32 C
Jakarta
2 Mei 2024, 11:42 AM WIB

Antologi Solusi Simpul Simpai; All About Problem Solving and Parenting

DENPASAR – Seiring permasalahan yang dialami pendidik selama pembelajaran berlangsung, beserta jalan keluar mengatasinya, lahirlah; Antologi Solusi Simpul Simpai; All About Problem Solving and Parenting ini.

Disusun dari kumpulan karya Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) dan Kelompok Kerja Guru (KKG) Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, Jawa Timur.

Tak kurang tiga karya kepala sekolah dan 66 buah pena guru, tersusun dalam 242 halaman. Ditulis Matrai Faridhin, Dwi Prihartini Wiyatiningsih alias Wiwiek Hepi Yono dkk. Dengan editor Dwi Prihartini Wiyatiningsih.

’’Antologi tersebut berisi segala permasalahan yang dialami pendidik selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Tentunya, beserta cara-cara, trik-trik jitu untuk mengatasinya,’’ kata Matrai Faridhin, salah seorang penulis, dalam kata pengantarnya.

Di halaman 1, Agustin Ika Sulistiowati menulis; Jangan Ucapkan Kata Itu Lagi,  Nak!.  Berkisah Fariz, siswa kelas IV.

Suatu hari, di kelas berkata kotor. Dinasihati gurunya, hanya tersenyum. Besoknya, saat jam istirahat, ternyata Fariz mengulang kata kotornya. Dalihnya, kalah main dakon.

Lantas, diancam gurunya, jika mengulang, akan dilaporkan kepala sekolah. Eh…, dua hari kemudian, saat pelajaran berlangsung, Faris mengulangi kata kotornya.

Dalihnya, bolpoinnya jatuh. Karena sang guru sudah janji, akhirnya Faris dibawa ke kepala sekolah. Dinasihati kepala sekolah.

’’Hari berganti hari, sikap dan tutur kata Faris sudah berubah total. Dia menjadi anak yang baik dan sopan. Saya sebagai gurunya bangga dan selalu memberi pujian kepadanya,’’ tulis Agustin di halaman 3.

Kemudian Setio Dwiyanti menulis Gemuruh Bayu. ’’Gemuruh Bayu, tepat untuk menggambarkan bagaimana kondisi muridku yang bernama Bayu.

Bagaimana tidak, setiap hari kegaduhan di sekolah, selalu Bayu yang menjadi ’lakon’-nya. Ada saya ulah yang dia lakukan,’’ beber Setio Dwiyanti di halaman 148. 

Ulah Bayu; mengompas adik kelas, berkata kotor, tidak mengerjakan PR, hingga ulah di kampungnya yang sering membuat orang marah (seperti laporan teman-temannya).

Orang tuanya dipanggil ke sekolah, tak pernah datang. Akhirnya didatangi rumahnya. Ayah dan kakaknya menjawab tak tahu, saat disampaikan jika Bayu sering bolos sekolah.

Usut punya usut, temannya bilang; Bayu sering ke warnet. Suatu hari Bayu sekolah, tak ditanya mengapa bolos.

Hanya, sang guru mendongeng tentang cerita rakyat dan cerita anak, sebelum jam pelajaran berakhir.

Sebelum pulang disampaikan; jika ingin mendengar lanjutan dongeng, besok dilanjutkan. Rupanya, Bayu kesengsem dongeng. Hingga akhirnya tak bolos lagi.  

Di halaman 203, Yeni Dwi Wahyuni menutup antologi lewat tulisan; Speaking and Role Playing. Pembaca yang berminat dengan buku ini,

silakan menghubungi: Dwi Prihartini Wiyatiningsih alias Wiwiek Hepi Yono (0822 4433 6655) dan Setio Dwiyanti (0821 4006 1888). (rba/djo)

 

DENPASAR – Seiring permasalahan yang dialami pendidik selama pembelajaran berlangsung, beserta jalan keluar mengatasinya, lahirlah; Antologi Solusi Simpul Simpai; All About Problem Solving and Parenting ini.

Disusun dari kumpulan karya Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) dan Kelompok Kerja Guru (KKG) Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, Jawa Timur.

Tak kurang tiga karya kepala sekolah dan 66 buah pena guru, tersusun dalam 242 halaman. Ditulis Matrai Faridhin, Dwi Prihartini Wiyatiningsih alias Wiwiek Hepi Yono dkk. Dengan editor Dwi Prihartini Wiyatiningsih.

’’Antologi tersebut berisi segala permasalahan yang dialami pendidik selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Tentunya, beserta cara-cara, trik-trik jitu untuk mengatasinya,’’ kata Matrai Faridhin, salah seorang penulis, dalam kata pengantarnya.

Di halaman 1, Agustin Ika Sulistiowati menulis; Jangan Ucapkan Kata Itu Lagi,  Nak!.  Berkisah Fariz, siswa kelas IV.

Suatu hari, di kelas berkata kotor. Dinasihati gurunya, hanya tersenyum. Besoknya, saat jam istirahat, ternyata Fariz mengulang kata kotornya. Dalihnya, kalah main dakon.

Lantas, diancam gurunya, jika mengulang, akan dilaporkan kepala sekolah. Eh…, dua hari kemudian, saat pelajaran berlangsung, Faris mengulangi kata kotornya.

Dalihnya, bolpoinnya jatuh. Karena sang guru sudah janji, akhirnya Faris dibawa ke kepala sekolah. Dinasihati kepala sekolah.

’’Hari berganti hari, sikap dan tutur kata Faris sudah berubah total. Dia menjadi anak yang baik dan sopan. Saya sebagai gurunya bangga dan selalu memberi pujian kepadanya,’’ tulis Agustin di halaman 3.

Kemudian Setio Dwiyanti menulis Gemuruh Bayu. ’’Gemuruh Bayu, tepat untuk menggambarkan bagaimana kondisi muridku yang bernama Bayu.

Bagaimana tidak, setiap hari kegaduhan di sekolah, selalu Bayu yang menjadi ’lakon’-nya. Ada saya ulah yang dia lakukan,’’ beber Setio Dwiyanti di halaman 148. 

Ulah Bayu; mengompas adik kelas, berkata kotor, tidak mengerjakan PR, hingga ulah di kampungnya yang sering membuat orang marah (seperti laporan teman-temannya).

Orang tuanya dipanggil ke sekolah, tak pernah datang. Akhirnya didatangi rumahnya. Ayah dan kakaknya menjawab tak tahu, saat disampaikan jika Bayu sering bolos sekolah.

Usut punya usut, temannya bilang; Bayu sering ke warnet. Suatu hari Bayu sekolah, tak ditanya mengapa bolos.

Hanya, sang guru mendongeng tentang cerita rakyat dan cerita anak, sebelum jam pelajaran berakhir.

Sebelum pulang disampaikan; jika ingin mendengar lanjutan dongeng, besok dilanjutkan. Rupanya, Bayu kesengsem dongeng. Hingga akhirnya tak bolos lagi.  

Di halaman 203, Yeni Dwi Wahyuni menutup antologi lewat tulisan; Speaking and Role Playing. Pembaca yang berminat dengan buku ini,

silakan menghubungi: Dwi Prihartini Wiyatiningsih alias Wiwiek Hepi Yono (0822 4433 6655) dan Setio Dwiyanti (0821 4006 1888). (rba/djo)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/