31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 12:01 PM WIB

Amerika Stop Impor Beras Merah Tabanan, Petani Kesulitan Pemasaran

TABANAN – Beras merah asli daerah Penebel yang dikembangkan pemerintah Tabanan kini menjadi produksi andalan pertanian Bali.

Sayangnya, saat produksi beras merah melimpah, petani justru kesulitan dalam hal pemasaran. Seperti diungkapkan salah satu petani beras merah asal Desa Wangaya Gede, Penebel Tabanan Ni Nengah Indrawati. 

Indrawati mengatakan, sudah dua tahun lebih mengembangkan padi merah. Awalnya memang ada permintaan beras merah untuk ekspor dari pengepul beras merah di Piling, Mangesta, Penebel.

Namun kini, tak lagi ada permintaan. “Saya tak tahu apa kendala apa sehingga permintaan beras untuk ekspor ke luar negeri (Amerika) tidak ada lagi,” ujar pemilik UD. Manik Galih. 

Karena tidak ada ekspor, petani kesulitan dalam memasarkan beras merah. Pemasaran hanya dapat dilakukan dari mulut ke mulut. Selain beras merah juga dijual di usaha beras miliknya. 

Perempuan berusia 44 tahun ini, juga harus keliling menjual beras merah dengan memasuki kantor-kantor dinas dan kecamatan yang ada di Tabanan.

Pemasaran seperti ini hanya laku terjual 5 kilogram. “Ada sih, permintaan beras merah dari luar Tabanan. Seperti daerah Gianyar, Klungkung dan daerah lainnya.

Namun permintaan beras merah tak banyak. Hanya 5 kilogram sampai 10 kilogram. Itu pun seminggu sekali,” keluhnya. 

Menyiasati kesulitan pemasaran beras merah tersebut, dirinya kini memanfaatkan media online. Namun, tetap saja tak banyak permintaan beras merah. Sehari hanya laku rata-rata 3 kilogram. 

“Itu pun kalau ada pembeli. Harga beras merah saat ini Rp 25.000/kilogramnya,” jelasnya. 

Indrawati mengakui beras merah paling pas untuk penderita diabetes. Karena khasiat beras merah itu sendiri mengurangi kadar gula. 

“Kami berharap beras merah dapat lebih dikenal lagi oleh masyarakat. Selain itu juga kami berharap ada bantuan dari dinas terkait di Tabanan, untuk membantu pemasaran beras merah,” tandasnya. 

TABANAN – Beras merah asli daerah Penebel yang dikembangkan pemerintah Tabanan kini menjadi produksi andalan pertanian Bali.

Sayangnya, saat produksi beras merah melimpah, petani justru kesulitan dalam hal pemasaran. Seperti diungkapkan salah satu petani beras merah asal Desa Wangaya Gede, Penebel Tabanan Ni Nengah Indrawati. 

Indrawati mengatakan, sudah dua tahun lebih mengembangkan padi merah. Awalnya memang ada permintaan beras merah untuk ekspor dari pengepul beras merah di Piling, Mangesta, Penebel.

Namun kini, tak lagi ada permintaan. “Saya tak tahu apa kendala apa sehingga permintaan beras untuk ekspor ke luar negeri (Amerika) tidak ada lagi,” ujar pemilik UD. Manik Galih. 

Karena tidak ada ekspor, petani kesulitan dalam memasarkan beras merah. Pemasaran hanya dapat dilakukan dari mulut ke mulut. Selain beras merah juga dijual di usaha beras miliknya. 

Perempuan berusia 44 tahun ini, juga harus keliling menjual beras merah dengan memasuki kantor-kantor dinas dan kecamatan yang ada di Tabanan.

Pemasaran seperti ini hanya laku terjual 5 kilogram. “Ada sih, permintaan beras merah dari luar Tabanan. Seperti daerah Gianyar, Klungkung dan daerah lainnya.

Namun permintaan beras merah tak banyak. Hanya 5 kilogram sampai 10 kilogram. Itu pun seminggu sekali,” keluhnya. 

Menyiasati kesulitan pemasaran beras merah tersebut, dirinya kini memanfaatkan media online. Namun, tetap saja tak banyak permintaan beras merah. Sehari hanya laku rata-rata 3 kilogram. 

“Itu pun kalau ada pembeli. Harga beras merah saat ini Rp 25.000/kilogramnya,” jelasnya. 

Indrawati mengakui beras merah paling pas untuk penderita diabetes. Karena khasiat beras merah itu sendiri mengurangi kadar gula. 

“Kami berharap beras merah dapat lebih dikenal lagi oleh masyarakat. Selain itu juga kami berharap ada bantuan dari dinas terkait di Tabanan, untuk membantu pemasaran beras merah,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/