29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:37 AM WIB

Pasokan Seret, Pemprov Pengeng Atasi Daging Ayam Meroket

RadarBali.com – Pemprov Bali ikut pengeng mengatasi harga daging ayam yang terus meroket selama sepekan terakhir.

Saat ini, di harga daging ayam potong atau ayam broiler yang dijual di pasar tembus Rp 38.900. Sebelumnya harga daging ayam berkisar Rp 33.000 – Rp 34.000.

Tidak hanya pemerintah yang pusing, para penjual daging ayam pun ikut gigit jari. “Sudah seminggu ini saya sulit dapat pasokan ayam. Katanya sih ayamnya sekarang langka, jadinya mahal,” ujar Dedi Setiawan, salah satu pedagang ayam di Pasar Dauhpala, Tabanan, kemarin (20/8).

Dedi menyebut harga ayam yang tinggi justru memberatkan pedagang. Sebab, pedagang cukup kesulitan menjual kepada konsumen.

Namun, Dedi merasa heran karena harga ayam potongan pabrik bisa dijual murah di pasar.  Sementara pemotong tradisional kesulitan mendapatkan pasokan ayam.

“Ya, bisa dikatakan kami semua seminggu ini gigit jari,” imbuh pria asal Bandung, Jawa Barat itu.

Sementara itu, Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, drh. Nata Kusuma tak menyangkal jika harga ayam tinggi.

“Ketersediaan daging yang berasal dari unggas menyangkut persoalan yang sangat kompleks,” ujar Kusuma dalam sebuah acara di Lapangan Renon, Denpasar.

Dijelaskan, ada sejumlah faktor yang memicu lonjakan harga daging ayam broiler di tingkat konsumen.

Di antaranya, menurunnya pasokan indukan bibit ayam potong. Selain itu, isu flu burung pada periode Juni hingga Juli 2017, membuat pemerintah mengurangi pupulasi indukan ayam potong hingga tiga juta ekor.

Hal ini berimplikasi pada penurunan jumlah telur tetas dan ketersediaan DOC (Day Old Chick atau anak ayam umur sehari).

Akibatnya, pasokan daging ayam potong di pasaran mengalami defisit sehingga berpengaruh pada harga jual di tingkat konsumen.

Menurut Kusuma, kebutuhan daging ayam di Bali 4.430 ton/bulan. Namun, produksinya baru mencapai 3.780 ton/bulan yang dihasilkan 4,5 juta ekor DOC.

Nah, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, idealnya Bali memperoleh 5,2 ekor juta DOC setiap bulannya.

Guna mengatasi persoalan ini, Kusuma mengklaim telah melakukan koordinasi dengan para pihak yang berkaitan dengan produksi ayam potong.

Pihaknya terus melakukan komunikasi dengan pihak supplier, pemotong dan peternak mandiri.

“Kami tak bisa fokus hanya pada jumlah produksi saja. Tapi, kesehatan hewan juga menjadi prasyarat utama agar daging yang beredar memenuhi standar kesehatan,” tukasnya.

RadarBali.com – Pemprov Bali ikut pengeng mengatasi harga daging ayam yang terus meroket selama sepekan terakhir.

Saat ini, di harga daging ayam potong atau ayam broiler yang dijual di pasar tembus Rp 38.900. Sebelumnya harga daging ayam berkisar Rp 33.000 – Rp 34.000.

Tidak hanya pemerintah yang pusing, para penjual daging ayam pun ikut gigit jari. “Sudah seminggu ini saya sulit dapat pasokan ayam. Katanya sih ayamnya sekarang langka, jadinya mahal,” ujar Dedi Setiawan, salah satu pedagang ayam di Pasar Dauhpala, Tabanan, kemarin (20/8).

Dedi menyebut harga ayam yang tinggi justru memberatkan pedagang. Sebab, pedagang cukup kesulitan menjual kepada konsumen.

Namun, Dedi merasa heran karena harga ayam potongan pabrik bisa dijual murah di pasar.  Sementara pemotong tradisional kesulitan mendapatkan pasokan ayam.

“Ya, bisa dikatakan kami semua seminggu ini gigit jari,” imbuh pria asal Bandung, Jawa Barat itu.

Sementara itu, Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, drh. Nata Kusuma tak menyangkal jika harga ayam tinggi.

“Ketersediaan daging yang berasal dari unggas menyangkut persoalan yang sangat kompleks,” ujar Kusuma dalam sebuah acara di Lapangan Renon, Denpasar.

Dijelaskan, ada sejumlah faktor yang memicu lonjakan harga daging ayam broiler di tingkat konsumen.

Di antaranya, menurunnya pasokan indukan bibit ayam potong. Selain itu, isu flu burung pada periode Juni hingga Juli 2017, membuat pemerintah mengurangi pupulasi indukan ayam potong hingga tiga juta ekor.

Hal ini berimplikasi pada penurunan jumlah telur tetas dan ketersediaan DOC (Day Old Chick atau anak ayam umur sehari).

Akibatnya, pasokan daging ayam potong di pasaran mengalami defisit sehingga berpengaruh pada harga jual di tingkat konsumen.

Menurut Kusuma, kebutuhan daging ayam di Bali 4.430 ton/bulan. Namun, produksinya baru mencapai 3.780 ton/bulan yang dihasilkan 4,5 juta ekor DOC.

Nah, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, idealnya Bali memperoleh 5,2 ekor juta DOC setiap bulannya.

Guna mengatasi persoalan ini, Kusuma mengklaim telah melakukan koordinasi dengan para pihak yang berkaitan dengan produksi ayam potong.

Pihaknya terus melakukan komunikasi dengan pihak supplier, pemotong dan peternak mandiri.

“Kami tak bisa fokus hanya pada jumlah produksi saja. Tapi, kesehatan hewan juga menjadi prasyarat utama agar daging yang beredar memenuhi standar kesehatan,” tukasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/