26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 4:28 AM WIB

Ngaku Kacab PT GSA, Tipu Calon TKI, Nenek 50 Tahun Jadi Pesakitan

DENPASAR – Endang Sugiyanti, 50, rupanya pandai bersilat lidah. Melalui mulut manisnya, perempuan berusia setengah abad itu berhasil menipu korban I Wayan Sulatra hingga mengalami kerugian Rp 30 juta.

Modus yang dipakai Endang yaitu menempatkan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Brunei Darussalam, Malaysia, Jepang, hingga Selandia Baru.

Dalam sidang perdana via telekonferensi kemarin (9/4), JPU I Dewa Gede Anom Rai mendakwa Endang dengan dua pasal sekaligus.

Yakni Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.  Terdakwa pun terancam hukuman pidana penjara selama empat tahun.

“Uang korban digunakan untuk mengurus dokumen dan dipakai untuk memenuhi kebeutuhan hidup sehari-hari,” beber JPU Anom menyampaikan dakwaan kepada majelis hakim yang diketuai I Ketut Kimiarsa.

Perbuatan jahat perempuan asal Cirebon, Jawa Barat, itu dilakukan pada 1 Agustus 2018 di PT Gunawan Sejahtera Abadi (GSA) di Jalan Gunung Tangkupan Perahu, Denpasar Barat.

“Terdakwa mengaku sebagai kepala cabang  kantor PT GSA yang bergerak dibidang penyaluran dan penempatan pekerja migran Indonesia,” imbuh jaksa.

Lebih lanjut dijelaskan, penggelapan dan penipuan itu berawal dari kedatangan terdakwa ke kampus Lembaga Pendidikan Pariwisata Bali (LP2B)  di Jalan Kebo Iwa, Nomor 17, Gianyar.

Terdakwa mengaku bahwa perusahannya bisa menempatkan PMI di berbagai negara. Rektor LP2B yang tertarik akhirnya menyanggupi kerja sama.

“Namun, perjanjian kerja sama itu tidak tertuang dalam perjanjian hitam di atas putih,” jelas jaksa.

Rektor kemudian menghubungi stafnya untuk menyampaikan pada alumnus P2B yang ingin bekerja di luar negeri bisa menghubungi terdakwa.

Salah satu alumnus yang dihubungi adalah saksi korban I Wayan Sulatra.  Korban yang tertarik kemudian mendatangi kantor terdakwa.

Sesampainya di kantor,korban ditemui langsung terdakwa. Korban menyampaikan keinginanya bekerja di luar negeri.

Terdakwa membenarkan dirinya bisa menempatkan tenaga kerja di beberapa negara. Salah satunya bekerja di perkebunan di Jepang.

Untuk meyakinkan terdakwa, korban mengatakan bulan pertama dan ketiga akan mendapat gaji Rp 18 juta.

Selanjutnya mendapat gaji Rp 28 juta. Mendapat iming-iming gaji besar, terdakwa pun tertarik. Namun, syaratnya harus membayar Rp 60 juta.

Uang itu dipakai untuk membuat paspor, visa, dan keperluan lainnya. Korban menanyakan apakah uang Rp 60 juta bisa dibayar setengahnya terlebih dulu, terdakwa mengatakan boleh.

Pada 10 Agustus 2018, terdakwa menanyakan pembayaran. Saksi korban menjawab akan diberikan pada 13 Agustus di kampus LP2B Gianyar.

Singkat cerita, korban dan orang tuanya bertemu terdakwa di kampus disaksikan pihak kampus.

Pada 6 November, korban diberi tiket berangkat ke Jepang. Korban juga diberi visa, namun visa berlibur.

Saat di Bandara Ngurah Rai, korban bertemu saksi I Nyoman Agus Hartono Sastrawan, calon TKI yang juga hendak berangkat ke Jepang melalui terdakwa.

Namun, sesampainya di Bandara Narita, Jepang,  korban diperiksa pihak Imigrasi setempat.

Setelah dicek, korban dan saksi dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi kerja di Jepang karena tidak didampingi agen.

Hotel yang dipesan korban juga tidak dibayar. Sehari berselang, korban dideportasi ke Bali.

Korban yang kesal menemui terdakwa. Menariknya, meski sudah ketahuan belangnya, terdakwa tenang dan meminta korban mencari kos.

Korban dijanjikan akan diberangkatkan ke Jepang. Nyatanya, sebulan berlalu tak kunjung diberangkatkan. Korban pun melaporkan kasus ini ke polisi. 

