26.9 C
Jakarta
27 April 2024, 2:34 AM WIB

Perkuat Jejaring Awasi Keamanan Obat, BPPOM Gelar Workshop Farmakovigilans

DENPASAR – Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar menggelar workshop bertajuk Farmakovigilans dalam rangka memperkuat jejaring lintas sektor dalam pengawasan keamanan obat, Jumat (21/10). Workshop ini melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Kota Denpasar, Pengurus Daerah IAI Bali, Pengurus Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Wilayah Bali, serta perwakilan dari rumah sakit di Provinsi Bali.

Plt. Direktur Pengawasan Keamanan, Mutu, dan Ekspor Impor Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif, Dra. Tri Asti Isnariani, Apt., M.Pharm dalam sambutan yang dibacakan oleh Plh. Kepala Balai Besar POM di Denpasar, Dra. Desak Ketut Andika Andayani, Apt. menegaskan bahwa BPOM sudah senantiasa mengimbau kepada tenaga kesehatan dan masyarakat untuk rutin melaporkan efek samping obat yang beredar.

Urainya saat ini isu global yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan adalah masalah keselamatan pasien (patient safety). Beberapa regulasi mengamanahkan pentingnya patient safety dalam bentuk standar pelayanan kefarmasian yang menjadi salah satu tolak ukur tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.

Pada Permenkes RI No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit, Permenkes RI No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek maupun Permenkes RI No. 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas sama-sama mengamanatkan bagi industri farmasi dalam salah satu klausulnya bahwa monitoring efek samping obat (MESO) merupakan salah satu bentuk kegiatan dari pelayanan farmasi klinik yang harus terpenuhi dalam standar pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan.

Tegasnya pemantauan keamanan obat beredar dalam rangka patient safety juga menjadi tanggung jawab industri farmasi sebagai pemilik izin edar untuk memastikan obatnya dapat dikonsumsi secara aman oleh masyarakat. Dalam rangka menunjang hal-hal tersebut diperlukan sistem farmakovigilans yang kuat untuk dapat melaksanakan kegiatan pendeteksian, penilaian, pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait penggunaan obat. Sistem Farmakovigilans yang kuat tidak akan terwujud jika tidak ada komitmen, dukungan, dan kesadaran penuh dari seluruh key player yaitu tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam monitoring efek samping obat, pelaku usaha sebagai pemilik nomor izin produk, pemerintah sebagai pengawas, dan masyarakat sebagai konsumen obat sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

“Sebagaimana diketahui bahwa Badan POM menerima laporan pemantauan KTD/ESO dari tenaga kesehatan dan industri farmasi, untuk selanjutnya akan dilakukan penilaian kausalitas. Laporan KTD/ESO memiliki kontribusi besar untuk deteksi dini masalah keamanan obat sehingga kita dapat segera melakukan tindakan pencegahan masalah yang lebih luas atau berulang. Jumlah pelaporan KTD/ESO yang semakin banyak akan lebih representatif untuk menggambarkan profil keamanan obat beredar,” ucap Desak Ketut Andika Andayani.

“Kami mendorong Bapak/Ibu tenaga kesehatan untuk terus proaktif memantau dan melaporkan KTD/ESO yang dialami pasien sebagai upaya nyata kita dalam meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat Indonesia. Perlu Bapak/Ibu ketahui bahwa dalam melakukan penilaian kausalitas akan sangat bergantung pada kualitas laporan yang diterima Badan POM. Oleh sebab itu, pemahaman stakeholder yang komprehensif terkait farmakovigilans menjadi hal yang sangat penting, terutama pengetahuan tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak dalam mengawal keamanan obat, di fasilitas pelayanan kesehatan,” ucapnya. (rba/ken/rid)

DENPASAR – Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar menggelar workshop bertajuk Farmakovigilans dalam rangka memperkuat jejaring lintas sektor dalam pengawasan keamanan obat, Jumat (21/10). Workshop ini melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Kota Denpasar, Pengurus Daerah IAI Bali, Pengurus Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Wilayah Bali, serta perwakilan dari rumah sakit di Provinsi Bali.

Plt. Direktur Pengawasan Keamanan, Mutu, dan Ekspor Impor Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif, Dra. Tri Asti Isnariani, Apt., M.Pharm dalam sambutan yang dibacakan oleh Plh. Kepala Balai Besar POM di Denpasar, Dra. Desak Ketut Andika Andayani, Apt. menegaskan bahwa BPOM sudah senantiasa mengimbau kepada tenaga kesehatan dan masyarakat untuk rutin melaporkan efek samping obat yang beredar.

Urainya saat ini isu global yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan adalah masalah keselamatan pasien (patient safety). Beberapa regulasi mengamanahkan pentingnya patient safety dalam bentuk standar pelayanan kefarmasian yang menjadi salah satu tolak ukur tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.

Pada Permenkes RI No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit, Permenkes RI No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek maupun Permenkes RI No. 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas sama-sama mengamanatkan bagi industri farmasi dalam salah satu klausulnya bahwa monitoring efek samping obat (MESO) merupakan salah satu bentuk kegiatan dari pelayanan farmasi klinik yang harus terpenuhi dalam standar pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan.

Tegasnya pemantauan keamanan obat beredar dalam rangka patient safety juga menjadi tanggung jawab industri farmasi sebagai pemilik izin edar untuk memastikan obatnya dapat dikonsumsi secara aman oleh masyarakat. Dalam rangka menunjang hal-hal tersebut diperlukan sistem farmakovigilans yang kuat untuk dapat melaksanakan kegiatan pendeteksian, penilaian, pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait penggunaan obat. Sistem Farmakovigilans yang kuat tidak akan terwujud jika tidak ada komitmen, dukungan, dan kesadaran penuh dari seluruh key player yaitu tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam monitoring efek samping obat, pelaku usaha sebagai pemilik nomor izin produk, pemerintah sebagai pengawas, dan masyarakat sebagai konsumen obat sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

“Sebagaimana diketahui bahwa Badan POM menerima laporan pemantauan KTD/ESO dari tenaga kesehatan dan industri farmasi, untuk selanjutnya akan dilakukan penilaian kausalitas. Laporan KTD/ESO memiliki kontribusi besar untuk deteksi dini masalah keamanan obat sehingga kita dapat segera melakukan tindakan pencegahan masalah yang lebih luas atau berulang. Jumlah pelaporan KTD/ESO yang semakin banyak akan lebih representatif untuk menggambarkan profil keamanan obat beredar,” ucap Desak Ketut Andika Andayani.

“Kami mendorong Bapak/Ibu tenaga kesehatan untuk terus proaktif memantau dan melaporkan KTD/ESO yang dialami pasien sebagai upaya nyata kita dalam meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat Indonesia. Perlu Bapak/Ibu ketahui bahwa dalam melakukan penilaian kausalitas akan sangat bergantung pada kualitas laporan yang diterima Badan POM. Oleh sebab itu, pemahaman stakeholder yang komprehensif terkait farmakovigilans menjadi hal yang sangat penting, terutama pengetahuan tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak dalam mengawal keamanan obat, di fasilitas pelayanan kesehatan,” ucapnya. (rba/ken/rid)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/