25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:02 AM WIB

Terlalu, Begini Modus Kelian Dinas di Jembrana Garong Duit Kematian

DENPASAR – Tidak hanya dana hibah atau bansos saja yang kerap dikorupsi. Dana santunan untuk orang yang sudah mati juga ikut digarong.

Ini seperti yang dilakukan I Dewa Ketut Artawan, Kelian Dinas Banjar Sari Kuning Tulungagung, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana.

Pria kelahiran Buleleng, 52 tahun silam itu mengorupsi dana santunan kematian Pemkab Jembrana sejak 2015. Seperti apa kronologisnya?

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ivan Praditya Putra dalam dakwaannya mengungkapkan, berdasar Peraturan Bupati (Perbup) Jembrana Nomor 1/2014 tentang Santunan Kematian,

bahwa pemberian santunan dari Pemkab Jembrana diperuntukkan kepada setiap penduduk Kabupaten Jembrana yang telah memiliki identitas resmi KTP Kabupaten Jembrana.

Mereka yang dinyatakan meninggal dunia berhak mendapat santunan sebesar Rp 1,5 juta.

Penyaluranan dana santunan kematian disalurkan melalui Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Jembrana.

Syaratnya, ahli waris almarhum melampirkan fotokopi KTP, KK, akta kematian yang sudah dilegaliris Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dan surat keterangan ahli waris bermeterai 6.000.

“Santunan itu dapat dimohonkan ahli waris dengan cara memberikan kuasa pada kelian dinas atau kepala lingkungan setempat,” jelas JPU di muka majelis hakim yang diketuai Ni Made Sukereni.

Pada 2015, terdakwa mengajukan dan mencairkan dana santunan kematian warganya. Dalam pengajuan itu terdakwa berkoordinasi dengan saksi Indah.

Indah sendiri pegawai yang bertugas menerima dan memverifikasi berkas. Pada 15 Januari 2015, Indah mengirim pesan SMS kepada terdakwa I yang isinya;

“Pak Dewa, mau kerja sama dengan saya untuk mengajukan santunan kematian fiktif? Saya akan buatkan berkasnya dan saya akan mengatur semuanya.”

Gayung bersambut, tawaran itu disambut terdakwa; “Ya, saya mau.” Tiga hari kemudian, terdakwa dihubungi Indah diajak ketemuan di Kantor Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Jembrana.

Indah kembali menegaskan niatnya mengajak kerja sama membuat permohonan dana santunan kematian fiktif, dengan hasilnya dibagi dua sesuai kesepakatan.

“Terdakwa dan saksi bersepakat membagi tugas, jika terdakwa berhasil menyiapkan data atas berkas yang diajukan,

maka terdakwa mendapat bagian sebesar Rp 700 ribu untuk satu berkas. Sedangkan saksi Indah mendapatkan bagian Rp 800 ribu,” beber JPU.

Jika yang membuat data berkas saksi Indah, maka terdakwa mendapat Rp 500 ribu, sedangkan saksi Indah mendapat Rp 1 juta.

Tergiur dengan tawaran yang ada, timbulah niat jahat terdakwa memperkaya sendiri secara melawan hukum dari kegiatan pemberian santunan kematian kepada warga ber-KTP Kabupaten Jembrana.

Akhirnya, terdakwa menyanggupi ketika diberikan dua berkas pengajuan yang belum ada stempel legalisir pada permohonan dan juga belum ada surat ahli waris.

Saat itu saksi Indah menyuruh terdakwa meminjam cap stempel pada Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Jembrana.

Cap stempel mengetahui Kepala Dinas Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Jembrana kepada I Gede Astawa di rumah saksi I Gede Astawa (terdakwa berkas terpisah).

“Setelah menerima berkas pengajuan, terdakwa langsung melengkapi berkas fiktif dengan membuatkan surat keterangan ahli waris palsu,” tandasnya.

Tidak hanya itu, terdakwa juga mengajukan kembali permohonan santunan kematian yang sebelumnya pernah diajukan menggunakan kembali arsip data, fotokopi KTP, KK, akta kematian, surat keterangan dan kuasa lama.

Terdakwa juga mengajukan santunan kematian menggunakan data tidak sebenarnya atau fiktif yang dilakukan dengan mengubah nomor dan nama dalam KTP, KK, dan akta kematian.

Setelah berkas santunan siap, terdakwa dan saksi Indah selalu berkoordinasi melalui telepon untuk menentukan waktu pengajuan berkas permohonan yang berulang dan fiktif tersebut supaya diproses dan diterima saksi Indah.

“Sehingga tidak terjadi proses hambatan dalam pengeluaran santunan kematian yang diajukan secara fiktif tersebut,” imbuh jaksa.

Dari proses tersebut, terdakwa menggunakan dana dari 140 berkas yang diajukan sebesar Rp 210 juta, dengan perincian Rp 138 juta dibuat secara fiktif dan dua berkas diajukan secara berulang.

Dari total dana santunan kematian yang dinikmati Indah sebesar Rp 139.600.000, dan terdakwa Rp 70.400.000

JPU mengajukan dua dakwaan untuk menjerat terdakwa. Dakwaan primer perbuatan terdakwa diatur dan diancam Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam dakwaan primer ini, terdakwa terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Serta pidana badan minimal empat tahun dan denda Rp 100 juta.

Sementara dakwaan subsider, terdakwa dijerat dengan Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam dakwaan subsider ini, terdakwa terancam hukuman maksimal seumur hidup, atau paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun penjara dan denda Rp maksimal 1 miliar. 

