30.9 C
Jakarta
25 September 2024, 10:56 AM WIB

Menengok Cara Pemerintah Optimalkan “Blue Carbon”

Tanam Mangrove di Lahan Kritis, Diharapkan Jaga Ekosistem

Wacana blue carbon nampaknya masih jadi pembahasan elite dan cendekia. Tapi di Buleleng, pemerintah mulai menggalakkan hal tersebut. Salah satu hal sederhana adalah menanam mangrove di lahan kritis.

 

Eka Prasetya, Buleleng

RATUSAN orang yang terdiri atas relawan lingkungan, staf Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng, guru di Kecamatan Gerokgak, dan para pejabat kemarin tengah berkumpul di kawasan Pantai Desa Pemuteran. Kawasan pantai ini merupakan salah satu mutiara di wilayah Buleleng Barat.

 

Dulunya kawasan tersebut dikenal dengan nama kawasan Bukit Ser. Biasanya hanya digunakan sebagai lokasi memancing. Tapi beberapa tahun terakhir, pemerintah desa mulai mengelola kawasan tersebut sebagai tujuan wisata.

 

Kawasan pantai itu juga dikenal sebagai salah satu kawasan kritis. Konon dulunya di sana terdapat tanaman bakau. Terbukti ada beberapa varietas bakau yang tumbuh di sekitar rawa. Tapi kini di wilayah pantai, tak ada lagi bakau yang terlihat.

 

Kini pemerintah berupaya melestarikan kawasan pantai. Salah satunya menanam mangrove. Tercatat ada 5 ribu batang mangrove yang ditanam. Mangrove itu diharapkan menutupi kawasan seluas 5 hektare. Seluruh mangrove itu disuplai PT Pelabuhan Indonesia (Persero).

 

Penanaman mangrove itu dimulai pada Rabu (10/8) sore. Setidaknya ada 500 orang yang dikerahkan menanam 5 ribu batang mangrove.

 

Kepala DLH Buleleng Gede Melandrat mengatakan penanaman mangrove di Pemuteran merupakan salah satu upaya pemerintah melakukan manajemen ekosistem. Menurutnya beberapa tanaman di daratan hingga bawah laut, merupakan sebuah kesatuan yang seharusnya tak dapat dipisahkan.

 

Misalnya saja tanaman waru dan ketapang di darat, berkaitan erat dengan mangrove di pantai. Sementara di bawah laut ada padang lamun dan terumbu karang. “Ketika semua itu lestari, maka itu yang dimaksud dengan blue carbon. Hal ini yang kami genjot. Karena serapan karbon itu tidak semata-mata pohon di darat, tapi juga ada ekosistem lain yang bisa menyerap karbon,” kata Melandrat.

 

Ia mengaku penanaman mangrove di lahan kritis sangat menantang. Terlebih areal itu kerap dijadikan lokasi bagi nelayan menambatkan perahu. Maka pihaknya pun menggandeng pemerintah desa dalam pengawasan. “Nanti ada Satgas Lingkungan di Desa Pemuteran dan komunitas yang melakukan pengawasan. Selain itu dari desa juga sudah merancang kawasan ini sebagai lokasi tujuan edukasi dan pelestarian mangrove,” imbuhnya.

 

Sementara itu Sekkab Buleleng Gede Suyasa yang hadir dalam penanaman tersebut mengapresiasi upaya pihak ketiga yang telah menyuplai mangrove. Ia meminta agar penanaman itu bukan berhenti pada acara simbolis semata. Hal yang paling penting adalah keberlangsungan dan kelestarian tanaman tersebut.

 

“Kalau ini tumbuh bagus dan lestari, tentu bisa jadi destinasi wisata baru. Manfaatnya mungkin belum bisa dirasakan generasi kita, tapi generasi mendatang akan merasakan dampak yang besar,” katanya.

