29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:18 AM WIB

MIRIS! Nenek 85 Tahun Buta Huruf di Bali Didakwa Gunakan Surat Palsu

DENPASAR – Ni Ketut Reji seorang nenek yang buta huruf dan anaknya I Wayan Karma didakwa menggunakan surat palsu dalam sidang tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar pada Selasa Selasa (3/11).

Sidang ini merupakan sidang lanjutan dari  sidang perdana yang digelar pada tanggal 22 Oktober 2020 lalu. Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Made Lovi Pusnawan, SH pun mendakwa keduanya dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Nenek Reji tentu tak sendiri. Dia dikawal dengan10 (sepuluh) penasihat hukum, yaitu I Made Suardana, SH., MH; I Ketut Rinata, SH; I Nyoman Alit Kesuma, SH; I Made Somya Putra, SH., MH; I Wayan Wija Negara, SH; Ni Luh Sukawati, SH; Ni Luh Desi Swandari, SH; Wayan Widi Mandala Putra, SH; I Gede Yudha Partha Mahendra, SH dan I Nyoman Yudi Artawan, SH yang kesemuanya tergabung dalam Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI)-Bali.

Atas dakwaan tersebut, kuasa hukum pun mengajukan Eksepsi/Nota Keberatan atas dakwaan tersebut. Dalam eksepsinya, kuasa hukum mempertanyakan bagaimana seorang nenek yang tua renta dan tidak memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis dapat didakwa menggunakan surat palsu.

Disebutkan, terdakwa Ni Ketut Reji adalah wanita yang telah berusia 85 tahun.

“Dengan umur yang setua itu, Terdakwa yang buta huruf (tidak bisa membaca dan menulis) tentunya memiliki pengetahuan yang awam tentang hukum,” ujar I Made Somya, salah satu kuasa hukum Nenek Reji.

Sehingga, lanjutnya, ketika fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 ditemukan Terdakwa Ni Ketut Reji tidaklah mengerti dan mengetahui apa isinya.

Untuk mengerti dan mengetahui isi dari fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 tentunya hal tersebut melalui penyampaian keluarganya dan I Ketut Nurasa, SH., MH yang merupakan kuasa yang ditunjuk oleh keluarga Terdakwa NI Ketut Reji untuk membantu mempertahankan hak-hak Terdakwa NI Ketut Reji dan I Wayan Karma yang secara yuridis berhak atas warisan Ni Pitik dan Ni Sorti.

Sehingga dalam perkara ini Terdakwa Ni Ketut Reji dan I Wayan Karma hanya menyerahkan fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 kepada I Ketut Nurasa, SH., MH untuk mempertahankan hak-haknya tanpa mengetahui proses, teknik menulis somasi, teknik pendataan, mengisi surat-surat, maupun menilai keaslian suatu surat.

“Dengan latar belakang yang buta huruf, tentunya Terdakwa Ni Ketut Reji tidak mengerti tentang hasil kajian dari I Ketut Nurasa, SH., MH tersebut dan bagaimana kuasa hukumnya tersebut melakukan pembelaan menggunakan fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981,” jelasnya.

Namun anehnya Terdakwa Ni Ketut Reji dan I Wayan Karma yang tidak mengerti hal tersebut dijadikan pesakitan dengan dakwaan menggunakan surat palsu sebagaimana Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam eksepsi tersebut, kuasa hukum menegaskan bahwa kasus ini sejatinya adalah ranah hukum perdata karena menyangkut persoalan kewarisan dan silsilah yang merupakan hukum perdata.

Sehingga surat keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 harus diuji dalam sidang perdata bukan diuji dalam persidangan ini yang mendakwakan Terdakwa Ni Ketut Reji seorang nenek yang buta huruf dan anaknya I Wayan Karma melakukan tindak pidana pemalsuan surat.

Selain itu, kuasa hukum terdakwa menyebutkan Surat Dakwaan JPU cacat hukum karena tempus delicti (waktu tindak pidana dilakukan) tidak sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya.

Kuasa Hukum Terdakwa menerangkan bahwa Terdakwa memberikan Kuasa kepada I Ketut Nurasa, SH., MH & Partners pada tanggal 22 Januari 2020 kemudian membuat Surat Somasi Nomor : 11/II/KHWB/2020, tertanggal 5 Februari 2020 dengan melampirkan Keterangan Silsilah, tertanggal 8 Juni 1981 selanjutnya surat somasi tersebut baru dikirimkan pada tanggal 14 Februari 2020.

Namun JPU dalam dakwaannya menyebutkan Pelapor/Korban telah menerima Surat Somasi dan Lampiran Keterangan Silsilah, tertanggal 8 Juni 1981 pada tanggal 20 Januari 2020.

“Oleh karena dakwaan JPU cacat yuridis formal, tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sehingga menyesatkan (misleading), membingungkan (confuse) sehingga dikwalifikasikan sebagai dakwaan kabur,” kata kuasa hukum terdakwa meminta Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Gede Rumega untuk menerima eksepsi Para Terdakwa dan menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum.

