29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:37 AM WIB

Jadi Alternatif Tumpang Sari, Petani Munduk Kembangkan Mina Padi

BANJAR – Petani di Subak Munduk, Desa Munduk, Kecamatan Banjar, tengah mengembangkan sistem mina padi.

Ikan nila yang notabene menjadi ikan konsumsi, dipelihara pada areal tanam sawah. Petani pun bisa mendapatkan hasil ganda. Selain bisa memanen beras, petani juga bisa memanen ikan untuk konsumsi pribadi maupun dijual.

Sistem itu dikembangkan oleh Ketut Sedana, 47, petani setempat. Sejak dua bulan terakhir ia sudah mengembangkan sistem mina padi.

Proses pengembangan itu juga didampingi Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Buleleng. Sistem ini dianggap cukup menguntungkan bagi petani.

Mengingat petani di Subak Munduk kebanyakan menanam padi lokal dengan masa tanam selama 6 bulan.

Dengan melakukan sistem mina padi, petani bisa mulai mendapatkan ikan setelah melakukan pemeliharaan selama 4 bulan.

“Ini baru jalan dua bulan. Awal bibit yang disebar sekitar 3.500 ekor. Kalau lancar, dua bulan lagi sudah mulai panen,” kata sedana.

Kepala DKPP Buleleng Gede Melandrat secara terpisah mengatakan, pihaknya sengaja mengembangkan konsep mina padi di Subak Munduk.

Konsep itu bisa menjadi salah satu alternatif dalam proses penanaman tumpang sari. Terlebih padi yang ditanam petani setempat, baru dapat dipanen setelah 6 bulan masa tanam.

Untuk tahap awal lokasi yang dijadikan pilot project hanya seluas satu hektare. Sementara luas area tanam di Subak Munduk mencapai 142 hektare.

Sistem itu dianggap cukup efektif dan efisien bagi petani. Sebab petani bisa menjual ikan yang telah didapat. Sehingga menjadi alternatif penyediaan pangan. Utamanya pada masa pandemi.

Menurutnya, pemerintah sengaja memberikan stimulan ikan nila. Meski dikenal sebagai spesies ikan yang invasif, ikan nila dianggap cukup mudah beradaptasi dengan lingkungan.

“Selain itu dia juga bagus sebagai predator hama di sawah. Untuk mina padi, kami memandang spesies ini yang cocok. Karena dia bisa memangsa keong. Itu kan salah satu hama di tanaman padi.

Belum lagi jamur dan serangga lain. Ini sudah kami uji coba dulu di BBI (Balai Benih Ikan) Ringdikit,” kata Melandrat.

Melandrat menyebut sistem mina padi itu bukan hanya diaplikasikan di lahan persawahan dengan varietas padi lokal.

Sistem tersebut bisa juga dilakukan pada lahan persawahan yang menanam padi genjah dengan usia tanam sekitar 3 bulan.

“Tinggal bedakan bibitnya saja. Kalau di Subak Munduk, kami sebar bibit yang 5 centimeter. Tapi kalau di sawah yang pakai varietas di pasaran, itu bisa pakai bibit yang 15-20 centimeter. Jadi dalam waktu 2,5 bulan sudah bisa panen,” imbuhnya.

Untuk menarik minat para petani, Melandrat mengaku sudah menyiapkan 15ribu ekor bibit nila yang siap dibagikan secara gratis.

Selain diaplikasikan di Subak Munduk, rencananya dalam waktu dekat pemerintah juga akan mengaplikasikan sistem mina padi itu di Subak Kedu Desa Panji.

BANJAR – Petani di Subak Munduk, Desa Munduk, Kecamatan Banjar, tengah mengembangkan sistem mina padi.

Ikan nila yang notabene menjadi ikan konsumsi, dipelihara pada areal tanam sawah. Petani pun bisa mendapatkan hasil ganda. Selain bisa memanen beras, petani juga bisa memanen ikan untuk konsumsi pribadi maupun dijual.

Sistem itu dikembangkan oleh Ketut Sedana, 47, petani setempat. Sejak dua bulan terakhir ia sudah mengembangkan sistem mina padi.

Proses pengembangan itu juga didampingi Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Buleleng. Sistem ini dianggap cukup menguntungkan bagi petani.

Mengingat petani di Subak Munduk kebanyakan menanam padi lokal dengan masa tanam selama 6 bulan.

Dengan melakukan sistem mina padi, petani bisa mulai mendapatkan ikan setelah melakukan pemeliharaan selama 4 bulan.

“Ini baru jalan dua bulan. Awal bibit yang disebar sekitar 3.500 ekor. Kalau lancar, dua bulan lagi sudah mulai panen,” kata sedana.

Kepala DKPP Buleleng Gede Melandrat secara terpisah mengatakan, pihaknya sengaja mengembangkan konsep mina padi di Subak Munduk.

Konsep itu bisa menjadi salah satu alternatif dalam proses penanaman tumpang sari. Terlebih padi yang ditanam petani setempat, baru dapat dipanen setelah 6 bulan masa tanam.

Untuk tahap awal lokasi yang dijadikan pilot project hanya seluas satu hektare. Sementara luas area tanam di Subak Munduk mencapai 142 hektare.

Sistem itu dianggap cukup efektif dan efisien bagi petani. Sebab petani bisa menjual ikan yang telah didapat. Sehingga menjadi alternatif penyediaan pangan. Utamanya pada masa pandemi.

Menurutnya, pemerintah sengaja memberikan stimulan ikan nila. Meski dikenal sebagai spesies ikan yang invasif, ikan nila dianggap cukup mudah beradaptasi dengan lingkungan.

“Selain itu dia juga bagus sebagai predator hama di sawah. Untuk mina padi, kami memandang spesies ini yang cocok. Karena dia bisa memangsa keong. Itu kan salah satu hama di tanaman padi.

Belum lagi jamur dan serangga lain. Ini sudah kami uji coba dulu di BBI (Balai Benih Ikan) Ringdikit,” kata Melandrat.

Melandrat menyebut sistem mina padi itu bukan hanya diaplikasikan di lahan persawahan dengan varietas padi lokal.

Sistem tersebut bisa juga dilakukan pada lahan persawahan yang menanam padi genjah dengan usia tanam sekitar 3 bulan.

“Tinggal bedakan bibitnya saja. Kalau di Subak Munduk, kami sebar bibit yang 5 centimeter. Tapi kalau di sawah yang pakai varietas di pasaran, itu bisa pakai bibit yang 15-20 centimeter. Jadi dalam waktu 2,5 bulan sudah bisa panen,” imbuhnya.

Untuk menarik minat para petani, Melandrat mengaku sudah menyiapkan 15ribu ekor bibit nila yang siap dibagikan secara gratis.

Selain diaplikasikan di Subak Munduk, rencananya dalam waktu dekat pemerintah juga akan mengaplikasikan sistem mina padi itu di Subak Kedu Desa Panji.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/