DENPASAR, radarbali.id – Meski menuntaskan jarak tempuh sejauh 4.224 km dari Nanggroe Aceh Darussalam pada Rabu, 15 Juni 2022 hingga Kota Denpasar, Bali, Sabtu, 20 Agustus pukul 18.28 Journey from Zero (JFZ) belum berakhir.
Rider terakhir, Anne Luntungan yang menjajal rute Banyuwangi- Denpasar sejauh 211 kilometer mengendarai sepeda bambu karya Singgih Kartono menegaskan campaign #JourneyFromZero baru saja dimulai.
Penegasan itu disampaikan ibu rumah tangga penggemar dunia fotografi itu dalam celebration suksesnya kampanye birukan langit lewat bersepeda secara estafet dari Aceh hingga Bali yang dikemas dalam ngobrol santai di Stuja Bali, Minggu (21/8/2022) pagi.
Kepada audiens yang sebagian besar turut berpartisipasi dalam acara gowes bersama sambil menikmati alam Bali di pagi harinya, Anne Luntungan dengan semangat memaparkan campaign #JourneyFromZero.
Ia juga memaparkan bahwa seluruh rangkaian perjalanan 12 rider dari Aceh hingga Bali akan dikemas dalam sebuah mini exhibition yang harapannya akan diadakan di bulan September atau Oktober 2022 di Kota Jakarta dan Jogja. Untuk detailnya pantau terus Instagram @yournourneytozero,” ungkap Anne Luntungan.
Namun, yang terpenting imbuhnya adalah bagaimana semangat seorang ibu rumah tangga seperti dirinya dan 11 riders lainnya getuk tular dan menjalar dalam sanubari setiap individu masyarakat Indonesia untuk bersama-sama ikut berpartisipasi mengurangi polusi menuju Indonesia 0 emisi karbon.
Diberitakan sebelumnya, edisi pamungkas estafet Journey from Zero (JFZ) dari Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam berakhir di Kota Denpasar, Bali, Sabtu (20/8/2022).
Anne Luntungan didapuk sebagai rider ke-12 yang menempuh jarak 166 kilometer dari Banyuwangi ke Denpasar Bali.
Ia melanjutkan Ferry Silviana Feronica yang sebelumnya menjajal rute 0 Kota Malang menuju Kota Banyuwangi berjarak 290 km pada Senin, 15 Agustus 2022.
Jika perjalanan Anne Luntungan dan istri Walikota Kediri, Ferry Silviana Feronica yang akrab disapa Bunda Fey hanya ditempuh kurang dari sehari, maka tidak demikian halnya dengan 10 rider lainnya.
Mereka adalah Bob Aria Bharuna yang membuka estafet Journey from Zero (JFZ) dari Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam menuju Medan menempuh jarak 650 km pada 15-17 Juni 2022.
Pesepeda kedua bernama Nikasius Dirgahayu yang menempuh rute Medan-Rantauprapat sejauh 290 km pada 20-21 Juni 2022.
Selanjutnya, dari Rantauprapat ke Pekanbaru yang berjarak 376 km, sepeda kayu karya Singgih Kartono dikayuh oleh Rahmat Wijayanto pada 26 Juni-28 Juni 2022.
Yayak M. Saat dipercaya meneruskan estafet Journey from Zero dari Pekanbaru menuju Jambi yang menempuh jarak 460 km dari 30 Juni 2022 hingga 3 Juli 2022.
Secara berurutan rider selanjutnya yang mencatatkan namanya dalam sejarah Journey from Zero (JFZ) 2022 adalah Rano Prayonda (Jambi-Palembang, 277 km), Vidi Widyastomo (Palembang-Bandar Lampung, 372 km), Arie Dagienkz (Bandar Lampung-Jakarta, 253 km), Fadli Fikriawan (Jakarta-Bandung, 171 km), Yusuf Apria (Bandung-Yogyakarta, 486 km), dan Ichan (Yogyakarta-Malang, 433 km).
Total etape Journey from Zero (JFZ) tahun 2022 menempuh jarak 4.224 km; dimulai pada 15 Juni 2022 hingga 20 Agustus 2022.
Journey from Zero yang dimulai dari Aceh dan berakhir di Bali berusaha menyebarkan semangat positif bagi masyarakat, khususnya generasi muda bahwa upaya mengurangi emisi karbon atau polusi udara bisa dilakukan dengan cara sederhana, yakni bersepeda.
Langkah ini menjadi bagian dari kampanye #BirukanLangit yang mengusung tema “Dari Titik Nol Indonesia Menuju Nol Emisi Karbon”.
Di etape pamungkas, Anne Luntungan tak sendiri. Ia didampingi oleh sejumlah rider, di antaranya Fransiskus Kusuma & Joshua Sitompul (Athetica company) dan Roni Wang (Bike2Work Bogor).
Anne Luntungan mengaku perjuangannya belum selesai, sebaliknya justru baru dimulai.
“Saya ikut rangkaian Journey from Zero ini karena saya suka olahraga. Tidak hanya sepedaan, tapi juga berlari. Kebetulan saya juga sangat konsen dengan kondisi polusi udara di Ibu Kota Jakarta yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.
Setelah langit Jakarta sempat biru baru-baru ini karena pembatasan aktivitas selama masa pandemi Covid-19, kini langit Jakarta kembali muram. Ini tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan harus menjadi gerakan bersama untuk mencapai dampak yang lebih baik,” tutupnya. (ken)