28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:11 AM WIB

Whisky Warriors, Kisah Hura-hura The Hydrant dari Las Vegas Hingga BTR

DENPASAR – Selain sibuk mempersiapkan single kolaborasi bersama Sunmantra band, pionir Rockabilly di skena muda negeri ini, The Hydrant kini tengah mempersiapkan album ke enam mereka berjudul Whisky Warriors.

Album ini hadir sebagai ungkapan kebanggaan atas tur-tur yang dijalani The Hydrant, sekaligus jadi ajang selebrasi kemenangan

gerakan Bali Tolak Reklamasi (BTR) selama lima tahun berjuang mempertahankan alam Bali dari kerusakan lingkungan.

Adi, sang pembetot bass mengaku proses album tersebut sudah mencapai 80 persen. Di mana album yang dikemas lebih elegan ini rencananya akan di launching pada awal tahun 2019 tepatnya di Bulan Januari.

“Desember ini kami rekam di studio Ian J. Stevenson (vokalis Zat Kimia),” tutur Adi. Album Whisky Warriors sendiri merangkum perjalanan dari band yang beranggotakan

Marshello (biduan, harmonika), Vincent (gitar), Christopper (stand up drum), serta Adi (upright bass) perjalanan kali kedua di Viva Las Vegas, yang merupakan festival Rockabilly terbesar sejagat.

“Seperti glamournya Las Vegas, lagu ini temanya santai, dan penuh hura-hura. Ini juga sebagai selebrasi The Hydrant atas kemenangan gerakan BTR selama lima tahun,” jelas Adi.

Album ini banyak mengulas tentang kecintaan band bentukan tahun 2004 silam terhadap party, rock n roll dan pasang surut asmara.

“Itu mewakili identitas kami,” bebernya. Namun di tengah kecintaan terhadap party dan juga gaya glamour, The Hydrant tetap mengusung isu sosial dan lingkungan.

“Tetap ingat sama pergerakan dan berjuang untuk itu. Supaya balance,” imbuhnya. Album ini pun menunjukkan kedewasaan The Hydrant dalam bermusik.

Dari segi aransemen diakui ada beberapa perbedaan. Ada beberapa tambahan alat musik, seperti saxophone, mandolin dan alat musik tradisional konga.

Konga sendiri merupakan alat musik yang berasal dari Kuba. Terbuat dari kayu, dengan bentuk hampir sama seperti kendang namun memiliki ukuran lebih panjang.

“Kebetulan Marshello (vokalis) memilik latarbelakang pemain konga. Jadi dia yang memainkan,” jelas Adi.

Menurut rencana, launching album ini akan dibuat secara road show di tiga tempat di Bali. The Hydrant sebagai grup terbesar di genrenya di tanah Nusantara, telah menghasilkan lima karya album rekaman.

Lima album tersebut seperti Saturday Night Riot (2006), Rockabilly Live (2007), Bali Bandidos (2009), Dirty Thirty (2011), dan Lokananta Riot (2015).

DENPASAR – Selain sibuk mempersiapkan single kolaborasi bersama Sunmantra band, pionir Rockabilly di skena muda negeri ini, The Hydrant kini tengah mempersiapkan album ke enam mereka berjudul Whisky Warriors.

Album ini hadir sebagai ungkapan kebanggaan atas tur-tur yang dijalani The Hydrant, sekaligus jadi ajang selebrasi kemenangan

gerakan Bali Tolak Reklamasi (BTR) selama lima tahun berjuang mempertahankan alam Bali dari kerusakan lingkungan.

Adi, sang pembetot bass mengaku proses album tersebut sudah mencapai 80 persen. Di mana album yang dikemas lebih elegan ini rencananya akan di launching pada awal tahun 2019 tepatnya di Bulan Januari.

“Desember ini kami rekam di studio Ian J. Stevenson (vokalis Zat Kimia),” tutur Adi. Album Whisky Warriors sendiri merangkum perjalanan dari band yang beranggotakan

Marshello (biduan, harmonika), Vincent (gitar), Christopper (stand up drum), serta Adi (upright bass) perjalanan kali kedua di Viva Las Vegas, yang merupakan festival Rockabilly terbesar sejagat.

“Seperti glamournya Las Vegas, lagu ini temanya santai, dan penuh hura-hura. Ini juga sebagai selebrasi The Hydrant atas kemenangan gerakan BTR selama lima tahun,” jelas Adi.

Album ini banyak mengulas tentang kecintaan band bentukan tahun 2004 silam terhadap party, rock n roll dan pasang surut asmara.

“Itu mewakili identitas kami,” bebernya. Namun di tengah kecintaan terhadap party dan juga gaya glamour, The Hydrant tetap mengusung isu sosial dan lingkungan.

“Tetap ingat sama pergerakan dan berjuang untuk itu. Supaya balance,” imbuhnya. Album ini pun menunjukkan kedewasaan The Hydrant dalam bermusik.

Dari segi aransemen diakui ada beberapa perbedaan. Ada beberapa tambahan alat musik, seperti saxophone, mandolin dan alat musik tradisional konga.

Konga sendiri merupakan alat musik yang berasal dari Kuba. Terbuat dari kayu, dengan bentuk hampir sama seperti kendang namun memiliki ukuran lebih panjang.

“Kebetulan Marshello (vokalis) memilik latarbelakang pemain konga. Jadi dia yang memainkan,” jelas Adi.

Menurut rencana, launching album ini akan dibuat secara road show di tiga tempat di Bali. The Hydrant sebagai grup terbesar di genrenya di tanah Nusantara, telah menghasilkan lima karya album rekaman.

Lima album tersebut seperti Saturday Night Riot (2006), Rockabilly Live (2007), Bali Bandidos (2009), Dirty Thirty (2011), dan Lokananta Riot (2015).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/