GIANYAR – Puncak ritual besar nan langka, Homa Yadnya, akan digelar di halaman Yayasan Prakerti Buana di Kelurahan Beng, Kecamatan Gianyar pada Sabtu (22/12).
Menariknya, Homa Yadnya ini sempat digelar 675 tahun silam atau tahun 1343 di Pura Besakih pada era pemerintahan raja Dalem Waturenggong.
Upacara kali ini digelar berdasar sastra agama dengan melihat ciri-ciri dunia. “Setiap ada kondisi alam dunia, bencana, gempa, gunung meletus,
pikiran atau moral manusia terdegradasi, moral merosot, maka Pedanda berpikir mengadakan paruman, diputuskan karya Homa Yadnya,” ujar Yajamana Karya, Ida Pedanda Rai Gunung Ketewel, kemarin.
Sulinggih dari Geria Bakbakan, Kecamatan Gianyar itu menambahkan, upacara ini menggunakan media api. Nanti api akan hidup selama 3 hari tiga malam.
Api tersebut diletakkan dalam jambangan besar. “Tapi ini bukan Agni Hotra. Beda. Dan memang sedikitpun tidak sama dengan Agni Hotra,” ujarnya.
Mengenai lokasinya, pihaknya menggunakan lahan pribadi. “Kalau dulu di Besakih. Tapi sekarang kami menghindari hal yang tidak diinginkan. Karena kita semua tahu degradasi sagat keras,” jelasnya.
Ritual ini juga unik, karena kebanyakan menggunakan jumlah 9. Bahkan barang-barang yang jarang diitemui mendadak dengan mudah diperoleh.
“Contoh, jambangan dari tembaga biasanya dibuat cukup lama. Tapi jambangan tembaga ini sudah ada dari seorang Pande (ahli besi), tapi nggak diambil sama pemesannya. Ternyata baru diukur pas 99 centimeter,” ujarnya.
Lantaran ukurannya 99 cm, maka dihaturkan ke panitia upacara. “Itu salah satu ajaibnya. Barang sulit dicari, bisa diperoleh,” ujarnya.
Selain jambangan, beberapa benda, yakni kayu bakar berjumlah 9 jenis, air kelapa sejumlah 9 jenis dan lain sebagainya.