25.5 C
Jakarta
21 November 2024, 6:44 AM WIB

Tertarik Astronomi Usai ke Besakih, Penggagas Diagram Pengalantaka

Bali memiliki sejumlah tokoh penyusun kalender Bali. Salah seorang diantaranya adalah I Gede Marayana yang berasal dari Bali Utara.

Marayana berhasil menciptakan diagram pengalantaka. Buah kerja keras dan ketekunannya itu pun berujung pada sejumlah penghargaan.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

USIANYA sudah cukup sepuh. Tepatnya 72 tahun. Meski sudah kepala tujuh, fisiknya tetap enerjik. Daya ingatnya pun masih kuat.

Momen-momen penting dalam perjalanan karirnya tetap diingat dengan detail. Hingga ke tanggal, bulan, dan tahun.

Jawa Pos Radar Bali bertemu dengan I Gede Marayana, pekan lalu di Dinas Kebudayaan Buleleng.

Ia adalah salah seorang budayawan yang kerap bertandang ke Disbud Buleleng. Pokok-pokok pikirannya mengenai kebudayaan, utamanya wariga kerap dituangkan pada para pejabat maupun staf yang bertugas di dinas tersebut.

Marayana bukan sosok asing di Buleleng. Pada tahun 1990-an ia dikenal sebagai salah seorang penyusun kalender Bali.

Jauh sebelum itu, Marayana juga dikenal sebagai salah seorang birokrat di Dinas Pekerjaan Umum Buleleng, utamanya di bidang penataan dan sumber daya air.

Kalender pertamanya terbit pada tahun 1993 silam. Jauh sebelum itu, pada warsa 1970-an Marayana telah mempelajari ilmu astronomi secara otodidak.

Momentum itu datang saat ia ditunjuk sebagai Wakil Ketua Kelian Desa Adat Galiran.

Lazimnya pemangku kebijakan adat pada umumnya, mereka memiliki hak dan kewenangan dalam menentukan hari baik atau dewasa ayu.

Warga yang hendak melangsungkan upacara selalu mendatangi para pemangku adat, untuk mengetahui hari yang tepat dalam melakukan upacara.

Bahkan ada pula yang datang untuk menanyakan kapan waktu yang tepat untuk bercocok tanam serta beternak.

Rasa ingin tahu terhadap ilmu astronomi makin bergolak saat dilangsungkan upacara Eka Dasa Rudra di Pura Besakih pada tahun 1979 lalu.

Ia merasa takjub karena para pemuka adat dan agama bisa menentukan kapan waktu yang tepat pelaksanaan upacara tersebut. Padahal, Eka Dasa Rudra hanya digelar sekali dalam 100 tahun.

“Jujur waktu itu saya heran. Kok bisa menentukan hari. Kemudian saya belajar semakin intens soal wariga. Baru mempelajari perhitungan kapal purnama, kapan tilem,” ungkap Marayana pada Jawa Pos Radar Bali.

Pada tahun 1980-an pria yang juga dosen pada STKIP Agama Hindu Singaraja itu akhirnya menemukan sebuah metode yang ia anggap tepat dalam sistem penanggalan kalender Bali.

Sistem itu mengacu pada perhitungan surya (matahari), candra (bulan), dan (rasi) bintang. Bulan pertama dalam kalender Bali atau yang disebut sasih karo, biasanya akan ditandai dengan terbitnya bintang kartika.

Keyakinannya itu tak serta merta ia sampaikan pada publik. Selama belasan tahun ia terus melakukan penyempurnaan, penghitungan ulang,

serta pengujian dengan sistem perhitungan yang ia miliki. Baru pada tahun 1993 ia berani tampil ke publik dengan menerbitkan kalender Bali berdasar diagram pengalantaka. (*)

 

Bali memiliki sejumlah tokoh penyusun kalender Bali. Salah seorang diantaranya adalah I Gede Marayana yang berasal dari Bali Utara.

Marayana berhasil menciptakan diagram pengalantaka. Buah kerja keras dan ketekunannya itu pun berujung pada sejumlah penghargaan.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

USIANYA sudah cukup sepuh. Tepatnya 72 tahun. Meski sudah kepala tujuh, fisiknya tetap enerjik. Daya ingatnya pun masih kuat.

Momen-momen penting dalam perjalanan karirnya tetap diingat dengan detail. Hingga ke tanggal, bulan, dan tahun.

Jawa Pos Radar Bali bertemu dengan I Gede Marayana, pekan lalu di Dinas Kebudayaan Buleleng.

Ia adalah salah seorang budayawan yang kerap bertandang ke Disbud Buleleng. Pokok-pokok pikirannya mengenai kebudayaan, utamanya wariga kerap dituangkan pada para pejabat maupun staf yang bertugas di dinas tersebut.

Marayana bukan sosok asing di Buleleng. Pada tahun 1990-an ia dikenal sebagai salah seorang penyusun kalender Bali.

Jauh sebelum itu, Marayana juga dikenal sebagai salah seorang birokrat di Dinas Pekerjaan Umum Buleleng, utamanya di bidang penataan dan sumber daya air.

Kalender pertamanya terbit pada tahun 1993 silam. Jauh sebelum itu, pada warsa 1970-an Marayana telah mempelajari ilmu astronomi secara otodidak.

Momentum itu datang saat ia ditunjuk sebagai Wakil Ketua Kelian Desa Adat Galiran.

Lazimnya pemangku kebijakan adat pada umumnya, mereka memiliki hak dan kewenangan dalam menentukan hari baik atau dewasa ayu.

Warga yang hendak melangsungkan upacara selalu mendatangi para pemangku adat, untuk mengetahui hari yang tepat dalam melakukan upacara.

Bahkan ada pula yang datang untuk menanyakan kapan waktu yang tepat untuk bercocok tanam serta beternak.

Rasa ingin tahu terhadap ilmu astronomi makin bergolak saat dilangsungkan upacara Eka Dasa Rudra di Pura Besakih pada tahun 1979 lalu.

Ia merasa takjub karena para pemuka adat dan agama bisa menentukan kapan waktu yang tepat pelaksanaan upacara tersebut. Padahal, Eka Dasa Rudra hanya digelar sekali dalam 100 tahun.

“Jujur waktu itu saya heran. Kok bisa menentukan hari. Kemudian saya belajar semakin intens soal wariga. Baru mempelajari perhitungan kapal purnama, kapan tilem,” ungkap Marayana pada Jawa Pos Radar Bali.

Pada tahun 1980-an pria yang juga dosen pada STKIP Agama Hindu Singaraja itu akhirnya menemukan sebuah metode yang ia anggap tepat dalam sistem penanggalan kalender Bali.

Sistem itu mengacu pada perhitungan surya (matahari), candra (bulan), dan (rasi) bintang. Bulan pertama dalam kalender Bali atau yang disebut sasih karo, biasanya akan ditandai dengan terbitnya bintang kartika.

Keyakinannya itu tak serta merta ia sampaikan pada publik. Selama belasan tahun ia terus melakukan penyempurnaan, penghitungan ulang,

serta pengujian dengan sistem perhitungan yang ia miliki. Baru pada tahun 1993 ia berani tampil ke publik dengan menerbitkan kalender Bali berdasar diagram pengalantaka. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/