DENPASAR – Endang Sugiyanti, 50, rupanya pandai bersilat lidah. Melalui mulut manisnya, perempuan berusia setengah abad itu berhasil menipu korban I Wayan Sulatra hingga mengalami kerugian Rp 30 juta.

Modus yang dipakai Endang yaitu menempatkan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Brunei Darussalam, Malaysia, Jepang, hingga Selandia Baru.

Dalam sidang perdana via telekonferensi kemarin (9/4), JPU I Dewa Gede Anom Rai mendakwa Endang dengan dua pasal sekaligus.

Yakni Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.  Terdakwa pun terancam hukuman pidana penjara selama empat tahun.

“Uang korban digunakan untuk mengurus dokumen dan dipakai untuk memenuhi kebeutuhan hidup sehari-hari,” beber JPU Anom menyampaikan dakwaan kepada majelis hakim yang diketuai I Ketut Kimiarsa.

Perbuatan jahat perempuan asal Cirebon, Jawa Barat, itu dilakukan pada 1 Agustus 2018 di PT Gunawan Sejahtera Abadi (GSA) di Jalan Gunung Tangkupan Perahu, Denpasar Barat.

“Terdakwa mengaku sebagai kepala cabang  kantor PT GSA yang bergerak dibidang penyaluran dan penempatan pekerja migran Indonesia,” imbuh jaksa.

Lebih lanjut dijelaskan, penggelapan dan penipuan itu berawal dari kedatangan terdakwa ke kampus Lembaga Pendidikan Pariwisata Bali (LP2B)  di Jalan Kebo Iwa, Nomor 17, Gianyar.

Terdakwa mengaku bahwa perusahannya bisa menempatkan PMI di berbagai negara. Rektor LP2B yang tertarik akhirnya menyanggupi kerja sama.

“Namun, perjanjian kerja sama itu tidak tertuang dalam perjanjian hitam di atas putih,” jelas jaksa.

Rektor kemudian menghubungi stafnya untuk menyampaikan pada alumnus P2B yang ingin bekerja di luar negeri bisa menghubungi terdakwa.

Salah satu alumnus yang dihubungi adalah saksi korban I Wayan Sulatra.  Korban yang tertarik kemudian mendatangi kantor terdakwa.

Sesampainya di kantor,korban ditemui langsung terdakwa. Korban menyampaikan keinginanya bekerja di luar negeri.

Terdakwa membenarkan dirinya bisa menempatkan tenaga kerja di beberapa negara. Salah satunya bekerja di perkebunan di Jepang.

Untuk meyakinkan terdakwa, korban mengatakan bulan pertama dan ketiga akan mendapat gaji Rp 18 juta.

Selanjutnya mendapat gaji Rp 28 juta. Mendapat iming-iming gaji besar, terdakwa pun tertarik. Namun, syaratnya harus membayar Rp 60 juta.

Uang itu dipakai untuk membuat paspor, visa, dan keperluan lainnya. Korban menanyakan apakah uang Rp 60 juta bisa dibayar setengahnya terlebih dulu, terdakwa mengatakan boleh.

Pada 10 Agustus 2018, terdakwa menanyakan pembayaran. Saksi korban menjawab akan diberikan pada 13 Agustus di kampus LP2B Gianyar.

Singkat cerita, korban dan orang tuanya bertemu terdakwa di kampus disaksikan pihak kampus.

Pada 6 November, korban diberi tiket berangkat ke Jepang. Korban juga diberi visa, namun visa berlibur.

Saat di Bandara Ngurah Rai, korban bertemu saksi I Nyoman Agus Hartono Sastrawan, calon TKI yang juga hendak berangkat ke Jepang melalui terdakwa.

Namun, sesampainya di Bandara Narita, Jepang,  korban diperiksa pihak Imigrasi setempat.

Setelah dicek, korban dan saksi dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi kerja di Jepang karena tidak didampingi agen.

Hotel yang dipesan korban juga tidak dibayar. Sehari berselang, korban dideportasi ke Bali.

Korban yang kesal menemui terdakwa. Menariknya, meski sudah ketahuan belangnya, terdakwa tenang dan meminta korban mencari kos.

Korban dijanjikan akan diberangkatkan ke Jepang. Nyatanya, sebulan berlalu tak kunjung diberangkatkan. Korban pun melaporkan kasus ini ke polisi. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/