutup sementara waktu, menurutnya, harga rumput laut masih normal.

Namun dia mengaku ada rasa kekhawatiran harga jual rumput laut akan turun. Itu lantaran harga jual rumput laut di sejumlah daerah di luar Bali sudah mengalami penurunan menjadi Rp 14 ribu per kilogram.

“Saya khawatir kalau harga jual rumput laut turun, warga Nusa Penida kembali meninggalkan budidaya rumput laut,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/