29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:18 AM WIB

Kamera DSLR dan Loloh Bawa Siswa Trisma ke Malaysia

RadarBali.com – SMAN 3 Denpasar atau yang akrab disebut Trisma nampaknya belum lelah untuk mencetak siswa berprestasi dibidang akademik.

Tidak berhenti sampai di kompetisi nasional saja, siswa Trisma pun banyak yang menjajal kompetisi-kompetisi skala internasional.

Tahun ini, salah satunya berhasil menyabet prestasi yang cukup membanggakan. Yaitu medali perak dalam ajang International Royal Military College Young Scientist Conference and Exhibition (i-RYSCE) yang diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia.

Di ajang tersebut, Trisma memberangkatkan dua tim untuk berlaga di dua bidang yang berbeda.

Satu dalam bidang Fisika yang diwakili oleh Vira Niyatasya Shiva Duarsa bersama I Nyoman Surya Merta Yasa, dan satu lagi dalam bidang Environmental Science yang diwakili oleh Ni Luh Putu Hardy Lestari bersama Ni Nyoman Maylina Triastuti.

Mereka berhasil menyisihkan sekitar 250 peserta lain dari 11 negara dan menyabet medali perak di bidang masing-masing. Wow.

Perjalanan mereka berawal dari kompetisi science yang diadakan oleh Canisius College di Jakarta pada tahun 2016 silam.

“Kami berhasil memenangkan kompetisi itu. Kemudian, karena Canisius College bekerjasama dengan Center for Young Scientist, kami pun direkomendasikan untuk ikut i-RYSCE. Yah, kami pikir sih, kapan lagi bisa dapat kesempatan berkompetisi di luar negeri. Akhirnya kami memutuskan ikut,” ungkap Vira saat ditemui di sekolahnya Senin (24/7) lalu.

Bersama partner-nya, Merta Yasa, mereka membuat penelitian berjudul “Night Sky Light Pollution Level with DSLR Camera”.

Dalam penelitian tersebut mereka mengukur polusi cahaya pada langit malam dengan menggunakan kamera DSLR.

“Secara logika sederhananya, kamera DSLR kan menangkap cahaya. Jadi, kalau semakin banyak cahaya di langit malam yang ditangkap oleh kamera, berarti semakin tinggi tingkat polusi cahayanya,” papar Vira dengan mantap.

Meski nampak sederhana, namun bukan berarti Vira dan Merta Yasa tidak menemui banyak rintangan dalam melakukan penelitian.

“Kami harus mencari langit malam yang benar-benar ‘bersih’ tanpa awan sekali pun. Tentunya itu bukan hal yang mudah. Apalagi saat kami penelitian cuaca sering mendung. Kalau dihitung-hitung, kami sempat 3 kali gagal penelitian,” imbuh Vira.

Tapi nyatanya perjuangan mereka tidak sia-sia. Begitu juga dengan tim Hardy Lestari dan Maylina yang meneliti loloh cemcem sebagai minuman anti insomnia.

“Idenya sih dari pengalaman pribadi dan kebanyakan anak muda juga yang susah tidur di malam hari. Kemudian waktu itu sempat jalan-jalan ke Pesta Kesenian Bali dan ketemu loloh cemcem yang katanya punya banyak khasiat. Kami pun coba meneliti itu,” ujar Hardy.

Demi penelitian tersebut, Hardy dan Maylina mengaku mencari bahan-bahan loloh cemcem hingga ke daerah asalnya. “Kami cari langsung ke Bangli, lalu kami racik sendiri,” lanjutnya.

Berbekal kedua penelitian tersebut, mereka berangkat ke Malaysia pada 10-15 Juli lalu bersama delegasi Indonesia dari kota lain, seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali sendiri.

Namun saat itu keberangkatan mereka juga masih menemui satu rintangan lain. Yaitu dana. “Ada yang pakai dana pribadi. Tapi kami bersyukur mendapatkan sponsor yang membiayai keberangkatan kami,” pungkas Hardy sambil menangkupkan kedua telapak tangannya tanda bersyukur. 

