31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 11:52 AM WIB

CATAT! Bali Butuh 30 Ribu Pekerja Konstruksi Bersertifikat, Sayang…

DENPASAR – Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Bali membeberkan fakta menarik. LPJK menyebut sertifikasi pekerja konstruksi di Bali masih sangat rendah.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengamanatkan seluruh pekerja konstruksi harus mampu menunjukkan bukti kompetensi melalui uji sertifikasi.

Karena itu, LPJK Bali akan menggenjot agar pekerja konstruksi memenuhi syarat yang diamanatkan UU No 2/2017.

“Kalau tidak memiliki sertifikat maka diberikan sanksi berupa pemberhentian dari pekerjaan konstruksi,” ujar Ketua LPJK Provinsi Bali IB Nyoman Sudewa.

Saat ini, kata dia, tingkat kebutuhan pekerja konstruksi di Bali baik dari tenaga terampil maupun ahli mencapai kurang lebih 30 ribu pekerja bersertifikat.

Sementara saat ini yang memiliki sertifikasi baru mencapai 7.500 pekerja saja. Itu pun telah dilakukan sejak lima tahun lalu.

“Jadi memang masih rendah. Dengan adanya aturan yang mengikat ini, tahun ini, kami target 12 ribu pekerja konstruksi bersertifikat,” jelasnya.

Kebutuhan 30 pekerja konstruksi yang bersertifikat tersebut mengacu pada nilai infrastruktur Rp 2 triliun dari APBD dan APBN.

Dengan asumsi, jika nilai investasi atau proyek mencapai Rp 1 triliun, maka harus membutuhkan 14.800 pekerja bersertifikat. “Jadi, antara kebutuhan dengan yang telah bersertifikat ini hanya 20 persen,” kata Nyoman Sudewa.

Ada beberapa kelebihan yang didapat ketika pekerja konstruksi mengantongi sertifikat. Untuk pendapatan bisa semakin tinggi dari yang ada.

Mengacu pada realitas, saat ini gaji yang didapat oleh pekerja jasa konsultan untuk tenaga ahli per bulan mencapai Rp 18 juta.

Sebelum ada sertifikasi dan aturan kisaran gaji hanya mencapai Rp 7 sampai 10 juta. “Kalau untuk tenaga terampil, tukang, misalnya, masih disusun aturannya,” tandasnya.

“Yang jelas naik. Mungkin dari yang saat ini Rp 100 ribu per hari, bisa naik Rp 200 ribu. Akan ada batas minimal gaji,” tutur Sudewa.

Rendahnya minat pekerja konstruksi yang melakukan pengajuan sertifikasi ini lantaran sebelumnya tidak ada aturan, namun hanya sebatas imbauan.

Dari 7.500 pekerja yang mengantongi lebih banyak pada sektor konstruksi sipil seperti tukang gedung, jembatan, dan beberapa infrastruktur lainnya.

“Dan, paling banyak ada di Denpasar dan Badung. Sementara di luar dua daerah itu masih sangat rendah. Tahun ini kami genjot lebih banyak lagi,” paparnya.

Biaya yang harus dikeluarkan untuk sertifikasi ini bervariasi. Untuk tenaga tukang, biaya sertfikasinya mencapai Rp 300 ribu berlaku selama tiga tahun.

Sementara untuk mandor biaya sertifikasi dipatok mencapai Rp 500 ribu. 

DENPASAR – Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Bali membeberkan fakta menarik. LPJK menyebut sertifikasi pekerja konstruksi di Bali masih sangat rendah.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengamanatkan seluruh pekerja konstruksi harus mampu menunjukkan bukti kompetensi melalui uji sertifikasi.

Karena itu, LPJK Bali akan menggenjot agar pekerja konstruksi memenuhi syarat yang diamanatkan UU No 2/2017.

“Kalau tidak memiliki sertifikat maka diberikan sanksi berupa pemberhentian dari pekerjaan konstruksi,” ujar Ketua LPJK Provinsi Bali IB Nyoman Sudewa.

Saat ini, kata dia, tingkat kebutuhan pekerja konstruksi di Bali baik dari tenaga terampil maupun ahli mencapai kurang lebih 30 ribu pekerja bersertifikat.

Sementara saat ini yang memiliki sertifikasi baru mencapai 7.500 pekerja saja. Itu pun telah dilakukan sejak lima tahun lalu.

“Jadi memang masih rendah. Dengan adanya aturan yang mengikat ini, tahun ini, kami target 12 ribu pekerja konstruksi bersertifikat,” jelasnya.

Kebutuhan 30 pekerja konstruksi yang bersertifikat tersebut mengacu pada nilai infrastruktur Rp 2 triliun dari APBD dan APBN.

Dengan asumsi, jika nilai investasi atau proyek mencapai Rp 1 triliun, maka harus membutuhkan 14.800 pekerja bersertifikat. “Jadi, antara kebutuhan dengan yang telah bersertifikat ini hanya 20 persen,” kata Nyoman Sudewa.

Ada beberapa kelebihan yang didapat ketika pekerja konstruksi mengantongi sertifikat. Untuk pendapatan bisa semakin tinggi dari yang ada.

Mengacu pada realitas, saat ini gaji yang didapat oleh pekerja jasa konsultan untuk tenaga ahli per bulan mencapai Rp 18 juta.

Sebelum ada sertifikasi dan aturan kisaran gaji hanya mencapai Rp 7 sampai 10 juta. “Kalau untuk tenaga terampil, tukang, misalnya, masih disusun aturannya,” tandasnya.

“Yang jelas naik. Mungkin dari yang saat ini Rp 100 ribu per hari, bisa naik Rp 200 ribu. Akan ada batas minimal gaji,” tutur Sudewa.

Rendahnya minat pekerja konstruksi yang melakukan pengajuan sertifikasi ini lantaran sebelumnya tidak ada aturan, namun hanya sebatas imbauan.

Dari 7.500 pekerja yang mengantongi lebih banyak pada sektor konstruksi sipil seperti tukang gedung, jembatan, dan beberapa infrastruktur lainnya.

“Dan, paling banyak ada di Denpasar dan Badung. Sementara di luar dua daerah itu masih sangat rendah. Tahun ini kami genjot lebih banyak lagi,” paparnya.

Biaya yang harus dikeluarkan untuk sertifikasi ini bervariasi. Untuk tenaga tukang, biaya sertfikasinya mencapai Rp 300 ribu berlaku selama tiga tahun.

Sementara untuk mandor biaya sertifikasi dipatok mencapai Rp 500 ribu. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/