29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:39 AM WIB

PENTING! Peredaran Uang Asing Tinggi, KUVPA Wajib Ajukan Kuota ke BI

DENPASAR – Peredaran uang kertas asing (UKA) yang cukup masif dikhawatirkan dapat berdampak terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah.

Melalui aturan Peraturan Nomor 20/2/PBI/2018 tentang Perubahan PBI Nomor 19/7/PBI/2017 pada 5 Maret 2018 terkait pembawaan uang kertas asing ke dalam dan ke luar daerah pabean Indonesia.

Dalam aturan itu, kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bukan bank atau money changer yang membawa UKA lebih dari Rp 1 miliar wajib mengajukan izin kuota ke Bank Indonesia (BI).

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Teguh Setiadi mengatakan, lahirnya aturan itu berdasar kajian BI selama tiga tahun menemukan aktivitas dan volume peredaran UKA cukup signifikan.

Hanya saja, pihaknya belum mengetahui berapa jumlah peredaran UKA di Indonesia maupun di Bali.

“Angkanya justru itu kami belum mengetahui. Cuma berdasarkan kajian angkanya cukup besar, mudahan dengan adanya aturan ini pengajuan izin kuota bisa mengetahui lebih akurat,” ujar Teguh Setiadi kemarin.

Sejatinya, pembawaan UKA ini tidak masalah, selama ada keperluan. Misalnya, kegiatan usaha seperti money changer untuk memenuhi kebutuhan nasabah atau sektor bisnis lain.

“Kami hanya ingin jumlah angka berapa. Makanya kebijakannya setiap membawa UKA di Atas Rp 1 miliar harus mengajukan izin kuota ke BI,” bebernya.

Selama ini, untuk perbankan yang membawa UKA di atas Rp 1 miliar telah melakukan pelaporan di OJK. “Kalau money changer lapornya kepada BI,” terangnya.

Sejak peraturan ini diberlakukan pada 3 September lalu, di Bali sendiri dari total 121 KUVPA, baru satu perusahaan yang telah mengajukan izin.

“Yang lainnya ada yang proses, dan tanya-tanya. Makanya sosialisasi ini harus perlahan dilakukan,” kata Teguh.

Peredaran UKA yang cukup masif ini selain memberi dampak terhadap nilai tukar rupiah, ini juga dimanfaatkan untuk money laundry (pencucian uang).

Dampak dari aturan ini diharapkan bisa mengukur volume atau jumlah UKA. “Lalulintas seperti apa, kalau sudah bisa dipetakan jumlahnya nanti kita bisa memberikan kebijakan,” tuturnya.

 

DENPASAR – Peredaran uang kertas asing (UKA) yang cukup masif dikhawatirkan dapat berdampak terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah.

Melalui aturan Peraturan Nomor 20/2/PBI/2018 tentang Perubahan PBI Nomor 19/7/PBI/2017 pada 5 Maret 2018 terkait pembawaan uang kertas asing ke dalam dan ke luar daerah pabean Indonesia.

Dalam aturan itu, kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bukan bank atau money changer yang membawa UKA lebih dari Rp 1 miliar wajib mengajukan izin kuota ke Bank Indonesia (BI).

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Teguh Setiadi mengatakan, lahirnya aturan itu berdasar kajian BI selama tiga tahun menemukan aktivitas dan volume peredaran UKA cukup signifikan.

Hanya saja, pihaknya belum mengetahui berapa jumlah peredaran UKA di Indonesia maupun di Bali.

“Angkanya justru itu kami belum mengetahui. Cuma berdasarkan kajian angkanya cukup besar, mudahan dengan adanya aturan ini pengajuan izin kuota bisa mengetahui lebih akurat,” ujar Teguh Setiadi kemarin.

Sejatinya, pembawaan UKA ini tidak masalah, selama ada keperluan. Misalnya, kegiatan usaha seperti money changer untuk memenuhi kebutuhan nasabah atau sektor bisnis lain.

“Kami hanya ingin jumlah angka berapa. Makanya kebijakannya setiap membawa UKA di Atas Rp 1 miliar harus mengajukan izin kuota ke BI,” bebernya.

Selama ini, untuk perbankan yang membawa UKA di atas Rp 1 miliar telah melakukan pelaporan di OJK. “Kalau money changer lapornya kepada BI,” terangnya.

Sejak peraturan ini diberlakukan pada 3 September lalu, di Bali sendiri dari total 121 KUVPA, baru satu perusahaan yang telah mengajukan izin.

“Yang lainnya ada yang proses, dan tanya-tanya. Makanya sosialisasi ini harus perlahan dilakukan,” kata Teguh.

Peredaran UKA yang cukup masif ini selain memberi dampak terhadap nilai tukar rupiah, ini juga dimanfaatkan untuk money laundry (pencucian uang).

Dampak dari aturan ini diharapkan bisa mengukur volume atau jumlah UKA. “Lalulintas seperti apa, kalau sudah bisa dipetakan jumlahnya nanti kita bisa memberikan kebijakan,” tuturnya.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/