DENPASAR – Belasan mahasiswa asal Papua dari Front Mahasiswa Peduli Papua (Formalipa) mengaku menjadi korban kekerasan kepolisian di Denpasar. Dugaan kejadian itu terjadi saat mereka menggelar aksi demonstrasi di kawasan Renon, Denpasar, Selasa (9/3/2021).
Hal itu diungkap oleh perwakilan Formalipa dalam konferensi pers yang digelar di kantor LBH Bali, Denpasar, Rabu (10/3/2021).
Muno, salah satu dari mahasiswa asal Papua, kepada awak media menceritakan kronologi dugaan kejadian itu. Dijelaskannya, bahwa kejadian itu bermula saat dirinya dan kawan-kawannya akan menggelar aksi di Lapangan Timur, Renon, Denpasar.
Dalam aksi yang digelar dalam rangka menolak otonomi khusus (Otsus) jilid II dan pemekaran serta menuntut memberikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi Bangsa West Papua, Formalipa menghadirkan sebanyak 46 mahasiswa.
“Aksi demo damai dibubarkan secara paksa dari gabungan Polresta, Polda Bali, dan Polsek Denpasar Timur serta ormas reaksioner,” katanya kepada awak media.
Dalam pembubaran paksa itu, diduga terjadi adanya pemukulan, pelemparan botol hingga perampasan poster.
Andre, salah satu mahasiswa lain, juga menuturkan, tidak hanya pembubaran secara paksa. Polisi juga mengangkut semua massa aksi ke Mapolresta Denpasar menggunakan mobil Dalmas.
Menurut Andre, di Mapolresta, dugaan tindakan kekerasan itu juga dilakukan. Bahkan, Andre sendiri menjadi korbannya. Lehernya luka akibat tas yang dibawanya ditarik secara paksa.
“Di sana kami juga dipaksa ditest antigen dan ditest urine. Alasannya siapa tahu ada di antara kami yang menggunakan narkoba,” ujar Andre.
Setelah sekitar pukul 17.00 WITA, puluhan mahasiswa itu akhirnya diizinkan pulang setelah menandatangani surat pernyataan untuk tidak melakukan aksi demo lagi selama masa pandemi Covid-19.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Direktur LBH Bali, Ni Kadek Vany Primaliraning yang ikut dalam konferensi pers tersebut mengatakan bahwa pihaknya selaku pendamping hukum akan menindaklanjuti dugaan tindakan kekerasan tersebut.
“Kami juga sempat tidak diizinkan untuk menemui klien kami (mahasiswa Papua ) saat di Polresta itu. Namun akhirnya mereka diizinkan pulang sekitar pukul 17.00 WITA,” kata Vany.
Sementara itu, dalam rilis resmi yang dikeluarkan Kapolresta Denpasar melalui Kasubag Humas Polresta, puluhan Mahasiswa asal Papua itu dibawa ke Polresta Denpasar agar tidak menimbulkan kerumunan sehubungan dengan pelaksanaan PPKM berskala mikro di Wilayah Hukum Polresta Denpasar.
“Polresta Denpasar telah memberikan himbauan dan penggalangan kepada kelompok tersebut jauh jauh hari sebelumnya agar mengurungkan niatnya melaksanakan demo ditengah pandemi Covid 19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir,” terang Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan dalam keterangan pers tersebut.
Lalu, pada saat itu Kapolresta Denpasar mengajak kelompok tersebut agar menghormati Surat Edaran Mendagri No 4/2021 agar tidak melakukan demo yang dapat menghadirkan orang banyak (kerumunan) serta memberikan imbauan agar fokus menuntut ilmu dan jangan terprovokasi oleh pihak lain yang justru dapat merugikan diri sendiri.
“Indonesia adalah Papua,dan Papua adalah Indonesia yang tak mungkin terpisahkan, untuk itu marilah kita membangun Papua Bersama-sama,” lanjutnya.
Kapolreta Denpasar juga melakukan rapid antigen kepada kelompok tersebut yang berjumlah 24 orang, hanya 3 orang tidak bersedia dirapid antigen dengan alasan trauma dan harapan Kapolresta agar mereka tetap sehat dan terhindar dari Covid-19 yang dilanjutkan dengan makan bersama dan berdoa yang dipimpin oleh Kapolresta Denpasar.