29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:00 AM WIB

Dituntut 16 Bulan Penjara, Perbekel Pemecutan Kaja Tertunduk Pasrah

DENPASAR – Mengenakan kemeja putih dipadu kamen merah serta udeng berwarna cokelat, perbekel nonkatif Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Utara,

AA Ngurah Arwatha, 47, terus menunduk menghadap lantai selama menjalani sidang di PN Denpasar, kemarin (2/6).

Terdakwa korupsi dana pungutan pedagang pasar dan pedagang kaki lima di Pasar Jaba Puri Agung Jero Kuta Desa Pemecutan Kaja, itu menjalani sidang tuntutan. 

Sejumlah kerabat terdakwa tampak hadir di ruang sidang. Sementara JPU Gusti Ayu Rai Artini dkk, dalam tuntutannya menilai terdakwa bersalah karena tidak menyetorkan dana pungutan ke kas desa pada 2017.

Bukannya disetorkan ke kas desa, uang pungutan malah dipotong dan dibagi-bagikan untuk aparatur desa sebesar Rp 117 juta.

Sisanya baru dimasukkan ke dalam Bumdes sebagai penyertaan modal. Uang pungutan juga tidak dianggarkan sebagai pemasukan kas negara.

Akibat perbuatan terdakwa merugikan negara dalam hal ini Desa Pemecutan Kaja mengalami kerugian Rp 190 juta.

JPU menilai perbuatan terdakwa tidak sesuai dengan asas pengelolaan keuangan desa sebagaimana diatur dalam Permendagri 2013 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

“Terdakwa sebagai pemegang kuasa keuangan Desa Pemecutan Kaja telah menyalahgunakan wewenang, jabatan, sarana,

kedudukan dan kesempatan yang melekat pada dirinya,” ujar JPU Rai Artini di hadapan majelis hakim yang diketuai Angeliky Handajani Day.

Berdasar fakta persidangan baik keterangan saksi dan barang bukti, perbuatan terdakwa secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur

tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sebelum sampai pada tuntutan, JPU membacakan pertimbangan memberatkan dan meringankan. Pertimbangan memberatkan, pebuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi.

Pertimbangan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, mengakui perbuatannya, dan sudahmengembalikan kerugian negara.

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun dan empat bulan, serta menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta diganti dua bulan kurungan,” tegas JPU Kejari Denpasar itu.

Menanggapi tuntutan JPU, terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya akan mengajukan pledoi tertulis. Hakim memberi waktu dua hari. Sidang akan dilanjutkan Kamis besok. 

Beberapa waktu lalu, terdakwa Arwatha ketiban “rezeki” dari pandemi Covid-19. Bagaimana tidak, ia mendapat pengalihan penahanan dari majelis hakim.

Hakim Angeliky memberikan pengalihan penahanan dengan pertimbangan karena Covid-19. Selain itu juga ada jaminan orang yaitu istri terdakwa dan uang jaminan. 

Pertimbangan lain karena terdakwa dianggap bukan orang yang gampang melarikan diri karena terikat dengan tatanan adat di masyarakat. Hakim menyebut pengalihan penahanan sudah sesuai KUHAP. 

DENPASAR – Mengenakan kemeja putih dipadu kamen merah serta udeng berwarna cokelat, perbekel nonkatif Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Utara,

AA Ngurah Arwatha, 47, terus menunduk menghadap lantai selama menjalani sidang di PN Denpasar, kemarin (2/6).

Terdakwa korupsi dana pungutan pedagang pasar dan pedagang kaki lima di Pasar Jaba Puri Agung Jero Kuta Desa Pemecutan Kaja, itu menjalani sidang tuntutan. 

Sejumlah kerabat terdakwa tampak hadir di ruang sidang. Sementara JPU Gusti Ayu Rai Artini dkk, dalam tuntutannya menilai terdakwa bersalah karena tidak menyetorkan dana pungutan ke kas desa pada 2017.

Bukannya disetorkan ke kas desa, uang pungutan malah dipotong dan dibagi-bagikan untuk aparatur desa sebesar Rp 117 juta.

Sisanya baru dimasukkan ke dalam Bumdes sebagai penyertaan modal. Uang pungutan juga tidak dianggarkan sebagai pemasukan kas negara.

Akibat perbuatan terdakwa merugikan negara dalam hal ini Desa Pemecutan Kaja mengalami kerugian Rp 190 juta.

JPU menilai perbuatan terdakwa tidak sesuai dengan asas pengelolaan keuangan desa sebagaimana diatur dalam Permendagri 2013 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

“Terdakwa sebagai pemegang kuasa keuangan Desa Pemecutan Kaja telah menyalahgunakan wewenang, jabatan, sarana,

kedudukan dan kesempatan yang melekat pada dirinya,” ujar JPU Rai Artini di hadapan majelis hakim yang diketuai Angeliky Handajani Day.

Berdasar fakta persidangan baik keterangan saksi dan barang bukti, perbuatan terdakwa secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur

tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sebelum sampai pada tuntutan, JPU membacakan pertimbangan memberatkan dan meringankan. Pertimbangan memberatkan, pebuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi.

Pertimbangan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, mengakui perbuatannya, dan sudahmengembalikan kerugian negara.

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun dan empat bulan, serta menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta diganti dua bulan kurungan,” tegas JPU Kejari Denpasar itu.

Menanggapi tuntutan JPU, terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya akan mengajukan pledoi tertulis. Hakim memberi waktu dua hari. Sidang akan dilanjutkan Kamis besok. 

Beberapa waktu lalu, terdakwa Arwatha ketiban “rezeki” dari pandemi Covid-19. Bagaimana tidak, ia mendapat pengalihan penahanan dari majelis hakim.

Hakim Angeliky memberikan pengalihan penahanan dengan pertimbangan karena Covid-19. Selain itu juga ada jaminan orang yaitu istri terdakwa dan uang jaminan. 

Pertimbangan lain karena terdakwa dianggap bukan orang yang gampang melarikan diri karena terikat dengan tatanan adat di masyarakat. Hakim menyebut pengalihan penahanan sudah sesuai KUHAP. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/