DENPASAR – Tidak hanya dana hibah atau bansos saja yang kerap dikorupsi. Dana santunan untuk orang yang sudah mati juga ikut digarong.

Ini seperti yang dilakukan I Dewa Ketut Artawan, Kelian Dinas Banjar Sari Kuning Tulungagung, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana.

Pria kelahiran Buleleng, 52 tahun silam itu mengorupsi dana santunan kematian Pemkab Jembrana sejak 2015. Seperti apa kronologisnya?

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ivan Praditya Putra dalam dakwaannya mengungkapkan, berdasar Peraturan Bupati (Perbup) Jembrana Nomor 1/2014 tentang Santunan Kematian,

bahwa pemberian santunan dari Pemkab Jembrana diperuntukkan kepada setiap penduduk Kabupaten Jembrana yang telah memiliki identitas resmi KTP Kabupaten Jembrana.

Mereka yang dinyatakan meninggal dunia berhak mendapat santunan sebesar Rp 1,5 juta.

Penyaluranan dana santunan kematian disalurkan melalui Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Jembrana.

Syaratnya, ahli waris almarhum melampirkan fotokopi KTP, KK, akta kematian yang sudah dilegaliris Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dan surat keterangan ahli waris bermeterai 6.000.

“Santunan itu dapat dimohonkan ahli waris dengan cara memberikan kuasa pada kelian dinas atau kepala lingkungan setempat,” jelas JPU di muka majelis hakim yang diketuai Ni Made Sukereni.

Pada 2015, terdakwa mengajukan dan mencairkan dana santunan kematian warganya. Dalam pengajuan itu terdakwa berkoordinasi dengan saksi Indah.

Indah sendiri pegawai yang bertugas menerima dan memverifikasi berkas. Pada 15 Januari 2015, Indah mengirim pesan SMS kepada terdakwa I yang isinya;

“Pak Dewa, mau kerja sama dengan saya untuk mengajukan santunan kematian fiktif? Saya akan buatkan berkasnya dan saya akan mengatur semuanya.”

Gayung bersambut, tawaran itu disambut terdakwa; “Ya, saya mau.” Tiga hari kemudian, terdakwa dihubungi Indah diajak ketemuan di Kantor Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Jembrana.

Indah kembali menegaskan niatnya mengajak kerja sama membuat permohonan dana santunan kematian fiktif, dengan hasilnya dibagi dua sesuai kesepakatan.

“Terdakwa dan saksi bersepakat membagi tugas, jika terdakwa berhasil menyiapkan data atas berkas yang diajukan,

maka terdakwa mendapat bagian sebesar Rp 700 ribu untuk satu berkas. Sedangkan saksi Indah mendapatkan bagian Rp 800 ribu,” beber JPU.

Jika yang membuat data berkas saksi Indah, maka terdakwa mendapat Rp 500 ribu, sedangkan saksi Indah mendapat Rp 1 juta.

Tergiur dengan tawaran yang ada, timbulah niat jahat terdakwa memperkaya sendiri secara melawan hukum dari kegiatan pemberian santunan kematian kepada warga ber-KTP Kabupaten Jembrana.

Akhirnya, terdakwa menyanggupi ketika diberikan dua berkas pengajuan yang belum ada stempel legalisir pada permohonan dan juga belum ada surat ahli waris.

Saat itu saksi Indah menyuruh terdakwa meminjam cap stempel pada Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Jembrana.

Cap stempel mengetahui Kepala Dinas Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Jembrana kepada I Gede Astawa di rumah saksi I Gede Astawa (terdakwa berkas terpisah).

“Setelah menerima berkas pengajuan, terdakwa langsung melengkapi berkas fiktif dengan membuatkan surat keterangan ahli waris palsu,” tandasnya.

Tidak hanya itu, terdakwa juga mengajukan kembali permohonan santunan kematian yang sebelumnya pernah diajukan menggunakan kembali arsip data, fotokopi KTP, KK, akta kematian, surat keterangan dan kuasa lama.

Terdakwa juga mengajukan santunan kematian menggunakan data tidak sebenarnya atau fiktif yang dilakukan dengan mengubah nomor dan nama dalam KTP, KK, dan akta kematian.

Setelah berkas santunan siap, terdakwa dan saksi Indah selalu berkoordinasi melalui telepon untuk menentukan waktu pengajuan berkas permohonan yang berulang dan fiktif tersebut supaya diproses dan diterima saksi Indah.

“Sehingga tidak terjadi proses hambatan dalam pengeluaran santunan kematian yang diajukan secara fiktif tersebut,” imbuh jaksa.

Dari proses tersebut, terdakwa menggunakan dana dari 140 berkas yang diajukan sebesar Rp 210 juta, dengan perincian Rp 138 juta dibuat secara fiktif dan dua berkas diajukan secara berulang.

Dari total dana santunan kematian yang dinikmati Indah sebesar Rp 139.600.000, dan terdakwa Rp 70.400.000

JPU mengajukan dua dakwaan untuk menjerat terdakwa. Dakwaan primer perbuatan terdakwa diatur dan diancam Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam dakwaan primer ini, terdakwa terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Serta pidana badan minimal empat tahun dan denda Rp 100 juta.

Sementara dakwaan subsider, terdakwa dijerat dengan Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam dakwaan subsider ini, terdakwa terancam hukuman maksimal seumur hidup, atau paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun penjara dan denda Rp maksimal 1 miliar. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/