29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:55 AM WIB

Dimulai Sejak 1339 M, Ini Sejarah Perang Tipat Bantal Bermula…

MANGUPURA – Perang tipat dan bantal saat purnama kapat di Jalan Raya Kapal, tepatnya depan Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal, Mengwi, Badung, kemarin berlangsung meriah.

Menurut sumber resmi, tradisi perang tipat bantal yang dilakukan seluruh warga di Desa Adat Kapal sudah berlangsung turun temurun sejak tahun 1339 silam.

Bagi warga di Desa Adat Kapal, pelaksanaan tradisi prang tipat bantal ini tidak sekadar mempertahankan tradisi yang sudah ada, lebih dari itu warga percaya tradisi ini mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan.

Sebelum perang tipat dan bantal digelar, warga setempat melakukan persembahyangan di Pura Desa lan Puseh.

“Tujuannya untuk memohon kesejahteraan bagi seluruh krama Desa Adat Kapal,” ujar Bendesa Adat Kapal Ketut Sudarsana.

Menurutnya, tradisi ini berawal dari kedatangan Patih Raja Bali Dinasti Singhasari terakhir yakni Ki Kebo Waruya yang

menerima mandat dari Raja Bali yang bernama Asta Sura Ratna Bumi Banten untuk merenovasi Pura Purusada di Desa Kapal.

Nah, setibanya di Desa Adat Kapal, Ki Kebo Waruya tergerak hatinya karena melihat kondisi desa yang mengalami musim paceklik.

Melihat kondisi tersebut, Ki Kebo Waruya kemudian memohon ke hadapan Ida Bhatara yang berstana di Candi Rara Pura Purusada agar berkenan melimpahkan waranugra atau anugerah.

Nah, petunjuk tersebut pun mengharuskan seluruh warga untuk melaksanakannya. Kemudian, Ki Kebo Waruya menamai upacara tersebut dengan Aci Tabuh Rah Pengangon.

Aci berarti persembahan, tabuh berarti mengumandangkan, rah berarti tenaga, dan pengangon berarti nama lain daripada Shang Hyang Siwa.

Secara keseluruhan artinya adalah persembahan atau wujud syukur kehadapan Ida Shang Hyang Widhi Wasa dalam wujudnya sebagai Siwa.

“Beliau lalu diberikan petunjuk agar melakukan upacara Aci yang dipersembahkan kepada Bhatara Siwa dengan menggunakan sarana tipat dan bantal,” terang Sudarsana.

Sejak saat itu hingga sekarang, imbuh Sudarsana, Desa Adat Kapal tidak pernah meninggalkan Upacara Aci Tabuh Rah Pengangon atau yang sering dikenal dengan nama perang tipat bantal.

Pihaknya berharap agar masyarakat Desa Adat Kapal tetap melestarikan secara turun temurun tradisi ini.

Selama kegiatan berlangsung, kondisi lalu lintas jalur Gilimanuk-Denpasar atau sebaliknya, khususnya di sepanjang Jalan Raya Kapal ditutup selama kurang lebih 15 menit.

Untuk mengatur arus lalu lintas dan menjaga keamanan saat tradisi perang tipat bantal dilaksanakan, sejumlah pihak dari kepolisian, TNI, dan pecalang desa adat dikerahkan.

MANGUPURA – Perang tipat dan bantal saat purnama kapat di Jalan Raya Kapal, tepatnya depan Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal, Mengwi, Badung, kemarin berlangsung meriah.

Menurut sumber resmi, tradisi perang tipat bantal yang dilakukan seluruh warga di Desa Adat Kapal sudah berlangsung turun temurun sejak tahun 1339 silam.

Bagi warga di Desa Adat Kapal, pelaksanaan tradisi prang tipat bantal ini tidak sekadar mempertahankan tradisi yang sudah ada, lebih dari itu warga percaya tradisi ini mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan.

Sebelum perang tipat dan bantal digelar, warga setempat melakukan persembahyangan di Pura Desa lan Puseh.

“Tujuannya untuk memohon kesejahteraan bagi seluruh krama Desa Adat Kapal,” ujar Bendesa Adat Kapal Ketut Sudarsana.

Menurutnya, tradisi ini berawal dari kedatangan Patih Raja Bali Dinasti Singhasari terakhir yakni Ki Kebo Waruya yang

menerima mandat dari Raja Bali yang bernama Asta Sura Ratna Bumi Banten untuk merenovasi Pura Purusada di Desa Kapal.

Nah, setibanya di Desa Adat Kapal, Ki Kebo Waruya tergerak hatinya karena melihat kondisi desa yang mengalami musim paceklik.

Melihat kondisi tersebut, Ki Kebo Waruya kemudian memohon ke hadapan Ida Bhatara yang berstana di Candi Rara Pura Purusada agar berkenan melimpahkan waranugra atau anugerah.

Nah, petunjuk tersebut pun mengharuskan seluruh warga untuk melaksanakannya. Kemudian, Ki Kebo Waruya menamai upacara tersebut dengan Aci Tabuh Rah Pengangon.

Aci berarti persembahan, tabuh berarti mengumandangkan, rah berarti tenaga, dan pengangon berarti nama lain daripada Shang Hyang Siwa.

Secara keseluruhan artinya adalah persembahan atau wujud syukur kehadapan Ida Shang Hyang Widhi Wasa dalam wujudnya sebagai Siwa.

“Beliau lalu diberikan petunjuk agar melakukan upacara Aci yang dipersembahkan kepada Bhatara Siwa dengan menggunakan sarana tipat dan bantal,” terang Sudarsana.

Sejak saat itu hingga sekarang, imbuh Sudarsana, Desa Adat Kapal tidak pernah meninggalkan Upacara Aci Tabuh Rah Pengangon atau yang sering dikenal dengan nama perang tipat bantal.

Pihaknya berharap agar masyarakat Desa Adat Kapal tetap melestarikan secara turun temurun tradisi ini.

Selama kegiatan berlangsung, kondisi lalu lintas jalur Gilimanuk-Denpasar atau sebaliknya, khususnya di sepanjang Jalan Raya Kapal ditutup selama kurang lebih 15 menit.

Untuk mengatur arus lalu lintas dan menjaga keamanan saat tradisi perang tipat bantal dilaksanakan, sejumlah pihak dari kepolisian, TNI, dan pecalang desa adat dikerahkan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/