DENPASAR – Berharap dituntut ringan, terdakwa korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) RS Mangusada, Badung senilai R 5,8 miliar, I Made Susila berencana mengembalikan kerugian negara.
Hanya saja, ganti rugi oleh terdakwa ini tidak berupa uang segar atau tunai.
Terdakwa berencana mebayar kerugian negara dalam bentuk aset tanah bangunan. Karena berupa aset, majelis hakim pimpinan Wayan Sukanila sempat menawarkan untuk memakai appraisal atau pihak ketiga.
Tim ini nanti yang mengecek nilai aset terdakwa.
Dijelaskan Suardi, kerugian keuangan negara dalam perkara ini awalnya Rp 6,2 miliar.
Setelah diitung pajak dan diberikan ke pihak Direktur PT MMI (Mapan Medika Indonesia), maka tersisa Rp 5,8 miliar.
“Nah sisa inilah rencananya akan dibayar terdakwa,” kata JPU Suardi kepada awak media baru-baru ini.
Jaksa sepakat soal appraisal karena tidak bisa dilakukan eksekusi langsung jika aset terdakwa dipakai jaminan untuk menutupi kerugian keuangan negara.
Di satu sisi, bahwa pengembalian ini dirasa penting karena akan berpengaruh pada tuntutan jaksa.
“Yang jelas ada niat terdakwa dulu untuk mengembalikkan kerugian keuangan negara,” imbuhnya.
Diketahui, korupsi alkes RS Mangusada Badung bermula dari pengadaan alat kedokteran, kesehatan, KB, dan kendaraan khusus yang bersumber dari APBN 2013.
Amprahan itu dikirim ke Menteri Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Provinsi Bali sebesar Rp 40.954.098.750.
Atas dasar itu, Menteri Kesehatan RI menyetujui Rp 25 miliar untuk RSU Mangusada Badung.
Selanjutnya Bupati Badung AA Gde Agung menunjuk dr. Agus Bintang Suryadi selaku Direktur RSU Mangusada Badung sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan dr. I Made Nurija sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Nurija sendiri sudah dijadikan tersangka dalam perkara ini. Nurija mempunyai tugas dan tanggung jawab menyusun HPS (harga perkiraan sendiri).
Ada sembilan unit item barang yang dibutuhkan untuk alat medis.
Nah Sukartayasa (sudah divonis bersalah) inilah yang mencari rekanan seolah-olah mendapatkan informasi untuk dipakai acuan HPS dengan menghubungi terdakwa Made Susila.
Maksudnya adalah supaya dapat menyiapkan tempat perusahaan untuk kemudian dilakukan survey.
Susila kemudian ikut tender.
Namun Susila menyampaikan ke Sukartayasa untuk berhubungan dengan I Nyoman Artawan untuk mencari rekanan yang bisa dipakai dasar menyusun HPS.
Ada selisih antara realisasi pengeluaran definitif dengan realisasi penerimaan barang yang diterima.
Yakni realisasi pengeluaran definitif Rp 19.211.473.636,3 sedangkan realisasi barang yang diterima seharga Rp 12.923.626.782. Jadi ada selisih Rp 6.287.846.854,36.
BPKP Perwakilan Bali mengitung kerugian negara Rp 6,2 miliar.