27.1 C
Jakarta
23 November 2024, 14:59 PM WIB

Kain Endek, dari Dulu Hingga Sekarang

RadarBali.com – Endek merupakan kain tenun khas Bali yang popularitasnya sudah sampai ke mancanegara.

Kain endek tentunya sudah tidak asing lagi terutama bagi masyarakat Bali, karena perkembangannya yang sangat pesat belakangan ini.

Kali ini tim menemui salah satu fashion designer asli Bali yang kiprahnya sudah tidak diragukan lagi yakni Sita Wedastiti.

Kak Sita – demikian sapaan akrabnya, menceritakan mengenai perkembangan kain endek dari zaman dulu hingga ke masa kejayaannya saat ini.

Jadi, kain endek sendiri telah ada secara turun temurun dari leluhur Bali. Endek mulai berkembang sejak tahun 1985, yaitu pada masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel Klungkung.

Kain endek kemudian berkembang di sekitar daerah Klungkung. Perkembangan kain endek di Desa Sulang dimulai pada tahun 1975 dan kemudian berkembang pesat pada tahun 1985 hingga sekarang.

Dapat dilihat pada tahun 1985-1995 kain endek mengalami masa kejayaan akibat adanya dukungan dari pemerintah.

Tapi pada tahun 1996-2006, kain endek sempat mengalami penurunan akibat dari banyaknya persaingan produksi kain sejenis buatan pabrik yang mulai masuk ke pasaran. Tahun 2007-2012 juga mengalami penurunan.

“Mulai akhir tahun 2012 sampai saat ini, pemerintah Kota Denpasar sedang gencar-gencarnya mengembangkan kembali potensi kain endek agar bisa dikenal sampai ke tingkat internasional.

Salah satu caranya, dengan mewajibkan para pegawai negeri sipil (PNS) Pemkot Denpasar untuk mengenakan baju berbahan endek setiap minggunya,

dan juga mewajibkan masyarakat menggunakan pakaian endek di momen-momen tertentu,” papar Sita.

Sita juga menambahkan bahwa saat ini ada satu teknik tenun ikat yang berkembang di Bali, terutama pada motif kain endek.

Teknik itu dilakukan dengan penambahan coletan pada bagian-bagian tertentu yang disebut dengan nyantri.

Teknik nyantri adalah penambahan warna kain endek dengan goresan kuas bambu seperti layaknya orang melukis di kain.

Motif yang dihasilkan lebih banyak menggambarkan flora, fauna, dan tokoh pewayangan yang sering muncul dalam mitologi-mitologi cerita Bali.

Motif tersebut memberikan ciri khas tersendiri pada kain endek dibandingkan dengan motif-motif kain pada umumnya.

 “Kain endek yang memiliki motif dan warna yang beragam membuat banyak kalangan menyukainya, baik itu tua dan muda.

Meski pun demikian, motif-motif sakral tetap dipertahankan dan tidak digunakan secara sembarangan.

Umumnya kain endek ini digunakan untuk kegiatan upacara, kegiatan sembahyang ke pura, atau pun digunakan sebagai busana modern layaknya baju atau celana yang dapat digunakan semua kalangan,” imbuh Sita.

Nah, seperti yang dibilang Sita, endek ini sangat multifungsional karena bisa dikenakan pada acara formal, semi-formal, mau pun acara persembahyangan.

Karena memang kain endek ini dalam penggunaannya sangat nyaman, tapi tetap nampak elegan. Ayo lestarikan budaya Bali dengan ikut menggunakan kain endek!

RadarBali.com – Endek merupakan kain tenun khas Bali yang popularitasnya sudah sampai ke mancanegara.

Kain endek tentunya sudah tidak asing lagi terutama bagi masyarakat Bali, karena perkembangannya yang sangat pesat belakangan ini.

Kali ini tim menemui salah satu fashion designer asli Bali yang kiprahnya sudah tidak diragukan lagi yakni Sita Wedastiti.

Kak Sita – demikian sapaan akrabnya, menceritakan mengenai perkembangan kain endek dari zaman dulu hingga ke masa kejayaannya saat ini.

Jadi, kain endek sendiri telah ada secara turun temurun dari leluhur Bali. Endek mulai berkembang sejak tahun 1985, yaitu pada masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel Klungkung.

Kain endek kemudian berkembang di sekitar daerah Klungkung. Perkembangan kain endek di Desa Sulang dimulai pada tahun 1975 dan kemudian berkembang pesat pada tahun 1985 hingga sekarang.

Dapat dilihat pada tahun 1985-1995 kain endek mengalami masa kejayaan akibat adanya dukungan dari pemerintah.

Tapi pada tahun 1996-2006, kain endek sempat mengalami penurunan akibat dari banyaknya persaingan produksi kain sejenis buatan pabrik yang mulai masuk ke pasaran. Tahun 2007-2012 juga mengalami penurunan.

“Mulai akhir tahun 2012 sampai saat ini, pemerintah Kota Denpasar sedang gencar-gencarnya mengembangkan kembali potensi kain endek agar bisa dikenal sampai ke tingkat internasional.

Salah satu caranya, dengan mewajibkan para pegawai negeri sipil (PNS) Pemkot Denpasar untuk mengenakan baju berbahan endek setiap minggunya,

dan juga mewajibkan masyarakat menggunakan pakaian endek di momen-momen tertentu,” papar Sita.

Sita juga menambahkan bahwa saat ini ada satu teknik tenun ikat yang berkembang di Bali, terutama pada motif kain endek.

Teknik itu dilakukan dengan penambahan coletan pada bagian-bagian tertentu yang disebut dengan nyantri.

Teknik nyantri adalah penambahan warna kain endek dengan goresan kuas bambu seperti layaknya orang melukis di kain.

Motif yang dihasilkan lebih banyak menggambarkan flora, fauna, dan tokoh pewayangan yang sering muncul dalam mitologi-mitologi cerita Bali.

Motif tersebut memberikan ciri khas tersendiri pada kain endek dibandingkan dengan motif-motif kain pada umumnya.

 “Kain endek yang memiliki motif dan warna yang beragam membuat banyak kalangan menyukainya, baik itu tua dan muda.

Meski pun demikian, motif-motif sakral tetap dipertahankan dan tidak digunakan secara sembarangan.

Umumnya kain endek ini digunakan untuk kegiatan upacara, kegiatan sembahyang ke pura, atau pun digunakan sebagai busana modern layaknya baju atau celana yang dapat digunakan semua kalangan,” imbuh Sita.

Nah, seperti yang dibilang Sita, endek ini sangat multifungsional karena bisa dikenakan pada acara formal, semi-formal, mau pun acara persembahyangan.

Karena memang kain endek ini dalam penggunaannya sangat nyaman, tapi tetap nampak elegan. Ayo lestarikan budaya Bali dengan ikut menggunakan kain endek!

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/