GIANYAR – Desa Saba di Kecamatan Blahbatuh sempat tenar dengan tanaman kunyit. Pada era 1980-1990, Kunyit Bonbiyu dari Desa Saba dikenal hampir seantero Bali.
Kunyit itu punya warna dan rasa khas. Sayangnya, kunyit Bonbiyu kini mulai langka. Perbekel Desa Saba, Ketut Redhana pun berniat untuk membangkitkan lagi tanaman tersebut.
“Orang-orang biasa bilang Kunyit Bonbiyu. Warna kuningnya luar biasa kalau menempel di tangan,” ujar Redhana sambil menggosokkan jarinya sendiri kemarin.
Disamping itu, Redhana mengenang, aroma kunyit Bonbiyu sangat khas. “Biasanya itu dibuat loloh kunyit (jamu, red) dan kebasa (racikan bumbu, red),” ujarnya.
Cita rasa khas tersebut diduga karena unsur tanah Desa Saba. Pensiunan Dinas Pertanian Provinsi Bali itu mengaku tekstur tanah memang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
“Sempat kunyitnya itu dulu dibawa dan ditanam pada daerah lain, tapi warna dan aromanya sangat berbeda jauh. Pengaruh dari tanah dan hawanya ini,” imbuhnya.
Pihaknya berencana untuk membangkitkan kembali kunyit Bonbiyu yang kini jarang ditanam warga. Pihak desa berencana membangkitkan dan membudidaya kembali kunyit tersebut.
Hanya saja saat ini pihaknya masih mencari bibit kunyit yang masih ada ditanam oleh warga setempat. “Kami berencana akan membangkitkan kembali kunyit Saba sebagai ikon juga,” terangnya.
Disamping itu, pihaknya ingin ada penelitian, baik dari kalangan akademisi maupun mahasiswa untuk mengambil penelitian kunyit Bonbiyu.
“Nanti kami akan lakukan penelitian juga, apa penyebab berbedanya kunyit tersebut,” jelasnya. Permasalahannya, kini jarang ditemui tanaman kunyit khas Bonbiyu tersebut.
Dulu, pada tahun 1980-1990-an tanaman itu bisa dijumpai di setiap sudut desa Saba. “Setelah tahun itu sudah mulai punah. Karena kebanyakan beralih menanam tanaman lain,” pungkasnya.