 

Suyasa juga meminta agar DLH Buleleng mengkaji wilayah-wilayah lain yang bisa ditanami mangrove. Upaya itu diharapkan dapat mencegah abrasi yang rentan mencaplok kawasan pesisir Bali Utara. (*)

Wacana blue carbon nampaknya masih jadi pembahasan elite dan cendekia. Tapi di Buleleng, pemerintah mulai menggalakkan hal tersebut. Salah satu hal sederhana adalah menanam mangrove di lahan kritis.

 

Eka Prasetya, Buleleng

RATUSAN orang yang terdiri atas relawan lingkungan, staf Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng, guru di Kecamatan Gerokgak, dan para pejabat kemarin tengah berkumpul di kawasan Pantai Desa Pemuteran. Kawasan pantai ini merupakan salah satu mutiara di wilayah Buleleng Barat.

 

Dulunya kawasan tersebut dikenal dengan nama kawasan Bukit Ser. Biasanya hanya digunakan sebagai lokasi memancing. Tapi beberapa tahun terakhir, pemerintah desa mulai mengelola kawasan tersebut sebagai tujuan wisata.

 

Kawasan pantai itu juga dikenal sebagai salah satu kawasan kritis. Konon dulunya di sana terdapat tanaman bakau. Terbukti ada beberapa varietas bakau yang tumbuh di sekitar rawa. Tapi kini di wilayah pantai, tak ada lagi bakau yang terlihat.

 

Kini pemerintah berupaya melestarikan kawasan pantai. Salah satunya menanam mangrove. Tercatat ada 5 ribu batang mangrove yang ditanam. Mangrove itu diharapkan menutupi kawasan seluas 5 hektare. Seluruh mangrove itu disuplai PT Pelabuhan Indonesia (Persero).

 

Penanaman mangrove itu dimulai pada Rabu (10/8) sore. Setidaknya ada 500 orang yang dikerahkan menanam 5 ribu batang mangrove.

 

Kepala DLH Buleleng Gede Melandrat mengatakan penanaman mangrove di Pemuteran merupakan salah satu upaya pemerintah melakukan manajemen ekosistem. Menurutnya beberapa tanaman di daratan hingga bawah laut, merupakan sebuah kesatuan yang seharusnya tak dapat dipisahkan.

 

Misalnya saja tanaman waru dan ketapang di darat, berkaitan erat dengan mangrove di pantai. Sementara di bawah laut ada padang lamun dan terumbu karang. “Ketika semua itu lestari, maka itu yang dimaksud dengan blue carbon. Hal ini yang kami genjot. Karena serapan karbon itu tidak semata-mata pohon di darat, tapi juga ada ekosistem lain yang bisa menyerap karbon,” kata Melandrat.

 

Ia mengaku penanaman mangrove di lahan kritis sangat menantang. Terlebih areal itu kerap dijadikan lokasi bagi nelayan menambatkan perahu. Maka pihaknya pun menggandeng pemerintah desa dalam pengawasan. “Nanti ada Satgas Lingkungan di Desa Pemuteran dan komunitas yang melakukan pengawasan. Selain itu dari desa juga sudah merancang kawasan ini sebagai lokasi tujuan edukasi dan pelestarian mangrove,” imbuhnya.

 

Sementara itu Sekkab Buleleng Gede Suyasa yang hadir dalam penanaman tersebut mengapresiasi upaya pihak ketiga yang telah menyuplai mangrove. Ia meminta agar penanaman itu bukan berhenti pada acara simbolis semata. Hal yang paling penting adalah keberlangsungan dan kelestarian tanaman tersebut.

 

“Kalau ini tumbuh bagus dan lestari, tentu bisa jadi destinasi wisata baru. Manfaatnya mungkin belum bisa dirasakan generasi kita, tapi generasi mendatang akan merasakan dampak yang besar,” katanya.

 

Suyasa juga meminta agar DLH Buleleng mengkaji wilayah-wilayah lain yang bisa ditanami mangrove. Upaya itu diharapkan dapat mencegah abrasi yang rentan mencaplok kawasan pesisir Bali Utara. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/