RadarBali.com – SMAN 3 Denpasar atau yang akrab disebut Trisma nampaknya belum lelah untuk mencetak siswa berprestasi dibidang akademik.

Tidak berhenti sampai di kompetisi nasional saja, siswa Trisma pun banyak yang menjajal kompetisi-kompetisi skala internasional.

Tahun ini, salah satunya berhasil menyabet prestasi yang cukup membanggakan. Yaitu medali perak dalam ajang International Royal Military College Young Scientist Conference and Exhibition (i-RYSCE) yang diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia.

Di ajang tersebut, Trisma memberangkatkan dua tim untuk berlaga di dua bidang yang berbeda.

Satu dalam bidang Fisika yang diwakili oleh Vira Niyatasya Shiva Duarsa bersama I Nyoman Surya Merta Yasa, dan satu lagi dalam bidang Environmental Science yang diwakili oleh Ni Luh Putu Hardy Lestari bersama Ni Nyoman Maylina Triastuti.

Mereka berhasil menyisihkan sekitar 250 peserta lain dari 11 negara dan menyabet medali perak di bidang masing-masing. Wow.

Perjalanan mereka berawal dari kompetisi science yang diadakan oleh Canisius College di Jakarta pada tahun 2016 silam.

“Kami berhasil memenangkan kompetisi itu. Kemudian, karena Canisius College bekerjasama dengan Center for Young Scientist, kami pun direkomendasikan untuk ikut i-RYSCE. Yah, kami pikir sih, kapan lagi bisa dapat kesempatan berkompetisi di luar negeri. Akhirnya kami memutuskan ikut,” ungkap Vira saat ditemui di sekolahnya Senin (24/7) lalu.

Bersama partner-nya, Merta Yasa, mereka membuat penelitian berjudul “Night Sky Light Pollution Level with DSLR Camera”.

Dalam penelitian tersebut mereka mengukur polusi cahaya pada langit malam dengan menggunakan kamera DSLR.

“Secara logika sederhananya, kamera DSLR kan menangkap cahaya. Jadi, kalau semakin banyak cahaya di langit malam yang ditangkap oleh kamera, berarti semakin tinggi tingkat polusi cahayanya,” papar Vira dengan mantap.

Meski nampak sederhana, namun bukan berarti Vira dan Merta Yasa tidak menemui banyak rintangan dalam melakukan penelitian.

“Kami harus mencari langit malam yang benar-benar ‘bersih’ tanpa awan sekali pun. Tentunya itu bukan hal yang mudah. Apalagi saat kami penelitian cuaca sering mendung. Kalau dihitung-hitung, kami sempat 3 kali gagal penelitian,” imbuh Vira.

Tapi nyatanya perjuangan mereka tidak sia-sia. Begitu juga dengan tim Hardy Lestari dan Maylina yang meneliti loloh cemcem sebagai minuman anti insomnia.

“Idenya sih dari pengalaman pribadi dan kebanyakan anak muda juga yang susah tidur di malam hari. Kemudian waktu itu sempat jalan-jalan ke Pesta Kesenian Bali dan ketemu loloh cemcem yang katanya punya banyak khasiat. Kami pun coba meneliti itu,” ujar Hardy.

Demi penelitian tersebut, Hardy dan Maylina mengaku mencari bahan-bahan loloh cemcem hingga ke daerah asalnya. “Kami cari langsung ke Bangli, lalu kami racik sendiri,” lanjutnya.

Berbekal kedua penelitian tersebut, mereka berangkat ke Malaysia pada 10-15 Juli lalu bersama delegasi Indonesia dari kota lain, seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali sendiri.

Namun saat itu keberangkatan mereka juga masih menemui satu rintangan lain. Yaitu dana. “Ada yang pakai dana pribadi. Tapi kami bersyukur mendapatkan sponsor yang membiayai keberangkatan kami,” pungkas Hardy sambil menangkupkan kedua telapak tangannya tanda bersyukur. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/