33.8 C
Jakarta
4 September 2024, 14:10 PM WIB

Meski Meninggal, Aset Tri Nugraha Senilai Rp71 M Masih Diusut Kejati

DENPASAR – Dengan alasan meninggalnya Tri Nugraha, Kejati Bali, menyatakan menghentikan kasus yang menjerat Tri Nugraha. Hal itu disampaikan langsung oleh Wakajati Bali, Asep Maryono di Kejati Bali, Selasa (1/9).

“Tindak pidana berhenti (karena, Red) tidak cukup bukti dan yang bersangkut meninggal dunia dan ditutup demi hukum. Penyidik akan membuat nota dinas dan permohonan penghentian kasus,” terangnya kepada awak media.

Lanjut Maryono untuk sejumlah barang bukti yang telah disita, ternyata penyidik tidak akan mengembalikan begitu saja kepada ahli warisnya. Apalagi, barang yang disita itu adalah alat bukti dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

Dengan demikian, kata dia, untuk barang bukti yang disita itu, penyidik akan melakukan analisis. Analisis itu untuk bisa menentukan apakah sejumlah aset yang disita akan dilelang, atau dirampas untuk negara. Ataukah nantinya barang itu dikembalikan ke mana barang sitaan itu.

“Penyidik yang akan membuat keputusan dan masih menunggu analisis status barang bukti yang disita,” ujarnya.

Maryono menjelaskan bahwa sejumlah barang bukti yang disita melalui pengadilan sudah ada penetapan dan berita acaranya. 

Sejumlah barang bukti itu ada 12 unit kendaraan dan 12 ladang tanah. Semua barang bukti yang disita itu merupakan temuan dari penyidik. Bukan diserahkan secara sukarela dari Tri Nugraha.

Sebelumnya, Tri Nugraha mengaku kepada kejaksaan bahwa dia akan menyerahkan aset tanah sebanyak 250 hektare. Namun kejaksaan tidak bisa mengambil karena aset tanah itu masih atas nama koperasi. Atas dasar itulah aset tersebut tidak bisa diterima oleh Kejaksaan Tinggi Bali. Selain itu, Tri Nugraha juga menawarkan akan menyerahkan aset tanah yang di Lombok. Namun kembali ditolak karena aset itu berbentuk saham yang nilainya juga bersangkutan dengan sebuah perusahaan. 

“Lagi ada tanah yang di Lombok. Tapi itu kami tolak karena dalam bentuk saham yang nilainya juga bersangkutan dengan perusahaan. Tidak clean atas nama yang bersangkutan,” sambungnya. 

Berdasarkan analisis dari PPATK jumlah barang bukti yang disita dari TPPU yang menjerat tersangka senilai kurang lebih Rp66 miliar. Sedangkan dari kasus gratifikasi yang menjerat dia senilai lebih dari Rp5 miliar. Sehingga totalnya sekitar Rp71 miliar.

Sejumlah aset dan uang yang disita itu didapatkan Tri Nugraha saat dirinya menjabat sebagai BPN Badung dan kepala BPN Denpasar.

“Tentu kalau untuk TPPU-nya tidak berhenti sebatas yang bersangkutan tidak menjabat lagi. Ini akan berlanjut. Digunakan untuk apa dan dari mana uang-uang itu,” tandasnya.

DENPASAR – Dengan alasan meninggalnya Tri Nugraha, Kejati Bali, menyatakan menghentikan kasus yang menjerat Tri Nugraha. Hal itu disampaikan langsung oleh Wakajati Bali, Asep Maryono di Kejati Bali, Selasa (1/9).

“Tindak pidana berhenti (karena, Red) tidak cukup bukti dan yang bersangkut meninggal dunia dan ditutup demi hukum. Penyidik akan membuat nota dinas dan permohonan penghentian kasus,” terangnya kepada awak media.

Lanjut Maryono untuk sejumlah barang bukti yang telah disita, ternyata penyidik tidak akan mengembalikan begitu saja kepada ahli warisnya. Apalagi, barang yang disita itu adalah alat bukti dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

Dengan demikian, kata dia, untuk barang bukti yang disita itu, penyidik akan melakukan analisis. Analisis itu untuk bisa menentukan apakah sejumlah aset yang disita akan dilelang, atau dirampas untuk negara. Ataukah nantinya barang itu dikembalikan ke mana barang sitaan itu.

“Penyidik yang akan membuat keputusan dan masih menunggu analisis status barang bukti yang disita,” ujarnya.

Maryono menjelaskan bahwa sejumlah barang bukti yang disita melalui pengadilan sudah ada penetapan dan berita acaranya. 

Sejumlah barang bukti itu ada 12 unit kendaraan dan 12 ladang tanah. Semua barang bukti yang disita itu merupakan temuan dari penyidik. Bukan diserahkan secara sukarela dari Tri Nugraha.

Sebelumnya, Tri Nugraha mengaku kepada kejaksaan bahwa dia akan menyerahkan aset tanah sebanyak 250 hektare. Namun kejaksaan tidak bisa mengambil karena aset tanah itu masih atas nama koperasi. Atas dasar itulah aset tersebut tidak bisa diterima oleh Kejaksaan Tinggi Bali. Selain itu, Tri Nugraha juga menawarkan akan menyerahkan aset tanah yang di Lombok. Namun kembali ditolak karena aset itu berbentuk saham yang nilainya juga bersangkutan dengan sebuah perusahaan. 

“Lagi ada tanah yang di Lombok. Tapi itu kami tolak karena dalam bentuk saham yang nilainya juga bersangkutan dengan perusahaan. Tidak clean atas nama yang bersangkutan,” sambungnya. 

Berdasarkan analisis dari PPATK jumlah barang bukti yang disita dari TPPU yang menjerat tersangka senilai kurang lebih Rp66 miliar. Sedangkan dari kasus gratifikasi yang menjerat dia senilai lebih dari Rp5 miliar. Sehingga totalnya sekitar Rp71 miliar.

Sejumlah aset dan uang yang disita itu didapatkan Tri Nugraha saat dirinya menjabat sebagai BPN Badung dan kepala BPN Denpasar.

“Tentu kalau untuk TPPU-nya tidak berhenti sebatas yang bersangkutan tidak menjabat lagi. Ini akan berlanjut. Digunakan untuk apa dan dari mana uang-uang itu,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/