26.3 C
Jakarta
20 April 2024, 7:10 AM WIB

HIV/AIDS Masih Melonjak, untuk Berobat ODHA Jembrana Masih Ada yang Menolak

ilustrasi (jawa pos)

NEGARA – Sejumlah penderita human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS, di Jembrana masih menolak pengobatan Antiretroviral (ARV). Kondisi ini dipengaruhi beberapa faktor, yang dominan penderita belum menerima kondisi yang dialami dan memilih merahasiakan sendiri.

Kondisi di  lapangan ini  diungkapkan I Made Suarnayasa, aktivis Jalak Bali yang menjadi pendamping orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Jembrana. Menurutnya, dari sejumlah orang yang didampingi memang asa penolakan meminum ARV. “Karena merasa sehat, tidak mau minum ARV,” jelasnya, Jumat (14/10)

Selain itu, orang yang menolak ARV baru terdeteksi positif masih belum menerima hasil test yang dilakukan. Artinya, tidak merima kondisi dirinya disebut sudah terinfeksi virus HIV. Uniknya, yang tidak menerima kondisi positif ini, karena merahasiakan dari pasangannya.

“Mungkin ada sesuai yang dirahasiakan, sehingga merahasiakan juga status sudah tertular,” ujarnya.

Karena menurutnya, setiap ada temuan positif HIV langsung menelusuri kontak dekatnya. Misalnya, ketika seorang laki-laki positif langsung ditelusuri siapa saya selain istrinya yang berhubungan seksual, sehingga bisa tertular virus.

“Ada juga yang menolak ARV karena takut efek samping obat. Mungkin ada infomasi yang belum diterima secara lengkap mengenai manfaat ARV,” terangnya.

Sebagian besar ODHA di Jembrana, lanjutnya, usainya produktif. Penularan disebabkan hubungan seks yang tidak aman,yakni heteroseksual atau gonta ganti pasangan untuk berhubungan seksual.

Menurutnya, penggunaan ARV penderita HIV memang tidak bisa menghilangkan virus yang sudah masuk dalam tubuh. ARV efektif untuk menekan perkembangan virus. Karena memang bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak terdeteksi.

Bagi penderita yang masih HIV/AIDS dan kondisi tubuh sehat, tidak meminum ARV bisa membuat bertahan lebih lama, sekitar tiga tahun paling lama bertahan. Tetapi kalau kondisi kesehatan tidak bagus, maka akan cepat menjadi AIDS dan bisa berakibat fatal. “Kalau minum ARV, bisa bertahan hidup bisa lebih lama,” tegasnya.

Seperti diketahui, berdasarkan data yang dihimpun, Dinas Kesehatan Jembrana, sejak tahun 2015 hingga bulan September 2022 sebanyak 546 kasus ditemukan kasus HIV dan berkembang menjadi kondisi  acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Dari jumlah tesebut yang aktif minum Antiretroviral (ARV) 423 orang, meninggal 67 orang dan belum siap mengonsumsi obat sebanyak 56 orang.

Sementara jumlah kasus selama sembilan bulan terakhir, Januari – September 2022  sebanyak 53 kasus dengan rata-rata setiap bulan 5-6 kasus. Jumlah ini sudah mendekati kasus selama tahun 2021 sebanyak 54 kasus.

Kasus positif HIV/AIDS di Jembrana ini berdasarkan hasil tes yang dilakukan secara rutin, baik melalui test wajib kepada ibu hamil dan test acak pada populasi kunci yang memiliki risiko tinggi tertular HIV.

Penularan HIV di Jembrana, sebagian besar karena hubungan seksual dan warga yang positif pada usia produktif. Penularan ini, terjadi di populasi kunci, yakni kelompok masyarakat yang rentan terhadap penularan HIV,  meliputi empat kelompok yang rentan karena profesi dan perilaku. Estimasi jumlah populasi kunci di Jembrana antara 10-15 ribu orang. (m.basir)

 

 

ilustrasi (jawa pos)

NEGARA – Sejumlah penderita human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS, di Jembrana masih menolak pengobatan Antiretroviral (ARV). Kondisi ini dipengaruhi beberapa faktor, yang dominan penderita belum menerima kondisi yang dialami dan memilih merahasiakan sendiri.

Kondisi di  lapangan ini  diungkapkan I Made Suarnayasa, aktivis Jalak Bali yang menjadi pendamping orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Jembrana. Menurutnya, dari sejumlah orang yang didampingi memang asa penolakan meminum ARV. “Karena merasa sehat, tidak mau minum ARV,” jelasnya, Jumat (14/10)

Selain itu, orang yang menolak ARV baru terdeteksi positif masih belum menerima hasil test yang dilakukan. Artinya, tidak merima kondisi dirinya disebut sudah terinfeksi virus HIV. Uniknya, yang tidak menerima kondisi positif ini, karena merahasiakan dari pasangannya.

“Mungkin ada sesuai yang dirahasiakan, sehingga merahasiakan juga status sudah tertular,” ujarnya.

Karena menurutnya, setiap ada temuan positif HIV langsung menelusuri kontak dekatnya. Misalnya, ketika seorang laki-laki positif langsung ditelusuri siapa saya selain istrinya yang berhubungan seksual, sehingga bisa tertular virus.

“Ada juga yang menolak ARV karena takut efek samping obat. Mungkin ada infomasi yang belum diterima secara lengkap mengenai manfaat ARV,” terangnya.

Sebagian besar ODHA di Jembrana, lanjutnya, usainya produktif. Penularan disebabkan hubungan seks yang tidak aman,yakni heteroseksual atau gonta ganti pasangan untuk berhubungan seksual.

Menurutnya, penggunaan ARV penderita HIV memang tidak bisa menghilangkan virus yang sudah masuk dalam tubuh. ARV efektif untuk menekan perkembangan virus. Karena memang bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak terdeteksi.

Bagi penderita yang masih HIV/AIDS dan kondisi tubuh sehat, tidak meminum ARV bisa membuat bertahan lebih lama, sekitar tiga tahun paling lama bertahan. Tetapi kalau kondisi kesehatan tidak bagus, maka akan cepat menjadi AIDS dan bisa berakibat fatal. “Kalau minum ARV, bisa bertahan hidup bisa lebih lama,” tegasnya.

Seperti diketahui, berdasarkan data yang dihimpun, Dinas Kesehatan Jembrana, sejak tahun 2015 hingga bulan September 2022 sebanyak 546 kasus ditemukan kasus HIV dan berkembang menjadi kondisi  acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Dari jumlah tesebut yang aktif minum Antiretroviral (ARV) 423 orang, meninggal 67 orang dan belum siap mengonsumsi obat sebanyak 56 orang.

Sementara jumlah kasus selama sembilan bulan terakhir, Januari – September 2022  sebanyak 53 kasus dengan rata-rata setiap bulan 5-6 kasus. Jumlah ini sudah mendekati kasus selama tahun 2021 sebanyak 54 kasus.

Kasus positif HIV/AIDS di Jembrana ini berdasarkan hasil tes yang dilakukan secara rutin, baik melalui test wajib kepada ibu hamil dan test acak pada populasi kunci yang memiliki risiko tinggi tertular HIV.

Penularan HIV di Jembrana, sebagian besar karena hubungan seksual dan warga yang positif pada usia produktif. Penularan ini, terjadi di populasi kunci, yakni kelompok masyarakat yang rentan terhadap penularan HIV,  meliputi empat kelompok yang rentan karena profesi dan perilaku. Estimasi jumlah populasi kunci di Jembrana antara 10-15 ribu orang. (m.basir)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/