DENPASAR – Ni Ketut Reji seorang nenek yang buta huruf dan anaknya I Wayan Karma didakwa menggunakan surat palsu dalam sidang tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar pada Selasa Selasa (3/11).

Sidang ini merupakan sidang lanjutan dari  sidang perdana yang digelar pada tanggal 22 Oktober 2020 lalu. Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Made Lovi Pusnawan, SH pun mendakwa keduanya dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Nenek Reji tentu tak sendiri. Dia dikawal dengan10 (sepuluh) penasihat hukum, yaitu I Made Suardana, SH., MH; I Ketut Rinata, SH; I Nyoman Alit Kesuma, SH; I Made Somya Putra, SH., MH; I Wayan Wija Negara, SH; Ni Luh Sukawati, SH; Ni Luh Desi Swandari, SH; Wayan Widi Mandala Putra, SH; I Gede Yudha Partha Mahendra, SH dan I Nyoman Yudi Artawan, SH yang kesemuanya tergabung dalam Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI)-Bali.

Atas dakwaan tersebut, kuasa hukum pun mengajukan Eksepsi/Nota Keberatan atas dakwaan tersebut. Dalam eksepsinya, kuasa hukum mempertanyakan bagaimana seorang nenek yang tua renta dan tidak memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis dapat didakwa menggunakan surat palsu.

Disebutkan, terdakwa Ni Ketut Reji adalah wanita yang telah berusia 85 tahun.

“Dengan umur yang setua itu, Terdakwa yang buta huruf (tidak bisa membaca dan menulis) tentunya memiliki pengetahuan yang awam tentang hukum,” ujar I Made Somya, salah satu kuasa hukum Nenek Reji.

Sehingga, lanjutnya, ketika fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 ditemukan Terdakwa Ni Ketut Reji tidaklah mengerti dan mengetahui apa isinya.

Untuk mengerti dan mengetahui isi dari fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 tentunya hal tersebut melalui penyampaian keluarganya dan I Ketut Nurasa, SH., MH yang merupakan kuasa yang ditunjuk oleh keluarga Terdakwa NI Ketut Reji untuk membantu mempertahankan hak-hak Terdakwa NI Ketut Reji dan I Wayan Karma yang secara yuridis berhak atas warisan Ni Pitik dan Ni Sorti.

Sehingga dalam perkara ini Terdakwa Ni Ketut Reji dan I Wayan Karma hanya menyerahkan fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 kepada I Ketut Nurasa, SH., MH untuk mempertahankan hak-haknya tanpa mengetahui proses, teknik menulis somasi, teknik pendataan, mengisi surat-surat, maupun menilai keaslian suatu surat.

“Dengan latar belakang yang buta huruf, tentunya Terdakwa Ni Ketut Reji tidak mengerti tentang hasil kajian dari I Ketut Nurasa, SH., MH tersebut dan bagaimana kuasa hukumnya tersebut melakukan pembelaan menggunakan fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981,” jelasnya.

Namun anehnya Terdakwa Ni Ketut Reji dan I Wayan Karma yang tidak mengerti hal tersebut dijadikan pesakitan dengan dakwaan menggunakan surat palsu sebagaimana Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam eksepsi tersebut, kuasa hukum menegaskan bahwa kasus ini sejatinya adalah ranah hukum perdata karena menyangkut persoalan kewarisan dan silsilah yang merupakan hukum perdata.

Sehingga surat keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 harus diuji dalam sidang perdata bukan diuji dalam persidangan ini yang mendakwakan Terdakwa Ni Ketut Reji seorang nenek yang buta huruf dan anaknya I Wayan Karma melakukan tindak pidana pemalsuan surat.

Selain itu, kuasa hukum terdakwa menyebutkan Surat Dakwaan JPU cacat hukum karena tempus delicti (waktu tindak pidana dilakukan) tidak sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya.

Kuasa Hukum Terdakwa menerangkan bahwa Terdakwa memberikan Kuasa kepada I Ketut Nurasa, SH., MH & Partners pada tanggal 22 Januari 2020 kemudian membuat Surat Somasi Nomor : 11/II/KHWB/2020, tertanggal 5 Februari 2020 dengan melampirkan Keterangan Silsilah, tertanggal 8 Juni 1981 selanjutnya surat somasi tersebut baru dikirimkan pada tanggal 14 Februari 2020.

Namun JPU dalam dakwaannya menyebutkan Pelapor/Korban telah menerima Surat Somasi dan Lampiran Keterangan Silsilah, tertanggal 8 Juni 1981 pada tanggal 20 Januari 2020.

“Oleh karena dakwaan JPU cacat yuridis formal, tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sehingga menyesatkan (misleading), membingungkan (confuse) sehingga dikwalifikasikan sebagai dakwaan kabur,” kata kuasa hukum terdakwa meminta Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Gede Rumega untuk menerima eksepsi Para Terdakwa dan menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/