RadarBali.com – Kualitas tenaga kerja (naker) Indonesia patut digenjot jika tak ingin jadi penonton saat era perdagangan bebas berjalan seperti sekarang.
Pasalnya, sejak diberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 lalu, naker Indonesia termasuk Bali dianggap tak layak bersaing.
Bahkan, di Bali justru beberapa naker dari negara-negara Asean mampu mengisi jabatan strategis di beberapa industri pariwisata. Sementara naker lokal hanya menjadi penonton di kandang sendiri.
Fakta itu disampaikan Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Bali Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra kepada Jawa Pos Radar Bali, Jumat (18/8) kemarin.
Alit menyebut, berdasar hasil survei naker sejak era MEA berlaku, Indonesia menempati urutan ke tujuh.
Padahal sebelumnya, kata dia, Indonesia berada di urutan kelima dari 10 negara MEA. “Naker kita tidak bisa bersaing.
Terbukti dari peringkat. Harus ada perbaikan dari pemangku kebijakan untuk lebih mendorong persaingan di tingkat SDM,” sebutnya.
Lebih lanjut, kata Alit, ada beberapa kendala yang terjadi untuk meningkatkan kualitas SDM. Mulai dari kesulitan berinteraksi, kurangnya skill atau kemampuan yang dimiliki para pekerja serta daya komunikasi yang terbatas akibat terkendala bahasa.
Tak hanya pekerja, investor asal Indonesia, Bali khususnya tidak mampu bersaing. “Terbukti, investor di beberapa negara Asean tidak ada pemiliknya orang Bali. Jadi seolah hanya jago kandang saja,” bebernya.
Mantan Ketua KADIN Badung ini menuturkan, di Bali banyak pekerja dari negara Asean seperti Filipina, Vietnam, dan Singapura.
Mereka membanjiri Bali sejak dua tahun lalu. Mereka mengisi beberapa jabatan strategis mulai dari kelas manager hingga direktur dalam industri pariwisata di Bali.
“Ini karena kurangnya perhatian dari pemerintah. Makanya pemerintah harus merangkul organisasi pemuda atau para naker lainnya untuk digenjot pelatihan dan jiwa kepemimpinan,” tutur Alit.